Harga Minyak Anjlok Saat Trump Ancam Sanksi Baru Minyak Rusia

6 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak global jatuh lebih dari US$1 pada perdagangan Senin (14/7/2025), setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberi tenggat 50 hari kepada Rusia untuk menyetujui kesepakatan damai di Ukraina, atau menghadapi sanksi baru terhadap ekspor minyaknya.

Minyak mentah Brent ditutup melemah US$1,15 atau 1,63% ke US$69,21 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun US$1,47 atau 2,15% ke posisi US$66,98 per barel.

Pelemahan terjadi meski harga sempat menguat di awal sesi akibat ekspektasi sanksi yang lebih keras dari Washington. Namun, pelaku pasar mulai mempertimbangkan kemungkinan negosiasi lanjutan antara AS dan negara pembeli minyak Rusia.

"Pasar melihat tenggat 50 hari itu sebagai ruang kompromi. Jadi responsnya cenderung netral hingga negatif," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group, seperti dikutip Reuters pada Selasa (15/7/2025).

Trump sebelumnya mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada negara-negara yang membeli minyak Rusia, termasuk China dan India, kecuali Moskow segera menghentikan perang di Ukraina. Namun, prospek sanksi menyeluruh dinilai kecil karena berisiko memicu tekanan inflasi di dalam negeri.

"Kemungkinan AS mengenakan tarif 100% terhadap China sangat kecil. Itu akan mendorong inflasi ke level yang tidak bisa dikendalikan," ujar Bob Yawger, Direktur Energi Berjangka di Mizuho.

Trump juga menyatakan akan membuat "pernyataan besar" soal Rusia setelah mengaku frustrasi dengan Presiden Vladimir Putin karena minimnya kemajuan diplomatik.

Sementara itu, ekspor minyak laut Rusia pada Juni turun 3,4% dari bulan sebelumnya menjadi 8,98 juta metrik ton. Tekanan terhadap Rusia juga meningkat di level legislatif, di mana rancangan undang-undang bipartisan di Kongres AS yang menargetkan sektor energi Rusia kian mendapat dukungan. Uni Eropa juga hampir menyepakati paket sanksi ke-18 yang mencakup penurunan batas harga minyak Rusia.

Di sisi lain, investor mencermati dinamika perdagangan antara AS dan mitra utamanya. Uni Eropa dan Korea Selatan menyatakan tengah membahas kesepakatan dagang guna meredam dampak tarif AS yang akan berlaku 1 Agustus.

"Ancaman tarif dari Presiden Trump sepenuhnya tidak dapat diterima," kata Menlu Denmark Lars Lokke Rasmussen dalam konferensi pers bersama Kepala Perdagangan UE Maros Sefcovic di Brussels.

Sementara itu, data terbaru dari bea cukai China menunjukkan bahwa impor minyak Negeri Tirai Bambu pada Juni naik 7,4% (yoy) menjadi 12,14 juta barel per hari, level tertinggi sejak Agustus 2023.

"Pasar terlihat ketat, tetapi sebagian besar pasokan justru tersimpan di China dan kapal-kapal, bukan di hub global utama," kata analis UBS Giovanni Staunovo.

Badan Energi Internasional (IEA) pekan lalu memperingatkan bahwa pasar minyak global mungkin lebih ketat dalam jangka pendek. Namun, lembaga itu merevisi naik proyeksi pasokan global tahun ini, dan sekaligus menurunkan proyeksi permintaan, menandakan potensi pasar surplus.


(tfa/tfa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Siap-Siap Harga Minyak Membara, Naik karena Ini

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |