Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) dan China sepakat melanjutkan pembicaraan dagang. Hal ini membuat harga minyak terkerek naik.
Merujuk data Refinitiv, harga minyak dunia untuk jenis Brent pada perdagangan Kamis (5/6/2025) ditutup menguat 0,74% ke posisi US$ 65,34 per barel. Sementara untuk jenis minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 0,83% menjadi US$ 63,37 per barel.
Sementara pada perdagangan Jumat pagi ini (6/6/2026) per pukul 08.00 WIB, harga minyak mulai kontraksi lagi. Jenis Brent koreksi 0,24%, sementara WTI turun 0,32%.
Harga minyak terpantau menguat setelah muncul kabar AS dan China sepakat melanjutkan pembicaraan dagang mereka. Kesepatan itu tercapai setelah pembicaraan Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping via telepon.
Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group mengungkapkan "Jika ketegangan dagang mereda, hal ini akan meningkatkan ekspektasi permintaan minyak, baik di AS maupun di China,"
Kantor berita resmi Tiongkok, Xinhua, mengabarkan bahwa percakapan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping terjadi atas permintaan Trump.
Dalam pernyataannya di media sosial, Trump juga mengungkapkan bahwa topik utama pembicaraan mereka adalah perdagangan, dan hasil diskusi tersebut sangat positif.
Trump turut menambahkan bahwa akan ada pertemuan lanjutan antara pejabat tingkat rendah dari kedua negara untuk membahas isu dagang lebih lanjut.
"Kami berada dalam posisi yang sangat baik dengan China terkait kesepakatan perdagangan," ujarnya kepada awak media.
Di waktu yang hampir bersamaan, Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, juga menjalin komunikasi langsung dengan Presiden Trump. Hal ini merupakan bagian dari inisiatif pemerintah Kanada untuk mendesak AS mencabut tarif dagang, seperti disampaikan oleh Menteri Perindustrian Kanada, Melanie Joly.
Kabar mengenai kemajuan hubungan dagang antara AS dan China ini disambut antusias oleh pasar, terutama setelah harga minyak sempat turun 1% sehari sebelumnya. Penurunan harga tersebut dipicu oleh laporan yang menunjukkan peningkatan stok bensin dan bahan bakar sulingan di AS, melebihi ekspektasi, yang menandakan melemahnya permintaan energi di negara dengan ekonomi terbesar di dunia.
Selain perkembangan dari sisi perdagangan global, kebakaran hutan di Kanada yang mengancam produksi minyak juga menjadi faktor yang menahan penurunan harga. Meski begitu, analis PVM, Tamas Varga, memperingatkan bahwa pasar global bisa mengalami surplus pasokan pada paruh kedua tahun ini akibat peningkatan produksi dari negara-negara anggota OPEC+.
Harga minyak pada Kamis juga tertahan oleh keputusan Arab Saudi yang memangkas harga jual minyak mentah untuk pasar Asia di bulan Juli, mendekati titik terendah dalam dua bulan terakhir. Langkah ini diambil setelah OPEC+ menyepakati peningkatan produksi sebesar 411.000 barel per hari pada Juli.
Sebagai pemimpin de facto OPEC, Arab Saudi disebut-sebut mengambil tindakan tegas terhadap anggota yang melebihi batas produksi, dengan kemungkinan mencabut pengurangan produksi sebesar 2,2 juta barel per hari dari Juni hingga Oktober. Menurut Reuters, strategi ini dinilai sebagai upaya untuk merebut kembali pangsa pasar.
Dari sisi ekonomi domestik AS, laporan terbaru yang dirilis pada Rabu menunjukkan bahwa sektor jasa mengalami kontraksi pada bulan Mei, menandai yangpertama kali terjadi dalam hampir satu tahun terakhir.
Selain itu, data dari Departemen Tenaga Kerja menunjukkan adanya kenaikan jumlah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 31 Mei, menandai lonjakan kedua secara berturut-turut. Hal ini mencerminkan tekanan yang dialami pasar tenaga kerja, yang sebagian besar dipengaruhi oleh dampak negatif tarif perdagangan.
Di sisi lain, pasar juga tengah menanti rilis laporan penggajian nonpertanian AS yang dijadwalkan pada Jumat atau malam nanti. Hasil laporan ini diperkirakan akan memengaruhi arah kebijakan suku bunga oleh Federal Reserve. Menurut analis UBS, Giovanni Staunovo, ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah juga akan terus menjadi perhatian utama pelaku pasar dalam waktu dekat.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.(tsn/tsn)