Harga Minyak Anjlok ke Bawah US$ 60, Ini Penyebabnya

4 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia tergelincir tajam hingga menyentuh level terendah dalam empat tahun terakhir. Tekanan datang dari keputusan OPEC+ yang mempercepat peningkatan produksi secara agresif, memperparah kekhawatiran pasar akan kelebihan pasokan di tengah permintaan yang melemah.

Mengacu pada data Refinitiv per Senin (5/5/2025), harga minyak Brent kontrak Juli (LCOc1) ditutup melemah 3,4% ke level US$59,18 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) kontrak Juni (CLc1) ikut merosot 3,8% ke posisi US$56,09 per barel.

Ini menandai penurunan beruntun selama lima hari perdagangan, dengan Brent kini amblas hampir 12% dari level tertinggi minggu lalu. Anjloknya harga dipicu oleh keputusan OPEC+ yang menaikkan produksi secara agresif.

Mengutip laporan Reuters, aliansi OPEC dan sekutunya (OPEC+) pada akhir pekan lalu menyepakati kenaikan produksi sebesar 411.000 barel per hari (bph) mulai Juni. Ini merupakan bulan kedua berturut-turut kenaikan produksi yang besar, setelah lonjakan output tiga kali lipat yang disepakati untuk Mei lalu.

Secara total, OPEC+ akan menambah 960.000 bph ke pasar selama April- Juni 2025, atau hampir separuh dari pemangkasan 2,2 juta bph yang disepakati sejak 2022. Langkah ini dipandang sebagai upaya untuk menghukum anggota-anggota yang sebelumnya kelebihan produksi seperti Kazakhstan.

Selain sentimen suplai, prospek permintaan energi global juga memburuk. Perang dagang antara AS dan China kembali memanas setelah Presiden Donald Trump menyatakan bahwa tarif saat ini sudah terlalu tinggi hingga perdagangan kedua negara nyaris terhenti. Di sisi lain, Trump juga menyerukan agar OPEC+ meningkatkan produksi guna menekan harga energi domestik.

Sentimen pasar makin tertekan karena langkah agresif OPEC+ dianggap sebagai sinyal bahwa Arab Saudi ingin memperkuat aliansi dengan AS, sekaligus mengimbangi pembicaraan nuklir yang sedang berlangsung antara Washington dan Iran, rival politik Riyadh di kawasan Teluk.

Menurunnya harga energi dapat memberikan ruang bernapas bagi bank sentral, termasuk Federal Reserve AS yang dijadwalkan menggelar pertemuan kebijakan pekan ini. Tekanan inflasi dari sisi energi diperkirakan mereda, meski efek dari kenaikan tarif masih menjadi risiko utama.

Namun di pasar komoditas, tekanan jual belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Brent kini kembali berada di bawah level psikologis US$60 per barel, dengan potensi lanjut ke US$57 jika sentimen negatif terus bergulir.

CNBC Indonesia


(emb/emb)

Saksikan video di bawah ini:

Video: PDB RI Diramal Tumbuh di Bawah 5%, IHSG & Rupiah Terancam?

Next Article Stok Minyak Mentah AS Tumpah-Tumpah, Harga Minyak Dunia Turun

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |