Jakarta, CNBC Indonesia - Laporan Global Gender Gap Report 2025 yang dirilis World Economic Forum (WEF) mengungkapkan, jumlah perempuan yang berhasil menembus posisi kepemimpinan senior secara global mengalami penurunan. Dalam data tersebut, penurunan terjadi selama tiga tahun berturut-turut.
Laporan yang mencakup 148 negara itu mengungkapkan, perempuan mencakup 41,2% dari total tenaga kerja global, meski begitu hanya 28,8% yang berhasil mencapai jabatan eksekutif atau manajemen tingkat atas. Angka ini menunjukkan perlambatan dibandingkan tren peningkatan sejak 2015, yang hanya naik tipis dari 25,7% ke 28,1% dalam kurun hampir satu dekade.
"Di banyak sektor, kenaikan di level puncak tidak diimbangi dengan promosi dari level menengah, yang dapat mengganggu kesinambungan talenta dalam jangka panjang," tulis WEF dalam laporan tersebut dilansir Euro News, Jumat (13/6/2025).
Disebutkan juga, jalur karier non-linear kini makin umum, terutama di kalangan perempuan, seiring meningkatnya pengalaman lintas industri. Sementara itu, secara keseluruhan indeks kesenjangan gender global membaik dan kini berada di angka 68,8% yang mengalami peningkatan paling signifikan sejak pandemi COVID-19. Namun dengan kecepatan saat ini, kesetaraan penuh baru bisa tercapai dalam waktu 123 tahun mendatang.
Islandia tetap mempertahankan posisinya sebagai negara paling setara gender selama 16 tahun berturut-turut dengan 92,6% kesenjangan gender telah ditutup. Di bawahnya terdapat Finlandia (87,9%), Norwegia (86,3%), Inggris (83,8%), dan Selandia Baru (82,7%) sebagai lima besar negara paling progresif soal kesetaraan gender.
Perempuan dan Ekonomi Berbasis AI
Managing Director di WEF, Saadia Zahidi menyebut negara-negara yang melakukan langkah nyata dalam memperkecil kesenjangan gender tengah mempersiapkan fondasi ekonomi yang lebih tangguh dan inovatif. Sementara itu, data dari LinkedIn yang dikutip dalam laporan menunjukkan, mengecualikan perempuan dari posisi kepemimpinan akan berdampak negatif pada ekonomi. Terlebih, di era transformasi digital dan kecerdasan buatan (AI), dibutuhkan keterampilan baru dari para pemimpin bisnis.
LinkedIn mencatat, perempuan 20% lebih mungkin memiliki jalur karier yang bervariasi. Mereka mengembangkan keterampilan beragam yang justru menempatkan mereka dalam posisi strategis untuk memimpin di tengah ekonomi berbasis AI.
"Seiring ekonomi global berubah, terutama karena AI, perempuan harus diberdayakan untuk memanfaatkan keterampilan dan keahlian yang telah mereka bangun lewat karier fleksibel mereka," ujar Global Head of Public Policy di LinkedIn, Sue Duke.
(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]