Ditemukan Varian Baru COVID-19 NB.1.8.1, Kenali Gejalanya

3 days ago 15

Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus baru COVID-19 dengan kode NB.1.8.1 yang merupakan turunan dari varian Omicron, dilaporkan mulai meningkat di sejumlah negara. Ini didata berdasarkan laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

WHO menegaskan risiko kesehatan masyarakat dari varian ini masih tergolong rendah. Di Amerika Serikat, jumlah kasus NB.1.8.1 saat ini belum cukup signifikan untuk tercatat dalam pelacak varian COVID-19 milik Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

Gejala yang ditimbulkan pun sejauh ini serupa dengan varian-varian COVID-19 sebelumnya, termasuk demam, pusing, batuk, sakit tenggorokan, mual dan muntah, serta nyeri sendi. 

Varian NB.1.8.1 pertama kali terdeteksi pada 22 Januari 2025, dan baru pada 23 Mei lalu resmi dimasukkan WHO dalam kategori variant under monitoring atau varian yang perlu mendapatkan perhatian dan pemantauan lebih lanjut.

Sejak kemunculan Omicron pada 2021, kasus COVID-19 di dunia memang didominasi oleh ratusan subvarian turunannya. Namun hingga saat ini belum ada subvarian yang menyebabkan lonjakan kasus sebesar puncak pandemi sebelumnya.

Menurut data WHO per 18 Mei 2025, sudah terdeteksi 518 kasus NB.1.8.1 di 22 negara. Proporsi globalnya pun naik dari 2,5% menjadi 10,7% dalam empat pekan terakhir.

"Kita memang pernah melihat lonjakan kasus di musim panas. COVID-19 ini unik karena bisa meningkat baik di musim panas maupun musim dingin, berbeda dengan virus pernapasan lain yang kita kenal sebelumnya," ujar Kepala Penyakit Menular di South Shore Health, Dr. Todd Ellerin dikutip dari ABC News di Jakarta pada Selasa (3/6/2025).

Namun ia menegaskan masih terlalu dini untuk memastikan apakah varian ini akan memicu lonjakan kasus di musim panas mendatang. Di beberapa negara dengan proporsi varian NB.1.8.1 yang cukup tinggi, memang terjadi peningkatan kasus dan rawat inap, meski belum ada bukti varian ini menyebabkan gejala yang lebih parah dibandingkan varian lain yang beredar.

Apakah varian baru Covid memiliki tingkat keparahan lebih tinggi?

Chief Innovation Officer di Boston Children's Hospital sekaligus kontributor ABC News, John Brownstein bilang, dengan setiap varian baru, sejauh ini tingkat keparahannya tidak berubah. Tapi seperti yang banyak orang tahu, jika varian lebih mudah menular, maka akan makin banyak orang yang terinfeksi.

"Dan makin banyak yang terinfeksi, artinya risiko rawat inap dan kematian juga meningkat," ujarnya. Menurut Brownstein, data dari China dan negara lain tidak menunjukkan keunikan varian ini selain tingkat penularannya yang lebih tinggi.

Beberapa mutasi yang terdapat di protein permukaan virus, ia duga turut meningkatkan kemampuan penularan varian ini, bahkan mungkin membuatnya sedikit lebih sulit diatasi dibandingkan varian lain. Meski demikian, WHO menyebut vaksin COVID-19 yang ada saat ini diperkirakan tetap efektif melawan varian NB.1.8.1.

"Ini adalah pola alami yang kita lihat di setiap varian. Jadi, panduan dasarnya tetap sama: pastikan masyarakat sudah menerima vaksin dan booster yang direkomendasikan," ujar Brownstein.

"Untuk kelompok berisiko tinggi atau yang memiliki sistem imun lemah, mungkin juga perlu mempertimbangkan perlindungan tambahan seperti memakai masker atau menghindari kerumunan besar," ujarnya menambahkan.


(hsy/hsy)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Efek Domino Perang Dagang ke Bisnis Parfum Lokal

Next Article Indonesia Jadi Juru Kunci Penanganan Pandemi Global WHO

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |