Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara mengalami penurunan yang cukup signifikan di tengah rekor produksi listrik dari tenaga surya oleh negara India.
Dilansir dari Refinitiv, harga batu bara Selasa (10/6/2025) tercatat sebesar US$105,85/ton atau turun 2,44% apabila dibandingkan penutupan perdagangan Jumat (9/6/2025) yang sebesar US$108,5/ton.
Posisi ini merupakan yang terendah sejak 30 Mei 2025 atau sekitar 1,5 minggu terakhir.
Dikutip dari oilprice.com, India mencatat rekor produksi listrik tertinggi dari pembangkit listrik tenaga surya antara bulan Januari dan April, dengan produksi listrik tenaga surya melonjak hingga 32,4% dari tahun sebelumnya dan menjaga pembangkit listrik tenaga batu bara tetap stabil meskipun permintaan meningkat.
Rekor pembangkitan tenaga surya sebesar 57,8 terawatt jam (TWh) pada periode Januari hingga April ketika pembangkitan tenaga batu bara biasanya mencapai puncaknya dapat menyebabkan penurunan tahunan pertama dalam pembangkitan tenaga batu bara sejak tahun Covid 2020, catat kolumnis Reuters Gavin Maguire .
Sementara produksi tenaga surya melonjak ke rekor tertinggi, batubara tetap datar, dan pembangkitan listrik gas alam turun 27%, menurut data dari Ember yang dikutip oleh Maguire.
Setelah periode Januari-April, pembangkitan listrik tenaga batu bara India turun pada bulan Mei ke level terendah sejak 2020, karena kurangnya gelombang panas dan melonjaknya instalasi dan pembangkitan energi terbarukan menekan permintaan batu bara di sektor kelistrikan.
Melonjaknya pembangkitan tenaga surya dapat menandai dimulainya perubahan dramatis dalam bauran listrik di India, konsumen batu bara terbesar kedua di dunia, di mana batu bara terus menyumbang sekitar 70% dari keluaran listrik.
Analisis Ember menunjukkan bahwa negara tersebut akan mencapai 42% pembangkitan listrik terbarukan pada 2030, menurut rencana saat ini.
"India telah membuat kemajuan signifikan dengan adopsi energi terbarukan yang cepat. Namun, negara ini kini menghadapi tantangan utama, memastikan pembangkit listrik bersihnya tumbuh cukup cepat untuk memenuhi permintaan yang meningkat," kata Neshwin Rodrigues, Analis Energi Senior di Ember.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)