Jakarta, CNBC Indonesia - Fenomena banyaknya Gen Z yang menganggur pada 2025 disebabkan oleh kombinasi beragam faktor struktural, ekonomi, dan sosial. Sudah memegang gelar sarjana pun kini menghadapi tantangan berat karena beberapa faktor yang menumpuk bersamaan.
Pada tahun 2025, jumlah Generasi Z (Gen Z) Indonesia yang menganggur masih menjadi isu serius.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada 2023 terdapat sekitar 9,9 juta penduduk usia muda (15-24 tahun) tanpa kegiatan atau youth not in education, employment, and training (NEET) di Indonesia.
Kebanyakan dari mereka adalah Gen Z yang harusnya tengah di masa produktif. Gen Z merupakan generasi yang lahir pada 1997-2012. Mereka sekarang berusia 12-27 tahun.
Persentase penduduk usia 15-24 tahun yang berstatus NEET di Indonesia mencapai 22,25% dari total penduduk usia 15-24 tahun secara nasional.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan NEET sebagai penduduk usia 15-24 tahun yang berada di luar sistem pendidikan, tidak sedang bekerja, dan tidak sedang berpartisipasi dalam pelatihan. Hal ini mengindikasikan adanya tenaga kerja potensial yang tidak terberdayakan.
Kemudian menurut BPS, ada berbagai alasan yang membuat anak muda masuk ke kelompok ini, seperti putus asa, disabilitas, kurangnya akses transportasi dan pendidikan, keterbatasan finansial, kewajiban rumah tangga, dan sebagainya.
Pada tahun 2023 ada sekitar 5,73 juta orang perempuan muda yang tergolong NEET. Proporsinya 26,54% dari total penduduk perempuan usia 15-24 tahun.
Sementara kelompok laki-laki muda yang tergolong NEET ada sekitar 4,17 juta orang. Proporsinya 18,21% dari total penduduk laki-laki usia 15-24 tahun.
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap tingginya tingkat pengangguran di kalangan Gen Z Indonesia yakni banyak lulusan Gen Z yang tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, terutama dalam bidang teknologi dan industri digital. Bahkan lulusan SMK dan SMA sering kali menghadapi kesulitan dalam memasuki dunia kerja karena kurangnya keterampilan praktis yang dibutuhkan oleh industri.
Selain itu, sebagian besar Gen Z baru menyelesaikan pendidikan dan belum memiliki pengalaman kerja yang cukup, sehingga sulit bersaing di pasar kerja.
Beberapa daerah di Indonesia juga masih memiliki keterbatasan dalam akses ke pelatihan keterampilan dan pendidikan lanjutan yang relevan dengan kebutuhan industri.
Tingginya tingkat pengangguran di kalangan Gen Z dapat berdampak negatif terhadap potensi demografi Indonesia. Jika tidak ditangani dengan serius, hal ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi daya saing Indonesia di tingkat global.
Adapun pada tahun 2025, jumlah lulusan sarjana (S1) di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 1,85 juta orang. Angka ini konsisten dengan data sebelumnya yang menunjukkan bahwa setiap tahun terdapat sekitar 1,8 juta mahasiswa yang lulus dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, baik sarjana, sarjana terapan, maupun diploma.
Namun, perlu dicatat bahwa meskipun jumlah lulusan sarjana terus meningkat, terdapat tantangan besar terkait penyerapan lulusan tersebut di dunia kerja. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencatat bahwa sekitar 1 juta lulusan perguruan tinggi per tahun menganggur, dan sekitar 80% lulusan bekerja di sektor yang tidak sesuai dengan bidang studi mereka.
Ancaman banyaknya pengangguran di kalangan sarjana Indonesia pada 2025 pun sangat nyata dan mengkhawatirkan, karena melibatkan persoalan sistemik, struktural, dan transformasi industri yang belum diantisipasi dengan baik.
Tiap tahun sekitar 1,8 juta hingga 1,9 juta lulusan sarjana dihasilkan, tapi penyerapan kerja tidak sebanding. Banyak universitas mencetak lulusan tanpa memperhatikan daya serap industri atau relevansi program studi. Akibatnya terjadi penumpukan lulusan tanpa pekerjaan bahkan beberapa tahun setelah wisuda.
Banyak juga perusahaan lebih memilih merekrut tenaga berpengalaman daripada fresh graduate, apalagi saat kompetisi tenaga kerja makin ketat karena banyaknya PHK. Ancaman lainnya sarjana baru akan bersaing dengan profesional yang sudah berpengalaman tapi kehilangan pekerjaan.
Nasib pemegang gelar sarjana sarjana tahun ini di tengah badai PHK dan tingginya pengangguran bisa menjadi masalah genting. Mereka berada dalam posisi yang sangat rentan karena harus bersaing di pasar kerja yang semakin sempit, penuh ketidakpastian, dan tidak stabil.
Diketahui, jumlah angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2025 sebanyak 153,05 juta orang, naik 3,67 juta orang dibanding Februari 2024. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) naik sebesar 0,80% poin dibanding Februari 2024.
Penduduk bekerja pada Februari 2025 sebanyak 145,77 juta orang, naik 3,59 juta orang dari Februari 2024. Lapangan usaha yang mengalami peningkatan terbesar adalah Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor sebesar 0,98 juta orang.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2025 sebesar 4,76%, turun 0,06 persen poin dibanding Februari 2024.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)