Semesta Raya Mendukung Bitcoin Terbang, Sanggup ke Level Berapa?

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Bitcoin menjadi aset yang dilirik oleh investor global dan dianggap sebagai tempat berlindung yang potensial di tengah kondisi makroekonomi global yang rapuh. Kegaduhan di Amerika Serikat hingga melonjaknya imbal hasil surat utang sejumlah negara menjadi "Senjata" baru Bitcoin untuk terus menguat ke depan.

Imbal hasil obligasi jangka panjang (30 tahun) melonjak di seluruh dunia karena kekhawatiran terhadap kebijakan fiskal yang ekspansif, ketegangan perdagangan, dan inflasi yang persisten. Kondisi ini mencerminkan meningkatnya premi risiko yang diminta investor untuk memegang obligasi pemerintah jangka panjang.

Dilansir dari Refinitiv, imbal hasil surat utang tenor 30 tahun secara year to date (hingga 23 Mei 2025) untuk Amerika Serikat (AS), Inggris, Jerman, dan Jepang masing-masing naik sebesar 5,18%, 7,13%, 19,9%, dan 33,26%.

Lonjakan imbal hasil obligasi jangka panjang secara global berdampak signifikan pada biaya pinjaman, pasar saham, dan aliran modal internasional.

Faktor-faktor pendorong kenaikan imbal hasil obligasi antara lain:

  1. Kebijakan Fiskal Ekspansif: Pemerintah di berbagai negara, termasuk AS, Inggris, dan Jepang, menerapkan kebijakan fiskal yang meningkatkan defisit anggaran, memicu kekhawatiran investor terhadap keberlanjutan utang.
  2. Ketegangan Perdagangan: Ketegangan perdagangan global, terutama antara AS dan mitra dagangnya, menambah ketidakpastian ekonomi dan mendorong investor menuntut imbal hasil lebih tinggi.
  3. Inflasi yang Persisten: Inflasi yang tetap tinggi membuat investor khawatir bahwa bank sentral akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama, meningkatkan imbal hasil obligasi.

Dikutip dari CNBC International, penjualan obligasi global semakin cepat karena penurunan peringkat kredit AS oleh Moody's dan tagihan pajak Presiden AS, Donald Trump telah mengemukakan kekhawatiran fiskal investor secara global.

Peristiwa seperti penurunan peringkat kredit atau anggaran yang berisiko meningkatkan defisit cenderung membawa masalah fiskal ke depan dan tengah pikiran investor, memaksa mereka untuk menilai ulang risiko jangka panjang, kata Rong Ren Goh, Manajer Portofolio, Pendapatan Tetap, Eastspring Investments.

Sementara Trump tidak mampu memengaruhi para pembangkang GOP untuk mendukung rancangan undang-undang pajak yang luas yang dapat meningkatkan utang AS sebesar US$3 triliun hingga US$5 triliun, tampaknya hal itu telah memicu kehancuran obligasi global.

"Pasar sama sekali tidak menganggap "RUU pajak yang besar dan menarik" Trump itu menarik," kata Vishnu Varathan, seorang direktur pelaksana di Mizuho Securities. "UST terpukul dalam aksi jual yang buruk."

Penjualan obligasi pemerintah terjadi setelah eksodus aset-aset Amerika pada bulan April, dan sebagian besar disebabkan oleh menurunnya kepercayaan investor terhadap aset-aset AS, kata pengamat pasar.

Bitcoin Jadi Aset yang Dipertimbangkan

Bitcoin kini menunjukkan perilaku yang bertentangan dengan model risiko konvensional. Alih-alih melemah saat kondisi makroekonomi memburuk, Bitcoin justru menguat.

Di tengah ketidakpastian global, lonjakan imbal hasil obligasi di Amerika Serikat dan Jepang, perlambatan pertumbuhan ekonomi, serta rendahnya kepercayaan konsumen di AS, Bitcoin berhasil mencapai level harga tertinggi baru pada 22 Mei 2025.

Paradoks ini menandai pergeseran cara investor memandang risiko dan aset pelindung. Jika sebelumnya Treasury AS dianggap sebagai aset paling aman, kini krisis utang yang membayangi dan meningkatnya imbal hasil justru membuat investor mulai beralih, dan Bitcoin menjadi salah satu alternatif utama dalam lanskap investasi yang sedang berubah.

Saat AS terus terjerumus dalam spiral utang dan Jepang mungkin mulai mengalami hal serupa, ekonomi global masih jauh dari kata pulih dan justru hal ini bisa menjadi pertanda baik bagi Bitcoin.

Secara tradisional, kenaikan imbal hasil obligasi biasanya akan menekan aset berisiko. Namun saat ini, baik pasar saham maupun Bitcoin justru terus menanjak. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa para investor mungkin mulai meninggalkan pendekatan investasi konvensional. Ketika kepercayaan terhadap sistem melemah, aset di luar sistem seperti saham dan Bitcoin mulai bersinar, meskipun secara teknis termasuk aset berisiko.

Lebih dari itu, di antara Bitcoin dan saham AS, semakin banyak institusi yang memilih Bitcoin. Seperti yang dicatat oleh The Kobeissi Letter, sebanyak 38% investor institusi tercatat dalam posisi underweight pada saham AS di awal Mei, level terendah sejak Mei 2023 menurut data dari Bank of America.

BoFAFoto: FMS US equity allocation lowest since May 2023
Sumber: BofA

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |