Jakarta, CNBC Indonesia- Memasuki musim Haji 2025, Arab Saudi menghadapi tantangan yang tak bisa disepelekan. Di antaranya suhu ekstrem yang kembali diprediksi melonjak serta risiko keselamatan jutaan jemaah. Refleksi atas musim Haji tahun lalu menjadi peringatan keras.
Hingga hari ini, Rabu (21/5/2025) pagi, sebanyak Sebanyak 135.093 jemaah haji RI sudah tiba di Tanah Suci. Hingga hari ini tercatat 35 jemaah haji wafat.
Salah satu persoalan besar yang dihadapi jamaah haji ke depan adalah suhu panas ekstrem di Arab Saudi. Suhu di Kota Makkah saat ini diperkirakan mencapai 39 hingga 43 °C pada siang hari dan tetap hangat di malam hari.
Persoalan suhu ekstrem memang bukan kali pertama terjadi.
Menurut laporan AFP, sebanyak 1.301 jemaah wafat selama Haji 2024 angka yang membuat musim lalu menjadi salah satu yang paling mematikan dalam sejarah ibadah ini. Mayoritas korban dilaporkan meninggal akibat serangan panas atau heatstroke, ketika suhu di Mekah mencapai titik ekstrem 51,8°C.
Dari jumlah tersebut, 83% merupakan jemaah tanpa izin resmi Haji, sehingga tidak mendapat akses fasilitas vital seperti tenda ber-AC atau jalur medis cepat
Hal ini menunjukkan bahwa tata kelola jemaah ilegal masih menjadi titik rawan dalam manajemen Haji. Pemerintah Saudi dituntut memperkuat infrastruktur juga memperluas kesiapsiagaan menghadapi jemaah di luar kuota resmi, yang diperkirakan akan kembali hadir tahun ini melalui visa turis.
Bagi jemaah Indonesia, persoalan ini bukan sekadar catatan statistik. Sebanyak 461 jemaah Indonesia wafat pada Haji 2024, menurut Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama RI. Jumlah ini memang lebih rendah dibanding 773 pada 2023, namun tetap mengindikasikan risiko tinggi yang dihadapi jemaah Indonesia, terutama yang lanjut usia dan rentan terhadap suhu ekstrem.
Sebelumnya, pada 2024 550 jemaah dari berbagai negara tewas akibat panas ekstrem, dan lebih dari 2.000 lainnya dirawat karena heatstroke. Sementara itu, jemaah asal Mesir menyumbang 323 korban jiwa, sedangkan Yordania mencatat 60 kematian. Seorang diplomat yang dikutip AFP menyebut bahwa "semua korban asal Mesir meninggal karena panas, kecuali satu yang terluka dalam insiden kerumunan."
Sejumlah langkah mitigasi sudah ditempuh Arab Saudi sejak beberapa tahun terakhir.
Misalnya, penggunaan aspal berlapis bahan pemantul panas, pemasangan sistem kabut air, pembangunan lebih dari 100.000 tenda berpendingin, serta distribusi air dan payung oleh relawan. Namun, pakar kesehatan dari King Abdullah International Medical Research Center, Abderrezak Bouchama, menegaskan bahwa pendingin udara masih menjadi langkah paling efektif untuk mencegah kematian akibat panas.
Meski otoritas Saudi belum merinci langkah konkret untuk Haji 2025, yang dijadwalkan berlangsung pada Juni mendatang, para analis memperkirakan peningkatan kapasitas pendinginan dan kontrol ketat terhadap jemaah tak resmi akan menjadi sorotan.
Masalahnya, dengan sistem kuota dan biaya tinggi, banyak warga memilih jalur tak resmi demi bisa berhaji-sebuah praktik yang kerap berujung tragis.
Dalam jangka panjang, studi di jurnal Geophysical Research Letters memperingatkan bahwa periode 2047-2052 dan 2079-2086 akan menjadi masa paling rawan bagi jemaah Haji karena efek perubahan iklim.
Dengan waktu pelaksanaan Haji yang mengikuti kalender lunar Islam dan makin sering jatuh di musim panas, ancaman heatstroke akan menjadi krisis tahunan jika tak diantisipasi secara sistemik.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)