Jakarta, CNBC Indonesia - Dampak perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) terhadap lingkungan sudah lama menjadi sorotan. Pasalnya, data center raksasa untuk melatih AI memerlukan kapasitas air dan listrik yang berlimpah.
Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa manusia akan menghadapi krisis air dan listrik di masa depan. Namun, baru-baru ini pendiri OpenAI yang merupakan salah satu 'raja AI' lewat layanan ChatGPT, mengeluarkan pernyataan mengejutkan.
Dalam blog yang dirilis pada Selasa (10/6) lalu, Altman membeberkan data terkait berapa banyak energi dan air yang diperlukan untuk satu perintah ChatGPT. Ia mengatakan satu prompt di ChatGPT memakan listrik sekitar 0,34 Wh.
"Angka itu setara dengan penggunaan bohlam efisiensi tinggi selama beberapa menit," kata Altman, dalam unggahan blognya.
Selanjutnya, untuk mendinginkan data center, Altman mengatakan satu prompt di ChatGPT menghabiskan 0,000085 galon air atau setara dengan seperlima sendok teh.
Kendati demikian, pernyataan Altman dinilai Gizmodo tanpa disertai bukti data yang kuat. Gizmodo meminta keterangan lebih lanjut dari OpenAI, namun tak menerima respons.
Kendati demikian, berdasarkan data yang dibeberkan langsung oleh Altman, Gizmodo mencoba membuat hitung-hitungan kasar. Pada Desember 2025 lalu, OpenAI pernah mengklaim bahwa ChatGPT memiliki 300 juta pengguna aktif mingguan.
Secara total, pengguna ChatGPT mengumpulkan 1 miliar pesan per hari. Berdasarkan metrik Altman, bisa ditarik kesimpulan kasar bahwa penggunaan ChatGPT setiap harinya menghabiskan 85.000 galon air per hari atau kurang lebih 31 juta galon air per tahun.
Sebagai catatan, ChatGPT menggunakan fasilitas data center Microsoft yang selama ini sudah disorot karena menggunakan banyak air. Raksasa teknologi tersebut memiliki rencana untuk pusat "loop tertutup" yang tidak menggunakan air tambahan untuk pendinginan, tetapi proyek-proyek ini tidak akan diujicobakan setidaknya selama satu tahun ke depan, dikutip dari Gizmodo, Kamis (12/6/2025).
Perlu diketahui, fasilitas data center yang ada di berbagai belahan dunia sudah 'haus' air dan listrik, bahkan sebelum kehadiran teknologi AI generatif.
Khusus untuk Microsoft, penggunaan air melonjak dari tahun 2021 hingga 2022 setelah raksasa teknologi itu merumuskan kesepakatan dengan OpenAI.
Sebuah studi dari para peneliti University of California yang diterbitkan pada akhir tahun 2023 mengklaim versi GPT-3 ChatGPT yang lebih 'lawas' menghabiskan sekitar 0,5 liter air untuk setiap 10 hingga 50 kueri.
Jika data itu diambil dalam bentuk yang paling optimistis, model OpenAI yang lebih lama akan menggunakan 31 juta liter air per hari, atau 8,18 juta galon air.
Itu saja untuk model yang lebih lama, bukan GPT-4.1 terbaru yang jauh lebih kuat dan membutuhkan sumber daya air-listrik, ditambah lagi dengan model penalaran o3-nya.
Ukuran model AI memengaruhi seberapa banyak energi yang digunakannya. Sudah ada beberapa penelitian tentang dampak lingkungan dari pelatihan model-model ini.
Apalagi, model-model ini harus terus dilatih ulang seiring dengan perkembangannya. Alhasil, kebutuhan listrik akan terus meningkat.
Angka-angka Altman tidak menyebutkan kueri mana yang diformulasikan melalui beberapa produk ChatGPT yang berbeda, termasuk langganan paling canggih seharga US$200 per bulan yang memberikan akses ke GPT-4o.
Ia juga mengabaikan fakta bahwa gambar AI memerlukan lebih banyak energi untuk diproses daripada kueri teks.
Seluruh postingan Altman penuh dengan optimisme teknologi besar yang diliputi poin-poin pembicaraan yang tidak masuk akal, menurut Gizmodo.
Ia mengklaim bahwa produksi data center akan diotomatisasi, sehingga biaya AI pada akhirnya akan mendekati biaya listrik.
Banyak perusahaan telah mencoba memecahkan masalah air dan listrik dengan AI. Misalnya, ada yang berencana untuk membuang data center ke laut atau membangun pembangkit listrik tenaga niklir hanya untuk memasok listrik yang diperlukan AI.
Namun, jauh sebelum pembangkit listrik tenaga nuklir dapat dibangun, perusahaan-perusahaan ini akan terus membakar bahan bakar fosil. Dampaknya akan memicu petaka krisis air dan listrik terlebih dahulu sebelum muncul alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Seluruh blog CEO OpenAI, menurut Gizmodo, merupakan rangkuman dari pemikiran oligarki teknologi besar yang keras kepala.
Selain soal lingkungan, Altman Ia mengatakan bahwa seluruh kelas pekerjaan akan punah, tetapi itu tidak menjadi masalah karena dunia akan menjadi jauh lebih kaya.
Dengan begitu, manusia di masa depan dinilai harus beradaptasi dengan AI dan mempertimbangkan ide-ide kebijakan baru yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan dan dilakukan oleh manusia.
"Altman dan oligarki teknologi lainnya telah menyarankan agar kita akhirnya mendorong pendapatan dasar universal sebagai cara untuk mengimbangi dampak AI. OpenAI tahu itu tidak akan berhasil. Ia tidak pernah cukup serius tentang ide itu sehingga ia telah memperjuangkannya lebih keras daripada sebelumnya dengan mendekati Presiden Donald Trump untuk memastikan tidak ada regulasi di masa depan yang menghalangi industri AI," tertulis dalam laporan Gizmodo yang ditulis Kyle Barr.
"Kita memang perlu mengatasi masalah keamanan," kata Altman. Namun, ia menekankan tidak berarti kita semua tidak boleh memperluas AI ke setiap aspek kehidupan kita. I
Ia secara tidak langsung menyarankan agar kita mengabaikan planet yang memanas karena AI akan menyelesaikan masalah yang mengganggu itu pada waktunya.
"Namun, jika suhu meningkat, yang membutuhkan lebih banyak air dan listrik untuk mendinginkan data center ini, saya ragu AI dapat bekerja cukup cepat untuk memperbaiki apa pun sebelum terlambat," tulis Barr.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Video: Siapkan Gadget Pengganti Smartphone, Ini Langkah Bos ChatGPT