Jakarta -
Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) dan mengurangi masa hukuman mantan Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP. Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM mengaku kecewa atas putusan tersebut.
"Putusan PK Setya Novanto ini mengecewakan ya, dan saya lihat ada tren yang mengkhawatirkan, ada banyak putusan MA yang menyunat pidana daripada terpidana korupsi," kata peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman kepada wartawan, Kamis (3/7/2025).
"PK itu kan intinya karena ada novum atau bukti baru yang jika bukti itu didapatkan waktu persidangan tentu putusannya akan berbeda, atau ada salah dari penerapan hukum gitu, itu PK. Tetapi kalau PK itu hanya menyunat masa pidana atau uang pengganti ya itu kita mempertanyakan ya," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, Zaenur bertanya-tanya soal pertimbangan apa yang membuat hakim MA memutuskan untuk memberi diskon hukuman kepada Setya Novanto. Dia memandang ada tren yang mengkhawatirkan di lingkungan MA.
"Di kasus Setya Novanto ini juga kita tidak melihat ada salah satu alasan yang logis, yang kuat, mengapa pidananya itu harus disunat, didiskon, dikurangi gitu ya. Jadi apa yang jadi pertimbangan dari majelis hakim di MA ini ketika mengurangi, itu harus kuat,' katanya.
"Berbeda kalau misalnya ditemukan novum bahwa ternyata bukan dia pelakunya, lah ini Setya Novanto punya peran sangat sentral dalam perkara e-KTP. Jadi alih-alih memidana maksimal, tapi justru kemudian malah mengurangi, ini ada tren yang mengkhawatirkan," sambungnya.
Sebelumnya, MA mengabulkan permohonan PK Setya Novanto dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP. Vonis Setya Novanto disunat dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun penjara.
"Kabul. Terbukti Pasal 3 juncto Pasal 18 UU PTPK juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 bulan," demikian tertulis dalam putusan nomor 32 PK/Pid.Sus/2020 seperti dilihat di situs resmi MA, Rabu (2/7).
Novanto juga dihukum membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti (UP) USD 7,3 juta. Uang pengganti itu dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan ke penyidik KPK.
"UP USD 7.300.000 dikompensasi sebesar Rp 5.000.000.000 yang telah dititipkan oleh terpidana kepada Penyidik KPK dan yang telah disetorkan Terpidana, sisa UP Rp 49.052.289.803 subsider 2 tahun penjara," ujar hakim.
Pidana tambahan Novanto berupa pencabutan hak menduduki jabatan publik juga dikurangi dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun setelah masa pidana selesai. Putusan tersebut diketok oleh majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Surya Jaya dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono pada 4 Juni 2025.
"Pidana tambahan mencabut hak terpidana untuk menduduki dalam jabatan publik selama 2 tahun dan 6 bulan terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan," demikian putusan tersebut.
(azh/rfs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini