Mebel RI Terancam Kena Gebuk Vietnam-Malaysia di AS, Ini Pemicunya

7 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Kalangan pelaku usaha dan industri furnitur sedang resah akibat tambahan tarif ekspor ke Amerika Serikat (AS) pada produk Indonesia, efek dari kebijakan Presiden AS Donald Trump. Ketua umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengungkapkan bahwa banyak tenaga kerja di sektor yang terdampak.

"Perlu saya tegaskan bahwa sektor furnitur dan kerajinan Indonesia adalah salah satu sektor padat karya yang secara langsung menghidupi lebih dari 3 juta tenaga kerja. Ancaman tarif tambahan dari Amerika Serikat yang kabarnya mencapai 32% di luar tarif sektoral sebelumnya, sangat serius dampaknya," ujar Abdul Sobur kepada CNBC Indonesia, Selasa (14/7/2025).

Kekhawatiran pun muncul dimana harga produk furnitur Indonesia berpotensi tidak lagi bisa bersaing dengan negara lain seperti Vietnam hingga Meksiko.

"Jika tarif tambahan ini benar-benar berlaku dan tidak ada jalan keluar melalui negosiasi, maka potensi kenaikan harga produk furnitur Indonesia di pasar Amerika Serikat bisa naik 20%-35%," tekan Abdul Sobur.

"Ambil contoh sederhana yakni produk kursi kayu yang normalnya dijual ke buyer AS seharga US$ 100 per unit, dengan tarif ini harganya bisa naik jadi US$ 120-135 per unit. Artinya, kita kehilangan daya saing dibanding Vietnam, Malaysia, atau Meksiko yang mungkin mendapatkan perlakuan tarif lebih rendah," lanjutnya.

Toko Mebel di Klender Sepi Bak Kuburan. (CNBC Indonesia/Chandra Dwi)Foto: Toko Mebel di Klender Sepi Bak Kuburan. (CNBC Indonesia/Chandra Dwi)
Toko Mebel di Klender Sepi Bak Kuburan. (CNBC Indonesia/Chandra Dwi)

Ia pun mendorong pemerintah Indonesia untuk segera melakukan negosiasi bilateral lebih intensif agar produk furnitur Indonesia dapat tarif preferensi.

"Kemudian membuka akses pasar baru di Timur Tengah, Eropa Timur, dan Asia Selatan sebagai penyeimbang ketergantungan ke pasar AS," sebut Abdul Sobur.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Koordinator Airlangga Hartarto mengungkapkan Indonesia mendapatkan penundaan penerapan tarif resiprokal AS sebesar 32%. Hal ini diperoleh usai melakukan negosiasi dengan US Secretariat of Commerce Howard Lutnik dan United States Representative Jamieson Greer, pada 9 Juli 2025.

Airlangga kembali ke AS sebagai bentuk respons terhadap pengumuman Trump yang tetap memberlakukan tarif 32% seusai mengadakan negosiasi selama 90 hari, sejak pertama kali ia mengumumkan kebijakan perang tarif pada April 2025.

"Jadi pertama tambahan 10% (anggota BRICS) itu tidak ada. Yang kedua waktunya adalah kita sebut pause, jadi penundaan penerapan untuk menyelesaikan perundingan yang sudah ada," kata Airlangga, di Brussels, Belgia, Minggu (13/7/2025).

Airlangga mengatakan bahwa dari lawatannya ke Washington, AS itu, Indonesia diberikan waktu tiga minggu untuk melakukan negosiasi lanjutan. Guna menyelesaikan finalisasi negosiasi yang dilakukan.

"Jadi tiga minggu ini diharapkan finalisasi daripada fine tuning daripada proposal dan fine tuning daripada apa yang sudah dipertukarkan," sambungnya.


(fys/wur)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Pengusaha Mebel Desak Pemerintah Berangus Preman Ormas

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |