Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan para bank digital untuk dapat menyesuaikan tingkat suku bunga simpanan untuk menghindari persaingan bunga yang tidak sehat. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan otoritas telah meminta bank digital untuk melakukan penyesuaian bunga simpanan secara bertahap, khususnya untuk instrumen deposito, di dalam rencana bisnis bank (RBB) mereka.
"Agar tetap sejalan dengan kondisi pasar, kemudian juga mempertimbangkan rasio keuangan yang sehat yaitu BOPO (beban operasional terhadap biaya operasional) dan cost of fund (biaya pendanaan), serta tidak menciptakan persaingan bunga yang tidak sehat," ujar Dian saat konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulanan, Senin (2/6/2025).
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan menjadi 5,5%. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga telah menurunkan tingkat bunga penjaminan (TBP) simpanan bank umum menjadi 4,0%. Menurut Dian, transmisi kebijakan suku bunga memang membutuhkan waktu bagi perbankan.
Ia mengatakan kebijakan penurunan suku bunga juga berbeda bagi setiap bank. Sebab itu mengacu pada struktur pendanaan, kondisi likuiditas, profil risiko, hingga strategi bisnis masing-masing bank.
Oleh karena itu, OJK mendorong industri perbankan untuk melakukan penyesuaian suku bunga secara transparan dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang memadai, khususnya pada risiko yang melekat atau inherent.
"OJK juga terus memonitor dan memperkuat arahan kebijakan agar transmisi kebijakan moneter berjalan lebih efektif dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," ucap Dian.
Belum lama ini, sejumlah bank digital terpantau meningkatkan suku bunga depositonya. Di antaranya, PT Allo Bank Indonesia Tbk. (BBHI) yang semula maksimal 6,5%, naik menjadi maksimal 7,5% per tahun untuk segmen retail dengan tiering. Begitu pula dengan LINE BANK yang naik jadi maksimal 7,5% per tahun dari sebelumnya 7% per tahun. Penawaran bunga tertinggi diberikan oleh PT Bank Amar Indonesia Tbk. (AMAR) yang mengerek menjadi maksimal 9% per tahun dari sebelumnya maksimal 7% per tahun.
Direktur Utama Allo Bank, Indra Utoyo mengatakan bahwa peningkatan suku bunga tersebut dibutuhkan untuk menarik dana pihak ketiga (DPK) yang kian sengit.
"Strategi tersebut dibutuhkan untuk menarik DPK di tengah persaingan yang cukup ketat di pasar yang diperkirakan akan tetap selama tidak ada perubahan pada suku bunga acuan," ujar Indra saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (24/4/2025) lalu.
Ia memperkirakan biaya pendanaan atau cost of fund akan naik mengikuti kebijakan suku bunga tinggi. Namun demikian, Indra mengatakan Allo Bank masih memiliki ruang terhadap kenaikan cost of fund.
Sementara itu, beberapa bank digital juga masih mempertahankan tingkat bunga deposito maksimal per tahun, melebihi TBP LPS. Seperti PT Bank Neo Commerce Tbk. (BBYB) atau BNC yang mempertahankan bunga deposito maksimal 8% per tahun pada produk Deposito WOW.
"Kami tawarkan bunga 8% untuk nasabah setia bank yang menempatkan deposito selama 12 bulan/1 tahun. Ada peer bank memang menawarkan lebih tinggi dari 8%," kata Corporate Strategy Head BNC, Novian Fitriawan saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (24/4/2025) lalu.
Ia mengatakan BNC berupaya menjawab tantangan penawaran bunga deposito bank digital lain yang lebih tinggi dengan terus membuat aplikasi Neobank lebih relevan dan komplit bagi nasabah. Novian mengatakan, pihaknya tidak semata menawarkan suku bunga tinggi.
Ia menjelaskan bahwa bank milik Akulaku itu juga terus berupaya menurunkan cost of fund di tingkat yang kompetitif di tahun ini. Menurut Novian, masih ada ruang untuk menurunkan biaya pendanaan bank digital tersebut.
Bank digital milik BRI, PT Bank Raya Indonesia Tbk. (AGRO) juga masih mempertahankan bunga deposito maksimal hingga 6% per tahun. Direktur Keuangan Bank Raya, Rustarti Suri Pertiwi mengatakan pihaknya menentukan tingkat bunga secara berkala dengan evaluasi suku bunga simpanannya. Itu mempertimbangkan kondisi likuiditas Bank Raya maupun industri serta suku bunga yang diterapkan oleh peers.
Rustarti mengatakan pihaknya mengutamakan produk digital saving di Raya App sebagai champion product dalam rangka mendorong pertumbuhan produk dana murah. Perkembangan digital saving Bank Raya tercatat cukup baik pada Desember 2025, tumbuh 57.2% yoy mencapai Rp1,32 triliun.
"Terkait dengan trend cost of fund ke depan, Bank Raya masih melihat potensi penyesuaian pada suku bunga simpanan, termasuk deposito, yang akan berpengaruh pada besaran cost of fund. Hal ini sejalan dengan kebijakan yang diambil BI terkait penentuan BI7DRR maupun Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial yang akan membantu likuiditas industry secara umum, sehingga dapat mendorong penurunan suku bunga simpanan industry perbankan secara umum," jelas Rustarti saat dihubungi CNBC Indonesia, Kamis (24/4/2025) lalu.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: OJK Akui Ada 36 Emiten Yang Berniat Buyback Saham Tanpa RUPS
Next Article Tumbuh Berkelanjutan, Allo Bank Raih Kinerja Positif di 2024