Jakarta, CNBC Indonesia - Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) makin menunjukkan taji-nya di kancah internasional. Mulai dari pertumbuhan transaksi ciamik sampai penggunaan antara negara, hal ini sampai bikin ketar-ketir Amerika Serikat (AS).
Sebagaimana diketahui, QRIS dan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) bulan lalu sempat menuai kontroversi karena dianggap hambatan perdagangan bagi pemerintah AS.
Hal itu tertuang dalam dokumen Foreign Trade Barriers yang dikeluarkan United States Trade Representative (USTR).
Menurut Ketua Umum Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), Santoso Liem menyatakan keunggulan QRIS yang lebih mudah, murah, dan interoperability itu yang menjadi perhatian bagi perusahaan-perusahaan switching AS.
"Nah inilah yang mengakibatkan mungkin merasa Visa dan Mastercard merasa tertinggal. Tapi menurut kami kita tidak menutup kemungkinan untuk kerjasama ke depan," kata Santoso.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI), Steve Marta memandang kebijakan perang dagang pemerintah AS yang menyorot QRIS dan GPN tidak tepat.
"Sorotan pemerintah AS terhadap QRIS dan GPN lebih dirasakan sebagai suatu usaha persaingan business," ujar Steve saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (22/4/2025).
Sebab, ia mengatakan kebijakan sistem pembayaran setiap negara dilakukan untuk kepentingan dalam negeri masing-masing.
"Keberadaan Visa dan Mastercard mulai mendapat tekanan dengan dimulainya negara-negara yang ingin mendapatkan independensi untuk pengelolaan sistem pembayaran nya sesuai dengan kepentingn kondisi di masing masing negara. Dari situ mulai lah negara negara membangun system pembayaran domestik seperti halnya GPN dan QRIS," terangnya.
Membahas soal QRIS, dalam perkembangannya sejak diluncurkan pada pertengahan 2019 lalu, artinya sekitar enam tahun berjalan sudah menunjukkan pertumbuhan luar biasa.
Melihat data transaksi sejak 2020 - 2024, volume transaksi sudah melesat lebih dari 50 kali lipat, sementara nilai transaksi terbang lebih pesat sampai lebih dari 80 kali.
Data terbaru sampai kuartal pertama tahun ini juga menunjukkan pertumbuhan yang tak kalah ciamik. Deputi Direktur Departemen Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau Bank Indonesia (BI) Sri Noerhidajati menyampaikan bahwa 38,1 juta UMKM menggunakan QRIS untuk menerima pembayaran hingga tiga bulan pertama tahun ini.
"Hingga triwulan I 2025 pengguna QRIS Alhamdulillah sudah mencapai 56,3 juta dengan volume mencapai 2,6 miliar transaksi dan merchant QRIS ini sebagian besar adalah UMKM sebanyak 38,1 juta," ungkap Sri.
Jumlah tersebut merepresentasikan pertumbuhan merchant UMKM yang tergabung dalam pembayaran QRIS sampai 19% secara tahunan (yoy).
Berdasarkan transaksinya, volume melonjak lebih dari 500% diikuti nilai transaksi tumbuh 150% menjadi Rp262,1 triliun. Secara jumlah nilai ini nyaris setara 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) RI per kuartal I/2025.
QRIS semakin masif digunakan salah satunya karena murah, bagi transaksi di bawah Rp500.000 tidak dikenai tarif alias 0%, dan yang paling mahal hanya dikenaik tarif senilai 0,7% dari setiap transaksi.
Menariknya, QRIS sudah bisa digunakan antar negara. Saat ini tercatat sudah ada sembilan negara yang bisa memakai payment ini langsung tanpa harus menukar uang melalui money changer, yaitu Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, Laos, Brunei Darussalam, Jepang, dan Korea Selatan.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Filianingsih Hendarta mengungkapkan bahwa QRIS secara khusus bisa digunakan untuk jajan di Jepang mulai 17 Agustus 2025.
Filianingsih menjelaskan BI dan otoritas sistem pembayaran di Jepang telah melakukan sandbox atau pengujian perangkat lunak yang terisolasi dan terkendali sejak 15 Mei 2025. "
Mudah-mudahan kalau tanpa halangan yang berarti, kita bisa launching penggunaan outbond pada tanggal 17 Agustus yang akan datang. Jadi orang Indonesia yang pergi ke Jepang bisa menggunakan pembayaran dengan scan QR di Jepang," ungkap Filianingsih dalam konferensi pers RDG, dikutip, Kamis, 22 Mei 2025.
Selain dengan Jepang, QRIS potensial masuk ke negara lain seperti Arab Saudi yang bertujuan memudahkan jamaah haji dalam transaksi keuangan, dan potensial merambah ke negeri Tirai Bambu atau Tiongkok.
CNBCI INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)