Ekonomi Lumpuh di Goma, Warga Bayar Sekolah Pakai Minyak Goreng

8 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi nyaris lumpuh di Goma, Republik Demokratik Kongo. Bagaimana tidak, sistem perbankan 'babak belur; di sana akibat konflik berkepanjangan.

Masyarakat kini terpaksa mengganti uang tunai dengan barang kebutuhan pokok. Bahkan, biaya sekolah anak-anak pun dibayar menggunakan jeriken minyak sawit.

Sejak kelompok pemberontak M23 yang didukung Rwanda mengambil alih kota Goma pada Januari lalu, pemerintah Kongo menghentikan pengiriman uang tunai ke wilayah yang dikuasai pemberontak. Akibatnya, aktivitas perbankan lumpuh total.

Bank tutup di negara itu. ATM pun kini kosong melompong.

"Prioritas saat ini adalah bertahan hidup," kata seorang guru di Sekolah Majengo, Richard Mbueki, sambil mengangkat jeriken minyak sawit yang ditinggalkan oleh orang tua murid, dikutip AFP, Rabu (21/5/2025).

"Orang tua datang dengan membawa barang, lalu pihak sekolah menilai nilainya sesuai harga pasar. Setelah itu, nilainya dicatat dalam pembukuan dan kwitansi diberikan," jelas Augustin Vangisivavi, pengelola sekolah, menyebut Sekolah Majengo kini memang menerima pembayaran sekolah dalam bentuk bahan pokok seperti makanan.

Orang-orang berkendara melewati warga Kongo yang mengungsi akibat bentrokan baru-baru ini antara pemberontak M23 dan Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongo (FARDC), bersiap meninggalkan kamp dan kembali ke rumah setelah diperintahkan oleh pemberontak M23 untuk mengosongkan kamp di pinggiran Goma, Republik Demokratik Kongo, 12 Februari 2025. (REUTERS/Stringer)Foto: Orang-orang berkendara melewati warga Kongo yang mengungsi akibat bentrokan baru-baru ini antara pemberontak M23 dan Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongo (FARDC), bersiap meninggalkan kamp dan kembali ke rumah setelah diperintahkan oleh pemberontak M23 untuk mengosongkan kamp di pinggiran Goma, Republik Demokratik Kongo, 12 Februari 2025. 

Uang Digital 'Mimpi di Siang Bolong'

Meski pemerintah setempat dan otoritas baru di Goma menyarankan penggunaan uang digital, faktanya infrastruktur dan adopsi teknologi tersebut belum siap. Tidak seperti negara-negara di Afrika Timur lainnya, layanan pembayaran digital belum menjadi bagian dari keseharian warga Goma.

Sebagian warga yang masih menerima gaji, terutama dari lembaga internasional atau pemerintah, terpaksa menyeberang ke Rwanda untuk menarik uang tunai. Namun ini menimbulkan konsekuensi munculnya biaya tambahan.

Daya Beli Anjlok, Kriminalitas Naik


Sementara itu, kondisi ekonomi semakin tertekan. Banyak warga kehilangan pekerjaan seiring keluarnya staf-staf internasional dari wilayah konflik.

Godel Kahamby, mantan pegawai negeri, kini hanya bisa menjadi ibu rumah tangga. Ia mengatakan fokusnya kini hanya bertahan hidup.

"Tak ada lagi anggaran untuk baju baru, makan enak, apalagi hiburan," katanya.

Sementara itu, para pedagang mengeluhkan penurunan daya beli. Pasar Birere yang dulunya ramai kini tampak lengang di mana kapal-kapal yang biasa mengangkut barang ke Provinsi Kivu Selatan berangkat dengan muatan kosong.

"Dulu saya bisa jual 20 karung tepung jagung seminggu. Sekarang 10 karung sebulan saja sudah syukur," keluh Nelson Kombi, pedagang di kawasan Majengo.

Masyarakat Kongo, yang mengungsi akibat bentrokan baru-baru ini antara pemberontak M23 dan Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongo (FARDC), bersiap meninggalkan kamp dan kembali ke rumah setelah diperintahkan oleh pemberontak M23 untuk mengosongkan kamp di pinggiran Goma, Republik Demokratik Kongo, 12 Februari 2025. (REUTERS/Stringer)Foto: Masyarakat Kongo, yang mengungsi akibat bentrokan baru-baru ini antara pemberontak M23 dan Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongo (FARDC), bersiap meninggalkan kamp dan kembali ke rumah setelah diperintahkan oleh pemberontak M23 untuk mengosongkan kamp di pinggiran Goma, Republik Demokratik Kongo, 12 Februari 2025. (REUTERS/Stringer)


Solusi Darurat?

Di sisi lain, Kelompok M23 membentuk otoritas keuangan sendiri dan mengimbau warga menyimpan uang di lembaga tersebut. Namun hingga kini, kepercayaan masyarakat masih minim.

Para analis menyebutkan lembaga ini sebaiknya hanya digunakan untuk mengelola pajak lokal dan tidak lebih.

Di tengah kelangkaan dolar AS dan franc Kongo, dua mata uang utama negara itu, tingkat kejahatan di kota Goma dan Bukavu pun meningkat tajam, terutama pada malam hari.

Kondisi ini menjadi potret suram dari ekonomi yang runtuh akibat konflik, di mana rakyat kecil harus berjuang dengan segala cara demi bertahan hidup. Termasuk membayar pendidikan anak mereka dengan minyak goreng.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Manuver Perbankan Saat Dunia Waswas Efek Perang Dagang

Next Article Minta Bank Lokal Danai Proyek Hilirisasi, Ini Ternyata Maksud Bahlil!

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |