Thailand Goncang-ganjing, PM Cantik Diminta Mundur

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Ratusan warga Thailand menggelar aksi protes di depan Gedung Pemerintah di Bangkok, Kamis. Mayoritas dari mereka mengenakan kaus kuning, yang menjadi simbol loyalis monarki, dan menuntut Perdana Menteri (PM) Paetongtarn Shinawatra mundur dari jabatannya.

Pemicu kemarahan publik adalah bocornya rekaman panggilan telepon antara Paetongtarn dan mantan PM Kamboja, Hun Sen. Dalam rekaman itu, Paetongtarn menyebut komandan militer Thailand di timur laut sebagai lawan dan menyapa Hun Sen sebagai "paman", yang dinilai merendahkan institusi militer dan membuka celah diplomatik.

"Saya sangat kecewa saat mendengar rekaman audio itu," ujar Kanya Hanotee (68), seorang pekerja kuil, dikutip dari AFP, dikutip Jumat (20/6/2025).

"Dia tidak punya keterampilan negosiasi. Memangnya dia siapa? Negara ini bukan miliknya."

Aksi unjuk rasa ini juga dipicu oleh keluarnya Partai Bhumjaithai dari koalisi pemerintahan. Partai mitra utama itu menuduh Paetongtarn merusak negara dan menghina kehormatan militer.

Demonstran melambaikan bendera Thailand dan membawa plakat bertuliskan "pengkhianat". Teriakan seperti "Keluar!" dan "Pergi ke neraka!" menggema di tengah pengamanan ketat polisi antihuru-hara.

"Saya tidak mendukung partai politik mana pun. Yang saya tahu hanyalah bahwa saya membenci Thaksin dan keluarganya. Semua politisi kita korup," kata Kaewta (62), seorang ibu rumah tangga dari Bangkok yang ikut dalam protes tersebut.

Paetongtarn, putri dari Thaksin Shinawatra, menjadi simbol lanjutan dari dinasti politik yang telah memecah belah politik Thailand selama dua dekade terakhir. Gerakan "Kaus Kuning" yang konservatif dan pro-kerajaan telah berulang kali bentrok dengan kelompok pendukung Thaksin, "Kaus Merah".

Mek Sumet (59), penjual alat listrik yang pernah ikut menduduki Bandara Don Mueang tahun 2008, mengatakan, "Kekuasaan telah diwariskan dari ayahnya ke bibinya, dan sekarang ke dia. Dia tidak memikirkan negara, hanya dirinya sendiri."

Dengan latar sejarah panjang kudeta di Thailand, yang terjadi lebih dari selusin sejak 1932, keretakan politik saat ini memicu kekhawatiran akan terulangnya pengambilalihan kekuasaan oleh militer.

Bahkan, sebagian demonstran secara terbuka mendukung opsi tersebut. "Saya ingin militer mengambil alih kendali," ujar Kanya. "Kami berpikir untuk jangka panjang. Itu akan berdampak positif bagi negara."


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Tetangga RI Korban Pertama Trump di ASEAN, Ribuan Orang Bisa Menderita

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |