- Pasar keuangan Indonesia mencatatkan kinerja beragam pada perdagangan awal Juni, IHSG melemah tetapi rupiah menguat
- Wall Street kompak menguat pada perdagangan kemarin di tengah ketegangan China, AS dan Uni Eropa
- Melemahnya sejumlah indikator ekonomi serta ketegangan perang dagang akan menjadi sentimen utama pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada Senin (2/6/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambles, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat tipis, dan Surat Berharga Negara (SBN) terpantau dijual investor.
Pasar keuangan diperkirakan masih akan mendapatkan tekanan khususnya di tengah data domestik yang terus menunjukkan terjadi kemunduran. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentimen pasar bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 1,54% ke level 7.065 pada penutupan perdagangan kemarin, Senin (2/6/2025). Sebanyak 453 saham turun, 195 saham naik, dan 161 saham stagnan.
Investor asing keluar dari pasar saham Indonesia sebesar Rp2,81 triliun (all market) dengan rincian Rp2,73 triliun di pasar reguler dan Rp76,54 miliar di pasar negosiasi dan tunai.
Nilai transaksi hingga akhir perdagangan mencapai Rp22,24 triliun dengan melibatkan 26,4 miliar saham dalam 1,45 juta kali transaksi.
Secara sektoral, 10 dari 11 depresiasi dengan pelemahan paling signifikan yakni sektor finance sebesar 1,8%, kemudian sektor transportation yang ambruk 1,5%, dan sektor technology sebesar 1,3%.
Namun demikian sektor basic industry menjadi satu-satunya sektor yang mengalami apresiasi sebesar 0,59%.
Pelemahan IHSG kemarin didorong oleh pengumuman sejumlah data ekonomi penting RI, termasuk data Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk periode Mei 2025 dan neraca perdagangan April 2025 yang tidak memuaskan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) turun atau mengalami deflasi pada Mei 2025 sebesar 0,37%. Secara tahunan, IHK masih naik atau inflasi 1,60%
Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Senin (3/6/2025) menjelaskan, deflasi tersebut didorong oleh penurunan harga pada kelompok makanan, minuman dan tembakau. Di mana tercatat deflasi 1,40%.
Begitu pula dengan neraca perdagangan yang surplus tipis sekali bahkan tak sampai US$1 miliar atau tepatnya US$150 juta.
Sementara dari pasar mata uang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Senin (2/6/2025) ditutup pada posisi Rp16.240/US$ atau menguat 0,28%.
Mata uang Garuda sempat mengalami pelemahan hingga ke level Rp16.325/US$ secara intraday namun akhirnya ditutup secara impressive.
Selanjutnya, beralih pada imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau kembali naik ke angka 6,84%.
Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield naik berarti harga obligasi turun, hal ini menunjukkan investor mengurangi porsinya dalam aset SBN.
Pages