Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Pada awal Januari 2025, Pemerintah akhirnya menerima putusan Mahkamah Agung (MA) untuk memperbaiki aturan mengenai pinjaman daring (pindar). Gugatan tersebut dilayangkan oleh 19 warga melalui citizen lawsuit terkait dengan pindar.
Salah satu yang tergugat tentu saja, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator pinjaman daring. Regulator, termasuk OJK, dianggap lalai untuk mengatur dan mengawasi pindar yang beredar di masyarakat. Pemerintah selanjutnya, disebut akan membentuk kelompok kerja atau Pokja dengan ketua Pokja adalah Wakil Menteri Hukum.
Sebelum kita membahas apa saja yang perlu diperbaiki oleh pokja, kita perlu membahas terlebih dahulu seperti apa pasar, karakteristik, dan perilaku pemain ekosistem pinjaman daring. Kita juga perlu tahu bahwa ada pinjaman daring yang legal secara hukum, artinya mereka resmi berizin dari OJK.
Namun demikian, jumlahnya jauh lebih kecil dari pindar yang ilegal. Data yang tercatat, platform pindar yang legal jumlahnya hanya 96 platform. Sedangkan hingga 2024, terdapat 2.930 platform ataupun website pindar yang ilegal yang pernah ataupun sedang beroperasi di Indonesia.
Pindar mempunyai bentuk pasar dua sisi dan memiliki dinamika atau hubungan yang unik. Sisi pertama adalah sisi konsumen akhir, yaitu peminjam atau biasa disebut borrower. Sisi kedua adalah investor atau pemberi pinjaman yang sering disebut sebagai lender.
Baik lender dan borrower mempunyai kepentingan yang berbeda dalam melihat suku bunga atau bunga manfaat di industri pinjaman daring. Pilihan antara pembiayaan online dan konvensional bergantung pada kebutuhan spesifik lender dan borrower, seperti preferensi risiko, ekspektasi pengembalian, dan tujuan finansial mereka.
Perubahan kebijakan atau kondisi di satu sisi pasar, baik peminjam maupun pemberi pinjaman, akan berdampak langsung pada keseimbangan seluruh ekosistem. Salah satu isu yang menjadi perhatian adalah penurunan suku bunga di sisi peminjam.
Kebijakan ini mungkin dimaksudkan untuk mendorong aksesibilitas kredit yang lebih luas dan terjangkau, tetapi memiliki konsekuensi yang tak terelakkan bagi sisi pemberi pinjaman. Akibatnya, ekosistem pindar menghadapi risiko gangguan stabilitas operasional, yang berpotensi menghambat perkembangan sektor secara keseluruhan.
Kebijakan Bunga Manfaat
Ketika suku bunga untuk peminjam turun, daya tarik bagi pemberi pinjaman individu, terutama pemberi pinjaman ritel, cenderung menurun. Bagi pemberi pinjaman ritel, keuntungan finansial menjadi motivasi utama dalam memberikan pinjaman.
Jika keuntungan yang diterima tidak lagi kompetitif dibandingkan dengan instrumen investasi lain, maka keputusan mereka untuk menarik diri dari platform pinjaman daring menjadi rasional. Penurunan partisipasi pemberi pinjaman ritel memiliki efek domino. Saat ini, proporsi pemberi pinjaman ritel hanya 10 persen. Sudah semakin menurun dibandingkan dua hingga tiga tahun lalu yang mencapai 20 persen.
Dengan semakin sedikitnya dana yang tersedia di platform, likuiditas untuk menyalurkan pinjaman pun terganggu. Pada akhirnya, keterbatasan likuiditas ini berdampak pada berkurangnya kemampuan pindar dalam memenuhi permintaan pinjaman, sehingga secara langsung mempengaruhi operasional platform.
Tak hanya itu, perusahaan rintisan fintech yang mengandalkan investasi untuk mendukung operasional juga akan merasakan tekanan saat kepercayaan pasar terhadap model bisnis ini mulai goyah.
Berbeda dengan pemberi pinjaman ritel, bank sebagai salah satu pemberi pinjaman institusional di platform pindar memiliki insentif yang lebih beragam. Selain mendapatkan bunga dari pinjaman, bank melihat peluang strategis dalam berkolaborasi dengan pindar.
Dalam banyak kasus, peminjam di platform pindar berpotensi untuk diakuisisi sebagai nasabah perbankan di masa mendatang. Kolaborasi ini menguntungkan bank dalam memperluas basis nasabah sekaligus mendiversifikasi portofolio penyaluran dana nasabah.
Dinamika ini menunjukkan bahwa kebijakan suku bunga pada platform pindar perlu dievaluasi secara berkala, dengan mempertimbangkan kepentingan peminjam dan pemberi pinjaman. Saat ini, OJK sudah mengeluarkan kebijakan bunga manfaat yang relatif bisa diterima oleh semua kalangan.
Kebijakan tersebut mengatur mengenai perbedaan bunga manfaat yang dibedakan dari sisi jangka waktu. Jangka waktu pinjaman dan investasi lebih dari enam bulan, bunga manfaat yang didapatkan lebih rendah. Sebaliknya, jangka waktu pinjaman dan investasi kurang dari enam bulan, bunga manfaat yang didapatkan semakin tinggi. Masyarakat diberikan pilihan untuk melakukan pembiayaan sesuai dengan kemampuan membayarnya masing-masing.
Bagi peminjam, suku bunga yang lebih rendah memang memberikan akses pembiayaan yang lebih terjangkau. Namun, bagi pemberi pinjaman, manfaat finansial harus tetap cukup kompetitif untuk mendorong mereka berpartisipasi. Di sinilah tantangan muncul: bagaimana menetapkan suku bunga yang adil dan seimbang, sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan kedua belah pihak tanpa merugikan satu sisi pasar?
Pinjaman Ilegal
Selain mengevaluasi suku bunga, transparansi dan edukasi bagi pemberi pinjaman ritel juga penting. Banyak pemberi pinjaman ritel yang belum sepenuhnya memahami risiko yang melekat pada investasi pindar. Dengan meningkatkan literasi keuangan, platform dapat membantu pemberi pinjaman memahami potensi manfaat dan risiko keterlibatan mereka, sehingga keputusan investasi menjadi lebih tepat.
Peminjam pindar juga perlu diberikan edukasi lebih masif terkait dengan perbedaan pindar ilegal dan legal. Selama ini, pindar yang lebih banyak beredar adalah pinjaman daring yang ilegal.
Pindar yang ilegal ini pasti meminta akses ke foto, kontak nomor telepon, hingga media sosial. Padahal secara resmi, platform pindar hanya diperbolehkan untuk meminta akses terhadap kamera, mikrofon, dan lokasi.
Ketika ada platform pindar meminta akses selain ketiga layanan device tersebut, maka platform tersebut bisa dipastikan ilegal. Masyarakat harus mengecek akses kepada sistem apa saja sebelum mereka melakukan pinjaman di sebuah platform pindar.
Pokja perlu memberikan perhatian lebih kepada maraknya pindar ilegal yang berbahaya. Pindari ilegal bukan hanya mengakses foto, kontak dan akses penting lainnya, tapi juga mempraktikan penagihan yang merugikan masyarakat luas.
Selain itu, urusan pindar ilegal ini seringkali dilimpahkan ke OJK, bukan ke Aparat Penegak Hukum. Pokja yang terdiri dari lintas institusi, saya rasa lebih bisa bergerak banyak menangani pindar yang ilegal.
Pokja Pinjaman Daring juga perlu untuk melakukan pemberantasan terhadap aktivitas pindar ilegal melalui patroli siber. Beberapa platform dan website yang terindikasi pindar ilegal harus ditutup serta ditelusuri hingga kepada pemilik modalnya.
Kondisi pasar yang dinamis membutuhkan respons yang adaptif. Agar tetap relevan dan kompetitif, pemberi pinjaman pindar perlu memperluas daya tarik mereka lebih dari sekadar menawarkan suku bunga yang kompetitif.
Inovasi produk, diversifikasi portofolio pinjaman, dan peningkatan kualitas kredit peminjam adalah beberapa langkah yang dapat diambil. Dengan cara ini, platform dapat menawarkan manfaat yang lebih luas bagi pemberi pinjaman, seperti manajemen risiko yang lebih baik dan peluang investasi yang lebih menarik.
Kolaborasi antara pinjaman daring dan perbankan juga perlu didorong, tetapi harus dalam kerangka yang mendukung inklusivitas. Peran perbankan sebagai mitra strategis dapat memberikan stabilitas tambahan bagi ekosistem, sementara pemberi pinjaman ritel tetap menjadi pilar utama yang mendukung keberlanjutan platform.
Pindar memiliki potensi besar untuk mendukung inklusi keuangan di Indonesia. Namun, agar potensi ini dapat terwujud, diperlukan keseimbangan yang cermat dalam mengelola suku bunga dan operasional platform. OJK sebagai regulator memiliki peran strategis untuk memastikan keseimbangan ini tetap terjaga, dengan mendengarkan aspirasi dari kedua belah pihak pasar.
(miq/miq)