Jakarta, CNBC Indonesia- Arus digitalisasi dan pertumbuhan ekonomi tak selalu dibarengi suplai tenaga kerja sepadan, sejumlah negara maju dan berkembang kini menghadapi realita pahit, kekurangan tenaga kerja terampil. Tak kurang dari 15 negara dilaporkan mengalami kekosongan tenaga kerja di berbagai sektor krusial. Fenomena ini tak hanya membuka peluang migrasi internasional, tapi juga menandai perubahan besar dalam peta mobilitas global pasca-pandemi.
Menurut laporan Manpower Group 2024 Report on Talent Shortages, negara-negara seperti Jepang, Jerman, Kanada, hingga Singapura mengalami kekurangan tenaga kerja terampil dengan tingkat defisit di atas 79%.
Negara dengan proporsi penduduk lansia yang tinggi, seperti Jepang (30%) dan Yunani (23%), bahkan mengalami tekanan ganda, tenaga kerja yang menua dan kekosongan posisi yang tak bisa segera diisi. Di Jepang, 86% kota dan prefektur secara aktif membuka perekrutan tenaga kerja asing, terutama di sektor pendidikan, teknologi, dan kesehatan.
1. Jepang
Jepang menempati posisi teratas sebagai negara dengan kekurangan tenaga kerja terparah 85% perusahaan melaporkan kesulitan merekrut pekerja, di tengah populasi lansia yang mencapai 30%. Tak kurang dari 86% kota dan prefektur secara aktif membuka jalur rekrutmen tenaga asing, terutama untuk sektor teknologi, pendidikan, dan layanan kesehatan.
2. Yunani
Di Eropa, Yunani dan Jerman mencatat defisit yang sama besar 82%. Yunani bahkan baru saja melegalkan status sekitar 30.000 migran tidak berdokumen demi mengisi kekosongan tenaga kerja di sektor pariwisata dan pertanian.
3. Jerman
Sementara di Jerman, lebih dari 1,8 juta pekerjaan masih belum terisi, meskipun kebijakan perekrutan tenaga kerja asing sudah dilonggarkan secara signifikan.
4. Israel
Israel berencana mendatangkan 70.000 pekerja asing dari China dan India untuk sektor konstruksi.
5. Portugal
Portugal, di sisi lain, menghadapi krisis tenaga kerja di delapan sektor sekaligus mulai dari pertanian hingga energi terbarukan.
6. Irlandia
Di Irlandia, pemerintah merekrut hingga 40.000 pekerja non-Uni Eropa tiap tahun untuk menjawab krisis di bidang perhotelan dan konstruksi.
7. India
Ironisnya, India yang dikenal sebagai negara dengan bonus demografi, justru masuk dalam daftar ini. Dengan tingkat kekurangan tenaga kerja terampil sebesar 81%, India menghadapi masalah ketimpangan keterampilan, populasi besar tidak serta-merta menghasilkan tenaga kerja siap pakai untuk industri manufaktur dalam dan luar negeri.
8/9. Prancis dan Brasil
Di Prancis, kekurangan tenaga kerja menghambat pengembangan sektor hidrogen yang tengah digenjot menuju 2030, sementara di Brasil, defisit terjadi di sektor kesehatan dan teknologi informasi.
10/11 . Kanada dan Inggris
Kanada mengandalkan kebijakan imigrasi permanen untuk menambah tenaga kerja di sektor STEM dan kesehatan, seiring populasi lansia yang terus meningkat. Inggris, pasca-Brexit, mendorong sistem imigrasi berbasis poin yang kini justru membuka lebih banyak peluang bagi pekerja dari luar Uni Eropa, terutama untuk sektor sosial dan software engineering.
12/13. Singapura dan Hong Kong
Wilayah Asia juga bergejolak. Hong Kong merelaksasi aturan imigrasi untuk menutupi kekurangan pekerja di sektor konstruksi dan penerbangan. Di Singapura, tenaga profesional di sektor teknologi, perbankan, dan teknik semakin sulit ditemukan. Pemerintah secara aktif membuka peluang bagi pekerja asing, terutama di bidang IT yang paling terdampak.
14/15. Rumania dan Slovakia
Sementara itu Rumania dan Slovakia mencerminkan tantangan serupa di Eropa Timur. Kedua negara ini mengalami stagnasi tenaga kerja muda, sementara permintaan di sektor otomotif, logistik, dan manufaktur terus tumbuh. Banyak dari mereka kini merekrut pekerja dari India dan Asia Selatan demi mempertahankan kapasitas produksi.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)