Terungkap! Baru 3 Perusahaan Kembangkan Hilirisasi Timah RI

7 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Kegiatan hilirisasi khususnya timah di Indonesia masih berjalan lamban. Hal itu dibuktikan dengan minimnya perusahaan yang membangun smelter timah menjadi produk tin powder, tin chemical.

Ketua Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) Harwendro Adityo mengungkapkan bahwa perusahaan yang sudah mengoperasikan hilirisasi timah adalah PT Timah Tbk (TINS) melalui anak usahanya yakni PT Timah Industri.

PT Timah Industri melakukan produksi tin solder dengan kapasitas 2.000 ton per tahun, Tin Chemical dengan kapasitas 21.000 ton per tahun, dan Tin Powder dengan kapasitas 100 ton per tahun.

"Hanya beberapa saja yang sudah membentuk hilirisasi, sehingga mengenai aplikasi logam timah pada industri turunannya masih sangat kecil," kata Harwendro saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI, Jakarta, dikutip Selasa (20/5/2025).

Di samping itu, terdapat 2 perusahaan yang saat ini masih dalam proses pembangunan pabrik hilirisasi timah menjadi tin solder dengan target produksi 4.000 ton per tahun.

Ada pula, PT Cipta Persada Mulia melalui anak usahanya PT Tri Charislink Indonesia yang akan memproduksi jenis tin solder hingga 40.000 ton per tahun, dan PT Batam Timah Sinergi yang akan memproduksi tin chemical 16.000 ton per tahun.

Kemudian, terdapat pabrik hilirisasi timah yakni PT Solderindo dengan produk tin solder sebesar 48.000 ton per tahun, dan PT Latinusa dengan produk tin plate sebesar 160.000 ton per tahun.

Alasan hilirisasi timah mandek

Harwendro mengungkapkan, alasan dibalik sulit terlaksananya hilirisasi timah di Indonesia. Pertama karena belum terbentuknya ekosistem industri hilir timah yang optimal.

"Hanya beberapa saja yang sudah membentuk hilirisasi, sehingga mengenai aplikasi logam timah pada industri turunannya masih sangat kecil," jelasnya.

Kedua, lanjut Harwendro adalah lantaran adanya pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap bahan baku logam timah untuk memproduksi timah solder yang akhirnya menyebabkan produksi timah solder dalam negeri kalah saing.

Ketiga, impor tin solder saat ini masih tidak dikenakan bea masuk dan menyebabkan produk tin solder dalam negeri kurang kompetitif.

"Padahal peminatnya cukup banyak dan industri-nya cukup banyak di Indonesia. Ini juga berpengaruh karena mereka bebas masuk ke Indonesia tanpa adanya pajak dan lain-lain," tambahnya.

Keempat, terang Harwendro, adalah lantaran pasar produk tin solder bervariasi mulai dari spesifikasi bentuk maupun komposisi yang menyesuaikan permintaan pembeli.

Sayangnya, regulasi ekspor tin solder dalam negeri hanya untuk spesifikasi tertentu, melalui Permendag No. 44/2014 yang mengatur standarisasi ukuran dan dimensi timah untuk ekspor. "Kemudian pasar solder bervariasi dari segala bentuk itu juga mempengaruhi komposisi dari mesin-mesin yang dimiliki oleh pabrik-pabrik solder," imbuh Harwendro.

Kelima, karena tidak ada keistimewaan kepada pelaku hilirisasi timah dalam hal kebijakan dan pemberian insentif fiskal, finansial, hingga infrastruktur kawasan khusus. "Karena ini kita diminta untuk berjalan sendiri, mencari dana sendiri, kemudian mencari buyer sendiri tanpa didukung oleh kebijakan dari pemerintah," tandasnya.


(pgr/pgr)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Ekspor Timah Indonesia Turun Drastis di 2024

Next Article Sentil Kasus Rp300 T Harvey Moeis, Prabowo: Vonisnya ya 50 Tahun!

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |