Jakarta, CNBC Indonesia - Harga komoditas batu bara kembali melaju selama tiga hari beruntun. Hal ini membawa prospek positif terhadap harga saham di sektor energi fosil ini.
Merujuk Refintiv, harga batu bara pada perdagangan Kamis (10/7/2025) ditutup di posisi US$ 1113,5 per ton. Harganya menguat 0,53%. Penguatan ini memperpanjang tren positif batu bara. Dalam tiga hari, harganya terus menguat dengan total kenaikan 3,4%.
Harga penutupan kemarin adalah yang tertinggi sejak 7 Februari 2025 atau lima bulan terakhir.
Harga batu bara juga menunjukkan ketangguhannya dengan tetap menguat meskipun komoditas energi lain seperti minyak tengah jeblok.
Meskipun menghadapi tekanan ekonomi global, pasar batu bara metalurgi (coking coal) dan kokas (coke) tetap menunjukkan ketahanan luar biasa sepanjang 2025. Menurut Shanghai Metals Market (SMM), terdapat sejumlah faktor utama yang menjaga stabilitas pasar dan mendukung penguatan harga secara bertahap.
Di antaranya adalah stok rendah di fasilitas kokas utama menciptakan ketegangan pasokan dan menopang harga. Pasokan mulai menimbulkan kekhawatiran karena permintaan produk baja akhir tetap tinggi, terutama di sektor konstruksi, manufaktur, dan infrastruktur.
Yang paling signifikan, produksi pig iron yang tinggi menciptakan permintaan dasar (baseload) untuk kokas di China. Ini bersifat tidak elastis, artinya konsumsi kokas tetap tinggi selama blast furnace tetap berjalan, terlepas dari fluktuasi harga.
"Permintaan baja akhir tetap kuat... memicu minat beli kokas yang meningkat," Tulis SMM dikutip dari website resmi mereka.
Datangnya musim panas di sejumlah negara, seperti Eropa, juga ikut mendongkrak harga.
Negara-negara yang akan menghadapi musim panas dalam waktu dekat adalah negara-negara yang terletak di belahan bumi utara (Northern Hemisphere). Di antaranya adalah Jepang, Korea, China, Pakistan, dan Bangladesh.
Negara-negara Eropa seperti Inggris, Prancis, Jerman, Spanyol, Italia, Yunani, dan Polandia juga akan menghadapi musim panas.
Musim panas di wilayah ini biasanya berlangsung antara Juni hingga September, dan saat ini (Juli 2025), sebagian besar wilayah tersebut sedang atau akan mengalami puncak musim panas.
Penopang harga lainnnya adalah perkiraan tarif AS yang dapat mengganggu pasokan global dan memperketat pasar batu bara metalurgi. Tarif memicu lonjakan kepercayaan investor karena kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang membela batu bara. Kenaikan ini memberikan angin segar bagi perusahaan pertambangan, dengan saham-saham terkait mencatat lonjakan signifikan.
Trump Bill memberi angin segar bagi industri batu bara dengan subsidi langsung dan pemangkasan insentif energi bersih. Versi Senat bahkan memperkuat posisi batu bara lebih jauh dibanding versi DPR, dengan menambahkan insentif pajak khusus untuk produsen batu bara.
Kebijakan ini bertujuan menggenjot produksi domestik dan menjaga lapangan kerja di sektor tambang.
Di sisi lain, subsidi untuk energi terbarukan seperti angin dan surya akan dihapus total setelah 2027, kecuali proyek yang sudah berjalan. Hasilnya, batu bara kembali kompetitif karena lawan utamanya tak lagi didukung fiskal.
Serangkaian kebijakan legislatif dan eksekutif terbaru, mulai dari pencabutan moratorium sewa batubara federal hingga insentif pajak untuk batubara metalurgi.
Saham Batu bara ikut naik
Seiring dengan harga batu bara yang membara lagi, sederet saham batu bara pun ikut naik dalam seminggu terakhir.
Salah satu yang paling kencang ada saham PT Artha Mahiya Investama Tbk. (AIMS) sudah naik nyaris 5% pada perdaganagan Jumat hari ini (11/7/2025) sampai pukul 13.30 WIB, penguatan ini mengakumulasi gerak sepekan yang terbang lebih dari 24%
Saham lain yang bergerak atraktif ada PT Harum Energy Tbk. (HRUM) yang naik kisaran 3% dalam sepekan, sementara lainnya masih bergerak di bawah itu, seperti terlihat tabel berikut :
Saham batu bara bisa dibilang baru bergerak atraktif dalam jangka pendek ini, setelah berbulan-bulan turun. Dengan momentum harga komoditas yang sedang naik ini membuat peluang jangka pendek untuk pelaku pasar mengalokasikan kembali modal secara taktis ke aset-aset terkait batubara, termasuk saham.
Valuasi juga masih murah
Menariknya, saham batu bara bisa dinilai sudah murah dan sudah tidak terlalu terkena risiko drawdown signifikan karena sudah lewat periode ex-date dividen.
Sebagaimana kita tahu, sektor batu bara di RI sering bagi-bagi cuan dividen jumbo. Jadi, saham-saham ini sering juga jadi incaran dividen hunter.
Namun, risiko terbawa turun juga besar setelah periode cum date, hampir atau bahkan bisa lebih tinggi dari yield dividen itu sendiri.
Maka, untuk masuk ke saham batu bara yang sudah lewat periode pembagian dividen, ditambah momentum menjelang akhir tahun di mana permintaan naik, indeks dolar AS (DXY) turun, dan tarif AS akan semakin mendorong prospek positif energi fosil ini.
Menariknya lagi, valuasi sederet saham batu bara sudah ke zona murah, jika dihitung berdasarkan metrik Price to Book Value (PBV) terhadap rata-rata lima tahun sebagai berikut :
Namun, perlu dicatat juga, saham murah belum berarti bisa langsung dibeli. Volatilitas harga masih bisa membuat harga turun, yang artinya harga bisa semakin murah. Diperlukan kombinasi secara teknikal dan fundamental supaya pelaku pasar bisa membeli saham dengan pertimbangan yang lebih matang dan optimal memberikan imbal hasil dengan risiko yang lebih minim.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.(tsn/tsn)