Israel Serang Iran-Alarm Perang Pecah, Pengusaha Cemaskan 3 Sektor Ini

19 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Israel mengonfirmasi telah melancarkan serangan militer besar-besaran ke sejumlah target strategis di Iran, termasuk fasilitas nuklir dan produksi rudal. Menurut pernyataan resmi pemerintah Israel pada Jumat (13/6/2025), operasi yang diberi nama "Rising Lion" itu dimaksudkan untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir.

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pun telah bersumpah akan memberikan "hukuman berat" kepada Israel karena telah menyerang negaranya. Artinya, tak berlebihan jika hal ini memicu kekhawatiran potensi semakin meluasnya perang di Timur Tengah.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Anggawira menyebut ketegangan militer yang memuncak antara Israel dan Iran bukan cuma jadi urusan geopolitik kawasan Timur Tengah. Di mata pengusaha Indonesia, ini adalah alarm krisis global yang bisa berdampak langsung pada energi, logistik, hingga industri strategis dalam negeri.

"Ketegangan militer antara Israel dan Iran bukan hanya isu geopolitik kawasan, tapi berpotensi membawa efek domino global, terutama di sektor energi, keuangan, dan logistik," kata Anggawira kepada CNBC Indonesia, Jumat (13/6/2025).

Menurut Anggawira, sektor energi adalah titik rawan paling utama. Jika konflik ini memicu gangguan di jalur strategis seperti Selat Hormuz, harga minyak mentah bisa melonjak tajam. Efeknya? Langsung terasa ke Indonesia yang masih sangat bergantung pada impor BBM.

"Indonesia yang masih bergantung pada impor BBM tentu akan langsung terdampak, mulai dari biaya energi industri, inflasi transportasi, hingga subsidi energi yang membebani APBN," jelasnya.

Tak hanya itu, penerbangan, logistik, dan manufaktur ekspor juga akan mendapat tekanan besar akibat melonjaknya ongkos produksi dan pengiriman.

Anggawira menyebut, pelaku usaha, terutama perusahaan terbuka dan BUMN strategis, sudah mulai memasukkan skenario geopolitik global dalam peta risiko bisnis sejak pandemi. Namun, tidak semua sektor punya daya tahan yang sama.

"Perusahaan padat impor, energi-intensif, dan berorientasi pasar ekspor ke Eropa/Timur Tengah akan lebih rentan," ujarnya.

HIPMI menilai ada tiga strategi utama yang perlu segera dijalankan pelaku usaha untuk meredam efek domino dari ketegangan Israel-Iran. Pertama, efisiensi energi dan operasional.

"Termasuk konversi ke energi alternatif, optimalisasi rantai pasok, dan renegosiasi kontrak logistik internasional," jelas Anggawira.

Kedua, buka pasar baru. "Terutama ke kawasan Asia Selatan, Afrika, dan ASEAN, untuk mengurangi ketergantungan pada negara-negara terdampak geopolitik," katanya.

Ketiga, investasi strategis. "Misalnya pada sektor energi domestik, infrastruktur logistik nasional, dan industri substitusi impor yang bisa mengurangi eksposur risiko global," tambahnya.

Pengusaha Butuh Tangan Pemerintah

Meski dunia usaha punya peran besar dalam bertahan di tengah krisis, Anggawira menekankan, peran pemerintah tetap krusial dalam menjaga stabilitas ekonomi.

"Dunia usaha tidak bisa bergerak sendiri. Pemerintah juga perlu siapkan fasilitas fiskal dan stimulus insentif yang adaptif terhadap risiko global, seperti penyesuaian harga energi, insentif logistik, dan jaminan pasokan bahan baku esensial," ujarnya.

Lebih lanjut, Anggawira mewakili HIPMI mengingatkan agar pelaku usaha tidak hanya reaktif, tetapi proaktif membangun ketahanan jangka panjang.

"Ketegangan Israel-Iran adalah pengingat bahwa ketahanan ekonomi Indonesia bukan hanya soal pertumbuhan, tapi juga soal resiliensi terhadap krisis global," pungkasnya.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Perang Baru Arab Bakal Pecah, Israel Bersiap Hantam Negara Ini

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |