Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) membongkar kasus dugaan korupsi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) 2020-2024. Ada lima tersangka yang dijerat dalam kasus korupsi PDNS.
Perkara korupsi ini bermula ketika pada 2020 Kominfo melakukan pengadaan barang dan jasa PDNS senilai Rp 958 miliar. Dalam prosesnya, ada dugaan pengondisian pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta, yakni PT Aplikanusa Lintasarta (AL).
Saat ini, Kominfo sudah berganti nama menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Berikut ini fakta-fakta kasus korupsi PDNS, seperti dirangkum detikcom, Jumat (23/5/2025):
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Eks Dirjen Kominfo Tersangka
Kepala Kejari Jakpus Safrianto Zuriat Putra menyebut pihaknya menetapkan lima tersangka kasus dugaan korupsi PDNS. Kelima tersangka itu kini ditahan. Mereka ialah:
- Semuel Abrizani Pangerapan (SAP), Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika periode 2016-2024.
- Bambang Dwi Anggono (BDA), selaku Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah Pada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kemenkominfo periode 2019-2023.
- Nova Zanda atau NZ, selaku penjabat membuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang atau jasa dan Pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020 sampai dengan 2024.
- lfi Asman (AA) selaku Direktur Bisnis PT Aplika Nusa Lintas Arta periode 2014-2023.
- Pini Panggar Agusti (PPA) selaku Account Manager PT Dokotel Teknologi (2017-2021).
2. Bikin Rugi Negara Ratusan Miliar
Foto: Kejari Jakpus menetapkan 5 tersangka kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). (Taufiq/detikcom).
"Bisa saja perhitungan sementara penyidik sesuai dengan perhitungan BPKP, bisa saja bertambah, bahkan bisa saja total loss," kata Safrianto dalam jumpa pers di Kejari Jakpus, Kamis (22/5).
"Kita tunggu agar pasti dan jelas jadi untuk sementara kita sampaikan sudah ada kerugian keuangan negara dan perhitungan smentara ratusan miliar," tambahnya.
3. Akal-akalan Eks Dirjen Kominfo dkk Bikin Proyek PDNS
Safrianto mengungkap kasus ini bermula ketika adanya Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik, yang mengamanatkan dibentuknya sebuah Pusat Data Nasional (PDN). Hal itu dilakukan agar pengelolaan data terintegrasi secara mandiri.
"Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomer 95 tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik, yang mengamanatkan dibentuknya sebuah Pusat Data Nasional (PDN) sebagai pengelolaan data terintegrasi secara mandiri dan sebagai infrastruktur SPBE Nasional," ucap Safrianto.
Namun dalam perjalanannya tepatnya di 2019, Kominfo justru membentuk Pusat Data Nasional yang bersifat sementara, di mana hal itu bertentangan dengan Perpres tersebut. Rupanya, kata Safrianto, hal itu hanya akal-akalan para tersangka untuk memperoleh untung.
"Pada tahun 2019 Kementerian Komunikasi dan Informatika justru membentuk Pusat Data Nasional Sementara dengan nomenklatur dalam DIPA Tahun 2020 adalah Penyediaan Jasa Layanan Komputasi Awan 2020 ,yang tidak sesuai dengan tujuan Perpres Nomor 95 Tahun 2018," ujarnya.
"Di mana dalam pelaksanaan dan pengelolaannya akan selalu tergantung kepada pihak swasta. Perbuatan tersebut dilakukan demi memperoleh keuntungan oleh para tersangka yang dilakukan dengan pemufakatan untuk pengkondisian pelaksanaan kegiatan Pusat Data Nasional Sementara," sambungnya.
Tak hanya itu, ada kongkalikong pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta. Bahkan, kata Safrianto, barang yang digunakan untuk layanan PDNS tidak memenuhi spesifikasi.
"Dalam pelaksanaannya perusahaan pelaksana justru mensubkonkan kepada perusahaan lain dan barang yang digunakan untuk layanan tersebut tidak memenuhi spesifikasi teknis," katanya.
Safrianto menyebut para tersangka sengaja menggunakan barang yang tidak sesuai spesifikasi agar bisa mendapat keuntungan. Nantinya keuntungan itu digunakan untuk menyuap pejabat di Kominfo.
"Hal ini dilakukan agar para pihak mendapatkan keuntungan dan mendapatkan kickback melalui suap di antara pejabat Kominfo dengan pihak pelaksana kegiatan," ujarnya.
4. Jaksa Sita Duit Miliaran-Mobil
Foto: Kejari Jakpus menetapkan 5 tersangka kasus dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). (Taufiq/detikcom).
Kejari Jakarta Pusat menggeledah beberapa lokasi terkait kasus dugaan korupsi proyek PDNS. Dari penggeledahan itu, jaksa menyita uang tunai miliaran rupiah, mobil hingga emas.
Penggeledahan dilakukan di kantor Kementerian Komunikasi dan Digital, PT Pinang Alif Teknologi, dan apartemen di Jakarta Pusat. Tak hanya itu, jaksa juga menggeledah kantor PT Docotel di Jakarta Selatan, sebuah rumah di Cilandak, perumahan di Tanah Sarea, Bogor, hingga rumah tinggal di Kota Tangerang Selatan, Banten.
"Penggeledahan juga dilakukan di BDx Data Center Kota Tangerarng Selatan, Kantor Pusat PT Aplikanusa Lintasarta di Menara Thamrin Jakpus, Gedung Lintasarta di Cilandak, Jakarta Selatan," kata Safrianto dalam jumpa pers di Kejari Jakpus, Kamis (22/5).
Safrianto mengatakan jaksa menyita uang tunai sebesar Rp 1 miliar lebih dari penggeledahan beberapa tempat itu. Tak hanya itu, jaksa juga menyita 3 mobil hingga 176 gram logam mulia.
"Jumlah Uang yang disita total sebesar Rp. 1.781.097.828, dari tersangka SAP, BDA, PPA. Tiga unit mobil, dari tersangka SAP, BDA, 176 gram logam mulia, dari tersangka SAP dan BDA, tujuh Sertifikat Hak Milik atas tanah, dari tersangka SAP, BDA, 55 barang bukti elektronik, dari tersangka SAP, BDA, NZ, PPA, AA dan saksi-saksi lainnya, 346 dokumen," jelas Safrianto.
5. 2 Eks Pejabat Kominfo Terima Suap Rp 11 M
Kajari Jakpus Safrianto menyebut dua eks pejabat Kominfo menerima suap Rp 11 miliar terkait proyek PDNS. Keduanya adalah Dirjen Aptika Kominfo Semuel Abrijani Pangarepan dan Direktur Layanan Aptika Kominfo Bambang Dwi Anggono (BDA), yang menjabat terakhir di Kominfo pada 2024.
"Tadi kickback ya, kickback lebih kurang Rp 11 miliar yang diterima oleh dua orang tersangka, SAP dan BDA yang diberikan oleh tersangka AA untuk memuluskan PDNS supaya memenangkan salah satu pihak sebagai pelaksana kegiatan ini," ujar Safrianto kepada wartawan di Kejari Jakpus, Kamis (22/5).
Saksikan Live DetikPagi :
(fas/fas)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini