Rusia Tambah Senjata Nuklir Era Perang Dingin, Intel AS Warning NATO

10 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketegangan antara Rusia dan Barat kembali meningkat setelah Badan Intelijen Pertahanan AS (Defense Intelligence Agency/DIA) mengungkap bahwa Moskow kini tengah menambahkan rudal udara-ke-udara berhulu ledak nuklir ke dalam persenjataannya.

Senjata baru ini mengingatkan pada era Perang Dingin, saat Uni Soviet memiliki senjata serupa untuk menghadapi formasi pesawat pengebom musuh.

Rudal tersebut dirancang untuk diluncurkan dari pesawat tempur MiG dan Sukhoi milik Rusia, demikian disampaikan dalam laporan 2025 Worldwide Threat Assessment yang dirilis DIA pada 11 Mei lalu.

"Rusia tengah memperluas kekuatan nuklirnya dengan menambahkan kemampuan baru, termasuk rudal udara-ke-udara nuklir dan sistem nuklir eksperimental," tulis laporan tersebut, sebagaimana dikutip Newsweek, Jumat (23/5/2025).

Perkembangan ini muncul di tengah meningkatnya risiko konfrontasi langsung antara Rusia dan NATO. Moskow saat ini memperbesar kehadiran militernya di sepanjang perbatasan barat, meningkatkan belanja pertahanan hingga rekor tertinggi, serta memperluas operasi intelijen rahasia terhadap negara-negara Barat.

Sementara itu, para pejabat intelijen dan militer Barat mulai memperingatkan bahwa negara-negara anggota NATO harus "siap menghadapi kemungkinan konflik langsung dengan Rusia."

Laporan tersebut juga menyoroti langkah Rusia memperluas postur nuklirnya ke Belarusia-sekutu dekatnya-dengan membangun kemampuan peluncuran rudal dan pesawat yang mampu membawa senjata nuklir, merenovasi fasilitas penyimpanan senjata nuklir, serta melatih awak Belarus untuk menangani senjata nuklir taktis.

Dalam laporan The War Zone, disebutkan bahwa rudal udara-ke-udara berhulu ledak nuklir dulunya dirancang untuk menghancurkan formasi besar pengebom di udara. Meski jenis pertempuran udara seperti itu sudah tidak lagi dominan di era modern, senjata ini tetap dianggap berguna karena memungkinkan serangan terhadap target tanpa harus berada dalam jangkauan fragmentasi rudal konvensional.

Para analis juga mempertimbangkan kemungkinan penggunaan senjata ini untuk menghadapi sistem drone dalam jumlah besar atau gelombang rudal jelajah, yang kini menjadi bagian penting dalam perang modern.

Hans Kristensen, Direktur Nuclear Information Project di Federasi Ilmuwan Amerika (FAS), menyebut bahwa desas-desus mengenai senjata ini telah beredar selama bertahun-tahun, namun tak pernah muncul secara resmi dalam publikasi Departemen Pertahanan AS sejak 2018.

"Pengungkapan ini sangat menarik karena selama ini senjata tersebut seperti menghilang dari laporan resmi," tulis Kristensen melalui platform X .

Adapun Rusia telah berulang kali menggunakan retorika nuklir selama konflik Ukraina. Menteri Keamanan Rusia, Sergei Shoigu, dalam pernyataannya April lalu, kembali menegaskan bahwa Rusia berhak menggunakan senjata nuklir jika menghadapi agresi dari negara-negara Barat.

Shoigu yang sebelumnya menjabat Menteri Pertahanan selama 12 tahun, mengacu pada amendemen doktrin nuklir Rusia yang diumumkan pada November. Ia mengatakan bahwa doktrin tersebut memungkinkan penggunaan senjata nuklir jika terjadi agresi terhadap Rusia atau Belarus, termasuk dengan senjata konvensional.

"Jika negara-negara asing melakukan tindakan tidak bersahabat yang mengancam kedaulatan dan integritas wilayah Federasi Rusia, maka negara kami menganggap sah untuk mengambil langkah simetris maupun asimetris guna menekan dan mencegah aksi tersebut," tegas Shoigu, sebagaimana dikutip kantor berita Tass.

Presiden Rusia Vladimir Putin sendiri pada Desember lalu menyatakan bahwa Kremlin berhak menggunakan senjata nuklir terhadap negara manapun yang dianggap menjadi ancaman terhadap Rusia atau Belarus.

"Jika negara non-nuklir ikut serta dalam agresi terhadap kami bersama negara berkekuatan nuklir, maka kami berhak merespons dengan senjata nuklir," kata Putin.

Meskipun begitu, laporan DIA juga mencatat bahwa kemungkinan Rusia benar-benar menggunakan senjata nuklir dalam perang Ukraina sangat kecil, kecuali jika Kremlin merasa menghadapi ancaman eksistensial terhadap kelangsungan rezimnya.


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Rusia Tahan Kapal Tanker di Danau NATO, Situasi Mendadak Panas!

Next Article NATO Disebut Pakai Negara Eropa Ini Buat 'Pintu Perang' dengan Rusia

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |