Terancam Didepak Bursa: Berapa Rekor Tertingi Saham Sritex SRIL?

7 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenyataan pahit harus diterima pemegang saham emiten tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) karena sebentar lagi mau didepak Bursa.

Saham SRIL pertama kali listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 17 Juni 2013 silam, artinya sudah sekitar 12 tahun berjalan.

Banyak pasang surut yang terjadi dalam pergerakan harga saham-nya, posisi paling tinggi sempat disentuh pada 6 Maret 2017 lalu di posisi Rp496 per lembar.

Sayangnya, sejak saat itu harga saham terus turun dan berakhir di suspend dari perdagangan sejak 18 Mei 2021 sampai saat ini. Harga terakhir berada di Rp146 per lembar.

Pil pahit juga harus diterima karena sebentar lagi saham SRIL terpaksa akan delisting dari BEI. Hal ini menyusul status pailit yang resmi disandang emiten tekstil tersebut dan suspensi yang dilakukan selama lebih dari 24 bulan.

Proses penghapusan saham SRIL dari papan bursa saat ini tengah dikoordinasikan antara BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selain delisting dan pailit, petaka yang menimpa SRIL ternyata belum berakhir. Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) 2014-2023 yang sekarang menjabat sebagai Komisaris Utama Iwan Setiawan Lukminto kemarin, Rabu (21/5/2025).

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung atau Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar membeberkan bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit dari beberapa bank pemerintah daerah kepada PT Sritex Rejeki Isman Tbk dengan nilai total outstanding atau tagihan yang belum dilunasi hingga bulan Oktober 2024 sebesar Rp3.588.650.808.028,57 (Rp 3,58 triliun).

Adapun sejarah perusahaan Sritex tidak bisa terlepas dari sosok pendirinya, yaitu Haji Muhammad Lukminto (H.M Lukminto). Lukminto alias Le Djie Shin adalah peranakan Tionghoa yang lahir pada 1 Juni 1946. Dia memulai karir sebagai pedagang dengan berjualan tekstil di Solo sejak usia 20-an.

Dalam uraian buku Local Champion, Solo sebagai pusat tekstil di Jawa sejak masa kolonial membuat bisnis Lukminto tumbuh subur. Hingga akhirnya pada 1966 atau di usia 26 tahun dia berani menyewa kios di Pasar Klewer. Kios itu diberi nama UD Sri Redjeki

Tak disangka bisnisnya moncer. Dua tahun berselang dia mulai membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna untuk pasar Solo. Pendirian pabrik inilah yang kemudian menjelma menjadi PT Sri Rejeki Isman atau Sritex yang kini bertahan hingga kini pada 1980.

Tak banyak cerita 'tangan dingin' Lukminto dalam menjadikan Sritex sebagai 'raja' industri kain di Indonesia. Satu hal yang menarik dari dirinya adalah kedekatannya dengan Presiden Indonesia Ke-2, Soeharto. Rupanya ada tangan dingin penguasa itu dalam perkembangan Sritex.

Mengutip Prahara Orde Baru (2013) terbitan Tempo, Sritex adalah ikon penguasa karena disinyalir berada di bawah perlindungan Keluarga Cendana, sebutan bagi keluarga Soeharto. Fakta ini tidak terlepas dari kedekatan Lukminto dengan tangan kanan Cendana, yakni Harmoko yang selama Orde Baru dikenal sebagai Menteri Penerangan dan Ketua Umum Golkar. Harmoko adalah sahabat kecil Lukminto.

Karena dekat dengan pemerintah dan pemegang pasar, Sritex dan Lukminto mendapat durian runtuh. Di masa Orde Baru, Lukminto beberapa kali menjadi pemegang tender proyek pengadaan seragam yang disponsori pemerintah.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |