Jakarta -
Pemerintah menargetkan untuk meningkatkan cakupan peserta jaminan sosial ketenagakerjaan khususnya bagi pekerja rentan yang berada di desa, dengan potensi memanfaatkan anggaran pendapatan dan belanja desa.
Dikutip dari Antara, Kepala Badan Pengembangan dan Informasi (BPI) Desa dan Daerah Tertinggal Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT), Mulyadin Malik mengatakan jaminan sosial ketenagakerjaan yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan dapat mendukung para pekerja di tingkat desa terutama yang berstatus rentan seperti petani kecil, nelayan dan buruh.
"Termasuk yang mana desa-desa yang berisiko tinggi. Nah di Indonesia ini kan, kalau Indonesia itu dengan kategorisasi desa sangat tertinggal, tertinggal, berkembang, dan maju, mandiri, itu tentu di daerah-daerah yang sangat tertinggal ini sangat penting sekali BPJS Ketenagakerjaan ini," ujar Mulyadin dalam keterangannya, Senin (23/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terutama ia merujuk kepada program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Hari Tua (JHT) untuk memberikan perlindungan agar para pekerja rentan itu tidak jatuh ke kemiskinan. Kemendes PDT sendiri sebelumnya sudah bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan terkait dengan proteksi kerja bagi warga desa yang ditandatangani pada 2024 lalu.
Untuk mendukung perluasan tersebut, Mulyadin mengatakan Kemendes PDT akan mendorong regulasi seperti pedoman teknis untuk memastikan desa dapat mendukung perlindungan sosial bagi pekerja rentan dengan memasukkan perlindungan sosial ketenagakerjaan sebagai kegiatan prioritas dalam perencanaannya.
"Ada nanti mungkin termuat dalam LKPDes ya kan, kemudian APBDes dalam tahunan. Nah dan juga yang penting juga, ada edukasi. Mungkin sama-sama, kita edukasi dan literasi jaminan sosial ini," kata Mulyadin.
"Paling tidak, sama-sama melakukan sosialisasi kepada pemerintah desa dan masyarakat tentang pentingnya perlindungan ketenagakerjaan juga integrasi data juga, integrasi data penting juga antara pekerja rentan di desa," imbuhnya.
Langkah itu sendiri sesuai dengan target pengentasan kemiskinan yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025, tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, yang mendorong perluasan cakupan kepesertaan program jaminan sosial ketenagakerjaan untuk pekerja/buruh dalam kategori miskin dan miskin ekstrem.
Dalam pernyataan serupa, Social Protection Programme Manager for Indonesia International Labour Organization (ILO), Ippei Tsuruga mengatakan jaminan sosial ketenagakerjaan dapat menjadi jaring pengaman sosial sebagai bentuk pencegahan pekerja rentang turun ke dalam kondisi miskin.
Di sisi lain pihaknya melihat pentingnya mengimplementasikan program sebagai fondasi dalam target jangka panjang untuk mengentaskan kemiskinan terutama pekerja rentan dan lansia, salah satunya dengan merevisi Undang-Undang nomor 40 tahun 2004 Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) terutama Jaminan Pensiun (JP).
Hal itu untuk menanggulangi fenomena penyandang disabilitas dan lansia turun kelas masuk ke kategori miskin atau bahkan miskin ekstrem setelah tidak lagi mendapatkan dana dari JKK, JKM atau JHT.
"Dari sudut pandang ILO, saya rasa revisi SJSN itu sangat penting untuk difinalisasi dalam lima tahun ini. Untuk mencapai target 2045 dalam kaitan untuk mengentaskan kemiskinan dan memperluas jangkauan," kata Ippei.
Dalam kesempatan yang berbeda, Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengatakan instrumen kebijakan jaring pengaman sosial terutama ketenagakerjaan untuk mendukung para pekerja rentan yang dimiliki Indonesia sudah baik. Meski demikian, implementasinya masih belum cukup optimal.
Ia menyoroti masih belum maksimalnya perlindungan kepada pekerja bukan penerima upah, pekerja dengan status mitra seperti pengemudi daring atau ojek online (ojol) dan para pekerja di wilayah desa.
"Menurut saya yang perlu pembenahan tata kelolanya agar mereka bisa tertampung, karena persoalan selama ini memang pemerintah ini seringkali dihadapkan oleh kepentingan investor atau pelaku usaha dengan kepentingan pekerja," jelasnya.
Untuk itu ia mendorong sinergi antara kementerian/lembaga yang lebih baik untuk memastikan jaring pengaman sosial yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan dapat mencapai seluruh lapisan pekerja, termasuk pekerja rentan yang berada di desa.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar sebelumnya juga sudah menyatakan bahwa sinergi lintas sektor antar kementerian/lembaga menjadi kunci dalam pengentasan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem. Hal itu sesuai dengan target kemiskinan ekstrem mencapai 0 persen pada 2026, yang melibatkan 17 pimpinan kementerian/lembaga.
Muhaimin sendiri sebelumnya menyoroti bahwa pemerintah daerah hingga sampai ke tingkat desa memiliki tanggung jawab untuk memastikan kebijakan dan penganggaran terhadap pekerja rentan serta masyarakat yang masuk dalam kategori miskin ekstrem. Seperti yang direncanakan oleh Kemendes PDT, Muhaimin menyatakan perlindungan tersebut dapat didukung dengan penggunaan APBDes.
Hal itu, kata Muhaimin, akan menjadi bukti nyata bahwa negara hadir melalui jaminan sosial ketenagakerjaan untuk melindungi masyarakat paling rentan.
"Ke depan, termasuk orang miskin di tingkat paling bawah di desa, setidaknya minimal dicicil 100 orang yang paling rentan miskin, miskin ekstrem juga pekerjaannya dilindungi. Sehingga mereka sebagai pekerja informal pun bisa mendapatkan perlindungan dengan baik," ungkap Muhaimin.
(akn/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini