Rekor! Baru Terjadi Tahun Ini, Dana Asing Positif Terus dalam 2 Minggu

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Investor asing makin membanjiri pasar keuangan domestik pada pekan lalu. Asing mencatat net buy atau inflow tersebut telah terjadi selama dua pekan beruntun dengan total lebih dari Rp6 triliun.

Bank Indonesia merilis data transaksi 28 - 30 April 2025, secara agregat investor asing tercatat beli neto sebesar Rp4,15 triliun, terdiri dari jual neto sebesar Rp0,01 triliun di pasar saham dan beli neto sebesar Rp0,22 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan sebesar Rp3,95 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Artinya, asing mencatat net inflow selama dua pekan beruntun. Catatan ini adalah yang pertama tahun ini bahkan pertama sejak Agustus 2024 atau lebih dari sembilan bulan terakhir.
Sejak Agustus 2024, asing lebih kerap mencatat outflow dua pekan atau bergantian mencatat inflow dan outflow dalam dua pekan.

Sepanjang tahun 2025 (ytd), berdasarkan data setelmen sampai dengan 30 April 2025, investor asing tercatat jual neto sebesar Rp49,56 triliun di pasar saham dan sebesar Rp12,05 triliun di SRBI, serta beli neto sebesar Rp23,01 triliun di pasar SBN.

Di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian, Pemerintah menyatakan bahwa kondisi ekonomi Indonesia masih stabil. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KITA edisi Maret 2025 pada Rabu, 30 April 2025.
Menurut Sri Mulyani, banyak investor menunjukkan kepercayaan terhadap perekonomian Indonesia. Mereka menilai bahwa pengelolaan ekonomi nasional cukup baik, yang tercermin dari APBN yang tetap terkendali dan tingkat inflasi yang rendah.

Sri Mulyani menyampaikan bahwa situasi ini membawa dampak positif yang perlu diperkuat, karena di tengah ketidakpastian global, para investor dunia mencari negara yang menawarkan kepastian dan keamanan. Indonesia dinilai sebagai salah satu pilihan karena memiliki stabilitas dalam pengelolaan ekonomi makro dan APBN.

Ia menambahkan bahwa hal tersebut tercermin dari kestabilan imbal hasil SBN, meskipun dunia mengalami gejolak akibat kebijakan tarif balasan dari Presiden AS, Donald Trump, yield SBN Indonesia tetap stabil. Sri Mulyani menilai ini sebagai indikator positif, baik dibandingkan dengan surat utang korporasi maupun negara lain.

Dilansir dari Refinitiv, imbal hasil SBN tenor 10 tahun terus mengalami penurunan selama enam hari beruntun yakni sejak 23-30 April 2025 meskipun pada 2 Mei 2025 sempat mengalami kenaikan tipis menjadi 6,859%.

Hal ini menunjukkan investor asing investor tampak melakukan aksi pembelian karena hubungan yield dan harga pada SBN yakni berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik.

Kendati terpantau cukup positif, namun investor juga perlu mewaspadai arus dana asing selama beberapa waktu ke depan khususnya setelah pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartalI-2025.

Pada hari ini, Senin (05/05/2025), BPS akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025.

Konsensus pasar yang dihimpunCNBC Indonesia Researchdari 14 institusi memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 4,94% (year on year/yoy) dan terkontraksi 0,9% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter to quarter/qtq) pada kuartal I-2025.

Jika polling sejalan dengan hasil pengumuman BPS maka pertumbuhan kuartal I tahun ini akan tergolong cukup rendah atau sama dengan pertumbuhan kuartal III-2023.

Hal ini cukup mengkhawatirkan karena secara historis, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I, secara umum berada di level yang cukup tinggi.

Apabila momen pandemi Covid-19 yakni tahun 2020 dan 2021 dikeluarkan dalam perhitungan, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia setiap kuartal I sejak 2015 hingga 2024 yakni sebesar 5,01% yoy.

Pertumbuhan PDB yang melambat memiliki hubungan erat dengan arus dana asing ke SBN Indonesia.

Ketika pertumbuhan ekonomi melandai, investor asing cenderung memandang prospek ekonomi Indonesia sebagai kurang menarik, karena perlambatan tersebut dapat meningkatkan risiko fiskal dan menurunkan potensi imbal hasil investasi.

Akibatnya, minat asing terhadap SBN bisa berkurang, yang berdampak pada turunnya permintaan dan naiknya yield SBN sebagai kompensasi risiko.

Selain itu, dalam kondisi perlambatan ekonomi, Bank Indonesia mungkin akan menurunkan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan, namun hal ini justru dapat mengurangi daya tarik SBN di mata investor asing karena imbal hasil riil menjadi lebih rendah.

Jika negara lain menawarkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan stabilitas yang lebih baik, dana asing cenderung akan berpindah ke sana. Oleh karena itu, melambatnya pertumbuhan PDB dapat menyebabkan arus keluar modal asing dari pasar SBN Indonesia, seperti yang pernah terjadi selama periode pandemi ketika ekonomi Indonesia mengalami

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |