Rencana Subsidi LPG 3 Kg Satu Harga, Ekonom: Perlu Evaluasi!

6 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mempertimbangkan rumusan kebijakan baru terkait penetapan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 Kg menjadi satu harga.

Pengamat Energi, Iwa Garniwa menilai evaluasi lebih lanjut terkait perumusan kebijakan tersebut perlu dilakukan. Terlebih, melihat kondisi fiskal pemerintah saat ini.

Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan beberapa faktor, seperti biaya subsidi, dampak terhadap APBN, dan manfaat yang diharapkan dari kebijakan ini.

"Jika manfaatnya lebih besar daripada biayanya, maka kebijakan ini mungkin layak diterapkan. Memang untuk pemerataan kebijakan ini menguntungkan masyarakat dan menunjukkan keberpihakan terhadap masyarakat," ujar Iwa kepada CNBC Indonesia, Senin (7/7/2025).

Dari sisi beban subsidi, Iwa menilai ada potensi peningkatan jika kebijakan LPG 3 kg satu harga nasional diterapkan tanpa pengawasan distribusi yang ketat. Tanpa pengawasan yang efektif, subsidi mungkin tidak tepat sasaran, dan beban subsidi dapat meningkat, sehingga membebani APBN.

"Oleh karena itu, penting untuk memiliki sistem pengawasan dan pengendalian yang efektif untuk memastikan subsidi tepat sasaran dan tidak membebani APBN," ujarnya.

Sebagai informasi, belanja subsidi energi pemerintah sepanjang semester pertama 2025 telah mencapai Rp 66,9 triliun.

Secara rinci, penyaluran BBM bersubsidi sebesar 7,4 juta KL atau volume nya meningkat 3,4%, penyaluran LPG 3 Kg sebesar 3,5 juta MT atau meningkat 3,8%. Serta listrik bersubsidi sebesar 42,2 juta pelanggan atau meningkat 4,1%.

Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengingatkan potensi biaya logistik serta biaya distribusi yang akan melonjak.

Menurutnya, kebijakan satu harga dapat menjaga harga tidak terdistorsi terlalu jauh dengan harga peratapan pemerintah.

"Tapi yang jadi permasalahan kan yang pertama adalah soal biaya logistik, biaya distribusi apalagi sampai ke level pengecer ke desa-desa yang mungkin jangkauannya masih jauh dari agen utama," ujar Bhima kepada CNBC Indonesia, Senin (7/7/2025).

Bhima pun menilai pemerintah perlu mempertimbangkan kompensasi kepada pengecer. Hal tersebut untuk mencegah pengecer mengambil margin terlalu besar dari harga retail.

"Kemudian masalah distribusinya kan masih distribusi terbuka gitu, jadi dengan distribusi terbuka tetap akan ada kecenderungan ya, ada moral hazard dimana harga retailnya akan lebih mahal," ujarnya.

Selisih harga antara LPG non-subsidi dengan LPG 3 Kg pun perlu diperhatikan. Pasalnya dengan kondisi perekonomian saat ini, dengan daya beli turun, PHK merajalela seperti sekarang banyak masyarakat yang turun konsumsinya ke LPG 3 kg dari yang sebelumnya menggunakan LPG non-subsidi.

"Ini juga harus dipikirkan juga bagaimana caranya dengan trend shifting konsumen ini, itu satu harga bisa terwujud distribusinya bisa lebih termonitor dengan baik, yang memang berhak menerima subsidi nya itu bisa tepat sasaran. Nah selama ini sistemnya masih belum mengarah kepada model distribusi LPG 3 kg yang lebih bisa tepat sasaran," ujarnya.


(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Bukan Rp 23.000/Tabung, Bahlil Ungkap Harga Sebenarnya LPG 3 Kg

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |