Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks mata uang dolar Amerika Serikat terhadap mata uang negara-negara maju atau yang dikenal sebagai (DXY) terus mengalami pelemahan, membuat nilai tukar dolar AS terus mengalami pelemahan, termasuk terhadap rupiah.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, kondisi ini disebabkan aliran modal asing yang mulai marak keluar dari Amerika Serikat, dan mulai bergeser ke aset-aset yang dianggap aman seperti emas, serta ke negara-negara pasar berkembang atau emerging market.
"Berdampak pada pergeseran aliran modal yang juga diikuti tidak hanya ke negara aset yang aman tapi juga mulai masuk ke emerging market, termasuk Indonesia," kata Perry saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Rabu (21/5/2025).
Perry mengatakan, nilai tukar rupiah sendiri terhadap dolar AS pada Mei 2025 (hingga 20 Mei 2025) telah menguat sebesar 1,13% (ptp) dibandingkan dengan posisi akhir April 2025.
Rupiah juga cenderung menguat dibandingkan dengan kelompok mata uang negara berkembang mitra dagang utama Indonesia dan kelompok mata uang negara maju di luar dolar AS.
Ia pun menegaskan, per kuartal II-2025, aliran masuk investasi portofolio pada Mei 2025 kembali meningkat, terutama ke SBN dan saham, sejalan dengan meredanya ketidakpastian global serta tetap baiknya prospek perekonomian Indonesia.
Perkembangan positif ini memperkuat ketahanan eksternal setelah pada April 2025 investasi portofolio mencatat net outflows, meskipun secara kumulatif triwulan II 2025 sampai 19 Mei 2025 masih tercatat net outflows 3,1 miliar dolar AS.
"Jadi tekanan terhadap nilai tukar rupiah mereda karena mata uang dollar mereda," tegas Perry
(arj/mij)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Rupiah Kian Perkasa! Tembus Rp16.300-an per Dolar AS
Next Article Hari Pertama Perdagangan 2025, Was-Was Rupiah Masih Rawan Melemah!