Prospek Industri Telekomunikasi RI di Tengah Dinamika Geopolitik Dunia

5 hours ago 2

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Industri telekomunikasi memiliki peran yang sangat penting dan telah menjadi tulang punggung era digital dalam mendukung konektivitas, pertumbuhan ekonomi, dan transformasi digital. Di tengah akselerasi transformasi digital, kebutuhan akan konektivitas tak hanya menjadi kebutuhan dasar, tetapi juga penopang utama ekonomi digital global. Namun, dalam beberapa waktu terakhir, sektor ini tak kebal dari tekanan pasar.

Investor PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) sedang berada dalam frustrasi yang bisa dipahami. Dengan laba bersih Rp 23,6 triliun pada tahun 2024 dan rasio pembayaran dividen (DPR) 89%, Telkom membagikan dividen sebesar Rp 21 triliun atau Rp 212,46 per saham pada Juni 2025 menyatakan bahwa fundamental Telkom masih solid di atas kertas namun terasa tak cukup untuk mengangkat valuasi di tengah sentimen pasar yang muram.

Banyak analis menunjuk hal ini terjadi karena adanya persaingan ketat di layanan seluler, disrupsi fixed broadband, dan beban investasi yang masif. Namun, analisis tersebut kehilangan satu variabel krusial yang kini menjadi salah satu penentu utama: Geopolitik.

Fluktuasi pasar saham global yang dipicu oleh suku bunga tinggi, ketegangan geopolitik, perlambatan ekonomi China, serta perang teknologi antara negara besar telah menciptakan iklim yang tidak stabil bagi sektor teknologi dan telekomunikasi. Kondisi ini menimbulkan tantangan sekaligus peluang: tekanan jangka pendek, namun potensi pertumbuhan jangka panjang tetap terbuka lebar.

Sentimen Investor terhadap Sektor Teknologi dan Telekomunikasi
Sektor teknologi secara global telah mengalami koreksi signifikan sejak tahun 2022, imbas dari aksi jual investor saat bank sentral dunia mulai mengetatkan likuiditas. Sektor telekomunikasi meski tidak tumbuh seagresif perusahaan teknologi digital ikut terdampak sentimen negatif ini. Bagi trader jangka pendek, saham telekomunikasi dengan margin tipis dan belanja modal raksasa jelas kurang menarik.

Namun demikian, sektor ini tetap menarik bagi investor jangka panjang karena karakteristiknya yang defensif. Layanan komunikasi, internet, dan data center tetap dibutuhkan dalam kondisi apapun, menjadikannya salah satu sektor paling resilien dalam portofolio strategis.

Potensi Pertumbuhan di Pasar Berkembang
Negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, dan kawasan Afrika memiliki potensi pertumbuhan telekomunikasi yang masih tinggi. Penetrasi internet yang belum maksimal, urbanisasi yang meningkat, dan transformasi digital di sektor publik dan swasta menjadi motor utama permintaan konektivitas.

Di sinilah peluang besar muncul: perluasan jaringan fiber optik, pembangunan infrastruktur 5G, serta digitalisasi layanan publik dan UMKM. Operator telekomunikasi yang mampu menangkap potensi ini akan memperluas basis pendapatannya secara signifikan.

Tantangan: Penurunan Nilai Saham dan Biaya Operasional yang Tinggi
Meski prospek jangka panjang menjanjikan, dalam jangka pendek operator menghadapi tantangan berat. Harga saham yang menurun menekan nilai perusahaan dan mempersempit ruang ekspansi. Sementara itu, Telkom telah mampu melakukan perbaikan biaya operasional dengan baik dan efisien. Walaupun terdapat kebutuhan investasi infrastruktur yang mengalami kenaikan harga energi dan teknologi namun bisa diseimbangkan dengan efisiensi biaya operasional lainnya.

Lebih jauh lagi, kompetisi harga di antara operator lokal juga menekan margin keuntungan. Jika tidak disertai efisiensi dan inovasi, banyak operator bisa terjebak dalam siklus stagnasi pendapatan.

Inovasi dan Diversifikasi Pendapatan sebagai Solusi
Untuk bertahan dan berkembang, perusahaan telekomunikasi tidak bisa hanya mengandalkan layanan konektivitas dasar. Inovasi adalah kunci. Diversifikasi ke layanan digital seperti cloud, data center, digital banking, Internet of Things (IoT), hingga AI-driven analytics menjadi arah baru untuk menciptakan nilai tambah dan membuka sumber pendapatan non-tradisional.

Telkomsel mulai agresif masuk ke layanan digital dan API platform. Langkah ini penting tidak hanya untuk pertumbuhan, tapi juga untuk menjaga relevansi di tengah era disrupsi digital yang cepat.

Di tengah ancaman, muncul peluang terbesar Telkom yang juga berakar dari geopolitik: kedaulatan data (data sovereignty). Skandal spionase dan kekhawatiran privasi global telah membuat pemerintah dan korporasi baik domestik maupun multinasional semakin waspada dalam menempatkan data mereka. Menaruh data sensitif warga negara atau data strategis perusahaan di cloud server milik raksasa teknologi AS atau China kini dipandang berisiko tinggi.

Di sinilah posisi Telkom sebagai BUMN menjadi kartu truf. Melalui anak usahanya seperti Telkomsigma dan bisnis data center NeutraDC, Telkom adalah kandidat utama untuk menjadi "benteng pertahanan" data nasional. Mereka menawarkan netralitas dan kepercayaan yang tidak dimiliki pemain asing.

Bisnis data center dan cloud adalah masa depan pertumbuhan dengan margin tinggi. Ini adalah peralihan dari bisnis konektivitas B2C (Business-to-Consumer) yang berdarah-darah ke bisnis B2B (Business-to-Business) dan B2G (Business-to-Government) yang lebih stabil dan menguntungkan.

Pasar data center di Indonesia diproyeksikan dapat tumbuh eksponensial. Menurut riset dari Frost & Sullivan yang dirilis pada tahun 2022, industri pusat data (data center) Indonesia diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 17,3% antara tahun 2022 hingga 2027.

Kesimpulan
Fluktuasi pasar saham global telah menciptakan tekanan yang nyata bagi industri telekomunikasi, tetapi bukan berarti sektor ini kehilangan arah. Resiliensi bisa dicapai melalui adaptasi model bisnis dan efisiensi operasional. Sementara itu, masa depan tetap bisa dijemput lewat inovasi dan diversifikasi.

Penulis melihat Telkom sebagai perusahaan telekomunikasi dengan market terbesar di Indonesia mampu melihat lebih dari sekadar tantangan pasar hari ini, dan berani berinvestasi pada ekosistem digital masa depan, sehingga potensi Telkom menjadi pemenang dalam lanskap ekonomi digital global yang terus berevolusi menjadi sangat besar dan selama perusahaan ini berdiri Telkom telah mampu membuktikan kesuksesan yang signifikan dalam setiap fase transformasi perusahaan.

Penulis juga melihat, dengan adanya pergantian jajaran Board of Executives (BOE) yang terjadi pada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) baru-baru ini adalah intervening variable paling signifikan bagi Telkom, para investor saat ini masuk dalam fase wait and see. Proyeksi 6-12 bulan ke depan tidak lagi hanya soal kinerja operasional, tetapi soal tingkat kepercayaan pasar terhadap kepemimpinan yang baru.

Penulis berpendapat hal ini menjadi nilai positif bagi pertumbuhan bisnis Telkom, dengan didukung oleh keberhasilan pilar strategi Telkom ke depan di antaranya : Keberhasilan sinergi Fixed Mobile Convergence (FMC) antara Telkomsel dan IndiHome, Agresivitas dalam mengkapitalisasi aset data center, ketahanan segmen enterprise sebagai penopang pertumbuhan baru.


(miq/miq)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |