Oplos Beras Sudah Biasa di RI, Kenapa Sekarang Dilarang? Ini Jawabnya

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Beras oplosan tengah jadi perbincangan hangat saat ini. Setelah pemerintah mengungkapkan praktik-praktik curang oleh sejumlah pengusaha beras.

Di antaranya, beras tidak sesuai standar yang ditetapkan pemerintah, juga klaim yang tak sesuai dengan label pada kemasan. Saat ini, Satgas Pangan Polri tengah melakukan penyidikan lanjut atas temuan lapangan bersama oleh Kementerian Pertanian (Kementan), Badan Pangan Nasional (Bapanas), Satgas Pangan, Kejaksaan dan pihak terkait lainnya.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, hasil temuan pemerintah terkait berbagai merek beras premium yang tidak sesuai mutu dan label atau acapkali disebut beras oplosan itu, menjadi fokus perbaikan dalam tata niaga perberasan nasional saat ini. Dia pun mendorong produsen beras premium agar berbenah dan mengimbau masyarakat lebih jeli memilih beras sesuai preferensinya.

"Tapi tak usah khawatir, masyarakat silakan belanja beras. Apalagi kalau berasnya ada brand-nya. Kalau ada brand, itu artinya silahkan dikoreksi kalau ada ketidaksesuaian," katanya dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (18/7/2025).

"Jadi cara masyarakat melihat beras sebelum membeli, bisa secara visual, kalau banyak butir patahnya, itu hampir pasti adalah jenis beras medium karena maksimal 25 persen butir patahnya. Tapi kalau butir utuhnya banyak, itu jenis beras premium," tambah Arief.

Beras Pasti Dicampur Tapi Ada Aturannya

Arief lalu menjelaskan, pencampuran atau mengoplos beras memang praktik yang dilakukan dalam perberasan. Yaitu, mencampur butir patah dan butir kepala.

Tapi, tegasnya, praktik itu harus dilakukan sesuai ketentuan standar mutu yang ditetapkan pemerintah.

"Kalau beras itu pasti dicampur. Kenapa dicampur? Karena ada butir utuh dan butir patah. Nah kalau beras premium itu butir utuhnya dicampur dengan butir patah sampai 15 persen. Bukan dioplos dengan beras busuk terus diaduk. Ini karena kualitas. Ini yang harus dijaga," terang Arief.

"Di beras, kita punya batas maksimal beras patah 15 persen. Apabila butir utuh tadi dicampur dengan 15 persen butir patah, itulah beras premium dan memang begitu standar mutunya. Jadi pencampuran beras tapi tidak melampaui standar mutu itu biasa dan lumrah," paparnya.

Saat ini, sambungnya, sudah ada ketentuan kelas mutu beras premium dalam Peraturan Badan Pangan Nasional No 2/2023.

Untuk beras premium harus memiliki kualitas antara lain memiliki butir patah maksimal 15%, kadar air maksimal 14%, derajat sosoh minimal 95%, butir menir maksimal 0,5%, total butir beras lainnya (butir rusak, butir kapur, butir merah/hitam) maksimal 1%, butir gabah dan benda lain harus nihil.

Ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020 juga menetapkan beras premium nonorganik dan organik harus mempunyai komponen mutu antara lain butir patah maksimal 14,50%, butir kepala minimal 85,00%, butir menir maksimal 0,50%, butir merah/putih/hitam maksimal 0,50%, butir rusak maksimal 0,50%, butir kapur maksimal 0,50%, benda asing maksimal 0,01%, dan butir gabah maksimal 1,00 per 100 gram.

"Kalau istilah oplosan itu cenderung berkonotasi negatif. Seperti misalnya minyak seharga Rp15.000, tapi dicampur dengan minyak seharga Rp8.000, lalu dijual dengan harga Rp15.000. Nah itu maksudnya oplos," kata Arief.

"Praktik oplos yang tidak diperbolehkan dan mengandung delik pidana adalah jika menggunakan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Hal ini karena beras SPHP terdapat subsidi dari negara sebagai salah satu program intervensi perberasan ke pasaran," tambahnya menegaskan.

Beras SPHP Dilarang Dicampur-campur

Beras SPHP, katanya, merupakan beras medium. Namun, imbuh dia, beberapa waktu lalu kualitas beras SPHP memang sempat sangat baik, karena broken-nya hanya 5%.

"Ini yang dimaksud Bapak Menteri Pertanian bahwa beras SPHP itu tidak boleh dioplos dengan beras lain. Untuk itu, saya sudah meminta Bapak Dirut Bulog untuk memastikan agar tidak terjadi praktik seperti itu. Outletnya sekarang harus jelas, terregistrasi secara digital," ucap Arief.

"Beras SPHP dengan kemasan 5 kilogram harus menyasar langsung ke masyarakat dengan harga Rp12.500 per kilogram (Zona 1). Itu tidak boleh dicampur, tidak boleh dibuka kemasannya untuk dicampur ke beras lain," tegasnya.

Penjualan Beras SPHP Lewat Koperasi Merah Putih

Saat ini, sambungnya, pemerintah berkomitmen lewat pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih untuk dijadikan outlet penyaluran beras SPHP yang resmi.

"Pada 21 Juli mendatang, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih akan diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto yang menandakan pula dimulainya kanal penyaluran beras SPHP ke masyarakat," ujarnya.

"Pengawasan terhadap distribusi beras SPHP telah kita tingkatkan. Bulog menggandeng Satgas Pangan, baik Polri maupun TNI. Masyarakat pun juga dapat membantu pengawasan terkait aspek harga, kualitas beras sampai praktik tak wajar di pasaran jika ada," sebut Arief.

Dalam keterangan yang sama, Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani menuturkan strategi pengawasan terhadap penyaluran beras SPHP saat ini dapat dipantau secara digital.

Dijelaskan, sebagai tindak lanjut penugasan dari NFA, pihaknya telah mengoperasikan aplikasi Klik SPHP yang mana mewajibkan pengecer yang ingin mendapatkan pasokan beras SPHP harus terdaftar dan tersertifikasi terlebih dahulu.

"Setelah badan usaha jelas dan izinnya lengkap, baru diperbolehkan memesan beras SPHP. Apabila tidak mematuhi ketentuan, sanksinya cukup berat dan hukumannya bisa sampai 5 tahun penjara. Beras SPHP juga tidak boleh dijual di pasar modern," jelas Rizal saat melakukan tinjauan ke Pasar Setono Betek, Kota Kediri, Jawa Timur (15/7/2025).

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi. (Dok. Bapanas)Foto: Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi. (Dok. Bapanas)
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi. (Dok. Bapanas)


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Kantor Tito Sorot Harga Beras Naik, di Jakarta Hari Ini Lampaui HET

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |