Putra Orang Terkaya RI Pilih Hidup Miskin, Ogah Punya Harta Banyak

8 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Menjadi anak orang kaya sudah pasti bakal enak. Hidup jadi lebih nyaman tanpa perlu pusing memikirkan berbagai kebutuhan hidup. Namun, hal berbeda terjadi dalam diri putra orang terkaya di Indonesia, yakni Soerjopranoto.

Ia terlahir kaya raya dan bergelimang harta. Namun ia justru menolak semua itu dan memilih hidup miskin bersama mayoritas warga di luar istana.

Nama Soerjopranoto memang masih jarang didengar orang Indonesia. Namanya kalah tenar dibanding kakak kandungnya, yakni Soewardi Soeryaningrat alias Ki Hajar Dewantara. 

Soerjopranoto sebenarnya adalah calon penguasa tanah Jawa dari Kadipaten Pakualaman. Dia berada di garis ketiga keturunan.

Namun, titel penguasa tak jadi diperoleh karena ayahnya gagal menjadi raja karena mengalami kebutaan. Ini membuat trah kekuasaan terputus. 

Terputusnya trah ke tangan Soerjopranoto tak membuat kekayaannya menghilang. Dia dan sekeluarga tetap kaya raya sebagai bangsawan Jawa dan jadi salah satu orang terkaya di Tanah Air.

Hanya saja, Soerjopranoto dan keluarga punya cara berbeda menyikapi kekayaan. Dia ogah hidup bergelimang harta dan pilih menjadi orang miskin. 

Dalam autobiografi berjudul Raja Mogok: R.M Soerjopranoto (1983) diceritakan, sikap ini bermula dari kebiasaan ayah Soerjopranoto, yakni Haryo Soerjaningrat, yang selalu mengajarkan semua anak untuk selalu menghormati sesama manusia. Atas dasar ini, Soerjopranoto dan juga Soewardi selalu mensejajarkan diri ke orang-orang di luar istana.

Sejak kecil, mereka bergaul dengan anak-anak kampung yang mayoritas diselimuti kemiskinan. Dari sinilah, rasa empati Soerjopranoto tumbuh.

Dia melihat bagaimana rakyat di luar istana bergelut melawan kemiskinan dan merasa kekayaan yang dimiliki tak ada gunanya jika mereka sengsara. Apalagi saat mengetahui bahwa kemiskinan tercipta berkat sistem segregasi warisan kolonial Belanda.

Soerjopranoto sendiri pernah menangis gara-gara kuli-kuli perkebunan tebu hanya menerima upah 12 sen sehari. Padahal, mandornya yang hanya ongkang-ongkang kaki menerima 500 gulden sehari.

Sejak saat itu, dia mulai tak menyukai kekayaan dan gemerlap kehidupan istana. Begitu juga kepada pemerintah kolonial Belanda.

Ia bersumpah tak akan mau bekerja untuk orang-orang asing yang telah merugikan. Sebagai penanda dia rela menyobek-nyobek ijazah yang dia pernah tempuh susah payah dari sekolah Belanda.

"Sejak detik ini aku tidak sudi lagi bekerja untuk pemerintah Belanda," tegas Soerjopranoto.

Kekesalan Soerjopranoto kemudian memutuskannya untuk menjadi orang miskin dan tinggal di luar istana. Tahun 1900-an, dia mantap meninggalkan segudang warisan kekayaan dan pekerjaan prestisius di jabatan kolonial demi menyatu sebagai warga miskin.

Sejak saat itulah, dia aktif mengadvokasi kebutuhan warga. 

Saat memulai hidup baru, pria kelahiran 11 Agustus 1871 itu harus memulai lagi dari awal, termasuk soal kekayaan. Pada 1920-an, dia memutuskan menjadi guru di sekolah milik adiknya, Ki Hajar Dewantara, yakni Taman Siswa.

Selama proses perjuangan, Soerjopranoto aktif dalam ranah pergerakan nasional mewujudkan kemerdekaan.

Takashi Shiraishi dalam Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926 (1997) mencatat, dia aktif di Boedi Oetomo hingga Sarekat Islam. Salah satu pergerakan paling penting yang dilakukannya adalah ketika memimpin gerakan buruh.

Dia tercatat sebagai orang pertama yang berhasil memimpin demonstrasi pemogokan buruh-buruh sepanjang sejarah Indonesia. Keberhasilannya membuat pemerintah kolonial geram. Atas dasar ini, dia dijuluki "raja mogok".

Rasa balas dendam Soerjopranoto kemudian terselesaikan ketika Indonesia merdeka tahun 1945. Setelah merdeka, Soerjopranoto tak menghilangkan idealismenya. Dia tetap hidup miskin bersama warga di luar istana sampai akhir hayat.


(mfa/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |