Tok! MK Putuskan Pemilu Nasional dan Pilkada Dilakukan Terpisah

6 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menetapkan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) nasional dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dilakukan secara terpisah.

Sementara itu, pemilihan legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pilkada dilakukan secara bersamaan.

Mengutip detikcom, Jumat (27/6/2025), keputusan MK ini sebagai buntut dari gugatan yang dilontarkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), untuk melakukan pengujian sejumlah pasal dalam Undang-Undang Pemilu dan UU Pilkada ke MK.

Dalam gugatan tersebut, Perludem meminta agar pemilu untuk tingkat nasional dipisah dan diberi jarak 2 tahun dengan Pemilu tingkat daerah.

Adapun gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 135/PUU-XXII/2024. Perludem mengajukan gugatan terhadap Pasal 1 ayat (1), Pasal 167 ayat (3), Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) serta Pasal 3 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.

"Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, 'Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden'," papar Ketua MK Suhartoyo saat mengucapkan amar putusan, dikutip Jumat (27/6/2025).

Di samping itu, MK juga mengusulkan pemilihan umum DPRD dan kepala daerah dilaksanakan serentak. Usulannya, pemilu daerah dilakukan 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan setelah Pemilu anggota DPR, DPD, dan Presiden/ Wakil Presiden.

Salah satu alasan dari keputusan tersebut adalah MK menilai pemilu serentak membuat masyarakat jenuh dan tidak fokus.

"Menurut Mahkamah, keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional ke depan adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD dan presiden/wakil presiden, dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota," kata Hakim MK Saldi Isra.

Dalam pertimbangannya, MK menyebut waktu penyelenggaraan Pilpres dan Pileg yang berdekatan dengan waktu penyelenggaraan Pilkada menyebabkan minimnya waktu bagi rakyat menilai kinerja pemerintahan hasil Pilpres dan anggota legislatif.

Selain itu, rentang waktu yang berdekatan dan ditambah dengan penggabungan pemilihan umum anggota DPRD dalam keserentakan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden, membuat masalah pembangunan daerah terabaikan di tengah isu nasional.

Lebih lanjut, MK juga menilai tahapan penyelenggaraan pemilu anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang berada dalam rentang waktu kurang dari 1 tahun dengan pemilihan kepala daerah, juga berdampak pada partai politik. Utamanya, yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum. Alhasil, MK menyebut partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding keinginan menjaga idealisme dan ideologi partai politik.

Untuk pengaturan masa transisi atau peralihan masa jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah pemilihan 27 November 2024 dan yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan 14 Februari 2025, MK menyerahkan pengaturan itu ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku perumus undang-undang.

"Mahkamah mempertimbangkan bahwa penentuan dan perumusan masa transisi ini merupakan kewenangan pembentuk undang-undang," kata hakim MK Saldi Isra.

MK mengusulkan penentuan dan perumusan dimaksud diatur oleh pembentuk undang-undang dengan melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering). Hal ini berkenaan dengan masa jabatan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, termasuk masa jabatan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota sesuai dengan prinsip perumusan norma peralihan atau transisional.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Greenland Gelar Pemilu, Penentuan Nasib di Tengah Ambisi Trump

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |