Menkes Benar, Punya Gaji Rp15 Juta Lebih Sehat dan Berumur Panjang

6 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin baru-baru ini memantik kontroversi karena menyebut orang bergaji tinggi biasanya akan lebih sehat dan pintar. Indikator gaji tinggi ini Budi anggap berada di level Rp 15 juta. Bila masyarakat memiliki penghasilan sebulan di level itu, ia pastikan merupakan orang yang pintar maupun sehat.

"Apa sih bedanya orang yang gajinya Rp 15 juta sama Rp 5 juta? Cuma dua, satunya Rp 15 juta pasti lebih sehat dan lebih pintar," kata Budi dalam acara diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, belum lama ini. 

Pernyataan Menkes dianggap tidak sensitif dengan penderitaan rakyat kelas bawah yang berjuang untuk sekedar melanjutkan hidup.

Terlepas dari kontroversi tersebut, penelitian yang diterbitkan di Journal of the American Medical Association (JAMA) menunjukkan gaji rendah bisa berpengaruh terhadap kondisi kesehatan hingga harapan hidup.

Para peneliti dari Mailman School of Public Health Universitas Columbia melacak pekerjaan dan metrik kesehatan dari sekitar 4.000 pekerja di Amerika Serikat selama 12 tahun. Mereka menggunakan data Health and Retirement Study Universitas Michigan yang dikumpulkan antara tahun 1992 dan 2018. Semua peserta setidaknya berusia 50 tahun pada awal masa studi dan 60-an pada akhir masa studi.

Hasilnya, menurut studi, pekerja paruh baya yang cenderung mendapatkan gaji rendah memiliki risiko kematian yang lebih tinggi. Bahkan berisiko dua kali lebih tinggi bagi mereka yang memiliki pekerjaan tidak tetap dan terus menerus memperoleh bayaran rendah.

Efek negatif gaji rendah terhadap kondisi kesehatan dan tingkat stress

Pekerja dengan upah rendah masuk ke dalam kategori paling berisiko dalam angkatan kerja. Sebab, mereka selalu melakukan pekerjaan yang berisiko di tempat kerja, cenderung lebih stres, dan memiliki risiko tinggi terhadap kesehatan.

Data penelitian menunjukkan, pekerja dengan upah rendah secara signifikan lebih sering melaporkan kesehatan yang buruk, gejala depresi, dan tidak memiliki asuransi kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan mereka.

"Upah adalah faktor risiko yang dapat diubah dan ditindaklanjuti untuk meningkatkan kesehatan dan ketidaksetaraan kesehatan," tulis para peneliti.

Pergeseran komposisi pasar tenaga kerja dan kurangnya jumlah tenaga pekerja di daerah telah mendorong kenaikan upah di AS selama dua tahun terakhir. Namun, umumnya kenaikan upah tersebut tidak dapat mengimbangi inflasi harga yang tinggi.

Menurut Indeks Biaya Ketenagakerjaan Biro Statistik Tenaga Kerja AS, bila menyesuaikan inflasi, upah dan gaji turun sebanyak 1,2 persen untuk setahun.

Pekerja berpenghasilan rendah dan menengah, terutama dari industri rekreasi dan perhotelan, biasanya mengalami pertumbuhan upah yang lebih cepat daripada mereka yang berpenghasilan lebih tinggi. Namun, pendapatan rumah tangga tetap tidak merata dan mereka terus dirugikan akibat terjadinya inflasi.

Peneliti Federal Reserve Bank of Dallas menyebutkan, sebagian besar pendapatan rumah tangga berpenghasilan rendah digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti makanan, gas, dan sewa tempat tinggal. Lalu, mereka juga tidak memiliki tabungan.


(hsy/hsy)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Efek Domino Perang Dagang ke Bisnis Parfum Lokal

Next Article Begini Cara Dapat Skrining Kesehatan Gratis Meski Tak Ada BPJS

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |