Jakarta, CNBC Indonesia - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memiliki serangkaian metode untuk melakukan penagihan pajak. Salah satunya adalah mengirim surat paksa.
Mengutip Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak Yang Masih Harus Dibayar (PMK 61/2023), surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Sandi Sahputra, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP), menjelaskan surat paksa memiliki kekuatan hukum tetap. Surat ini juga digolongkan sebagai dokumen hukum berbentuk surat perintah resmi yang diterbitkan oleh pemerintah berdasarkan undang-undang.
"Dengan wewenang dan kekuatan yang ditetapkan melalui undang-undang, secara hierarki, surat paksa memiliki kedudukan hukum yang setara dengan putusan pengadilan. Hal ini berarti surat paksa bukan sekadar dokumen biasa," ungkapnya dalam tulisannya di situs DJP, dikutip Rabu (28/5/2025).
Sandi mengungkapkan surat paksa merupakan tindakan penagihan aktif lanjutan setelah surat teguran disampaikan. Saat utang pajak sudah melewati tanggal jatuh tempo, namun belum terdapat pembayaran dan/atau upaya hukum lain dari wajib pajak, DJP melalui kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar akan menyampaikan surat teguran.
"Setelah lewat waktu 21 hari terhitung sejak tanggal surat teguran disampaikan dan masih belum ada pembayaran/upaya hukum lain dari wajib pajak, maka juru sita pajak negara (DJP) sebagai pejabat berwenang mewakili DJP akan memberitahukan surat paksa kepada wajib pajak," ungkap Sandi.
Dia mengatakan sebagai wajib pajak atau penanggung pajak yang masih memiliki utang pajak, jika kita didatangi JSPN yang membawa surat paksa, masyarakat tidak perlu panik. Jika memang menerima surat paksa, maka dia menyarankan wajib pajak melakukan langkah-langkah ini:
1. Memastikan Identitas dan Validitas Petugas Pajak
Jika kita mendapat kunjungan dari orang yang mengaku sebagai petugas DJP, kita patut memvalidasi kebenarannya. Pastikan yang datang benar-benar petugas DJP dengan meminta salinan surat tugas dan menyamakan dengan identitas/name tag yang dibawa oleh petugas.
Sandi mengingatkan agar wajib pajak memeriksa kembali dengan melihat surat tugas yang dibawa oleh petugas. Jangan lupa teliti penerbit surat tugas tersebut. Baca baik-baik kepala surat KPP penerbit surat tugas dan bila perlu lakukan konfirmasi dengan menelepon nomor telepon KPP tersebut.
2. Kumpulkan Semua Dokumen Dasar Penagihan Pajak/Dokumen Utang Pajak
Kumpulkan semua surat ketetapan pajak (SKP) dan/atau surat tagihan pajak (STP) yang pernah kita terima. Jika terdapat SKP/STP yang belum kita terima atau mungkin hilang, kita bisa meminta salinannya kepada KPP.
3. Baca Surat Paksa dengan Teliti
Baca baik-baik isi surat paksa. Jika kita belum pernah melihat fisik surat paksa, kita dapat melihatnya pada lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ2016 tentang Surat, Daftar, Formulir, dan Laporan yang Digunakan dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Pastikan format surat paksa sesuai dengan peraturan yang berlaku. Teliti nomor surat paksa, pejabat yang menandatangani surat paksa, dan KPP penerbit.
Setelah itu, teliti juga nomor dan tanggal ketetapan yang tertera pada surat paksa. Pastikan nominal ketetapan sesuai. Sandingkan dokumen SKP/STP yang kita miliki dengan surat paksa yang telah kita terima. Pastikan nomor ketetapan, tanggal ketetapan, dan nominal sudah sama. Jika terdapat perbedaan, kita boleh meminta penjelasan kepada petugas. Perhatikan pula tanggal ketetapan pajak. Ketetapan pajak memiliki masa daluwarsa penagihan pajak lima tahun sejak tanggal ketetapan diterbitkan.
4. Diskusikan dengan JSPN terkait Tata Cara Melunasi Utang Pajak
Sesuai dengan PMK 61/2023 selain dengan pelunasan utang pajak secara sekaligus dan sesegera mungkin, bagi wajib pajak yang tidak dapat melunasi utang pajak secepatnya, wajib pajak memiliki beberapa metode dalam pelunasan pajak terutang. Diskusikan dengan petugas pajak terkait hak dan kewajiban wajib pajak dalam rangka pembayaran utang pajak. Salah satu hak wajib pajak dalam penyelesaian utang pajak yaitu mengajukan permohonan penangsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak ke KPP terdaftar. Sebelum melakukan hal-hal ini, kita dapat berdiskusi dengan JSPN di KPP di mana kita terdaftar untuk mendapatkan informasinya secara lebih mendetail.
5. Seluruh Layanan Perpajakan Tidak Dipungut Biaya
Sandi mengungkapkan agar wajib pajak jangan pernah melakukan pembayaran dalam bentuk apa pun melalui oknum atau orang yang mengaku petugas pajak, apalagi dengan iming-iming utang pajak akan dikurangi, dihapuskan, atau hanya sekadar menawarkan bantuan dengan dalih wajib pajak tidak perlu repot untuk menyetor sendiri.
Pembayaran pajak wajib menggunakan kode billing pajak, dan dilakukan melalui channel resmi yaitu bank persepsi, kantor pos, atau penyedia jasa layanan pembayaran lain yang terdaftar. Jangan segan melaporkan ke saluran pengaduan DJP apabila terdapat oknum petugas yang meminta sejumlah uang/barang tertentu .
Sandi mengungkapkan wajib pajak berhak menolak atau menerima surat paksa. Namun, keputusan kita menolak atau menerima akan tetap dituangkan dalam berita acara pemberitahuan surat paksa.
"Artinya, saat kita menerima atau menolak surat paksa, dokumen tersebut tetap dianggap telah diberitahukan/disampaikan. Berita acara pemberitahuan ini merupakan dasar hukum melanjutkan tindakan penagihan selanjutnya. Jadi, walaupun kita menolak penyampaian surat paksa, tindakan penagihan pajak tetap dapat dilanjutkan," kata Sandi.
Oleh karena itu, dia mengatakan wajib pajak seharusnya tetap menerima surat paksa dengan baik. Jika masih terdapat permasalahan, perselisihan, ataupun ketidaksepahaman baik dari dasar penagihan pajak maupun tindakan penagihan pajak.
"Kita dapat meminta petugas menuliskannya pada berita acara pemberitahuan surat paksa tersebut. Selanjutnya, kita dapat berdiskusi di KPP terkait masalah-masalah ini," tegasnya.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini: