Jakarta, CNBC Indonesia - Arab Saudi menunjukkan komitmen serius dalam mendukung rekonstruksi Suriah pasca perang. Negeri Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud bakal menggelontorkan investasi jumbo senilai US$4 miliar hingga US$6 miliar (sekitar Rp65,2 triliun hingga Rp97,8 triliun).
Melansir Reuters pada Jumat (25/7/2025), komitmen ini muncul menyusul kunjungan Menteri Investasi Saudi, Khalid bin Abdulaziz Al-Falih, ke Damaskus . Ia datang dengan memimpin delegasi sekitar 130 pengusaha.
Kunjungan ini menjadi tonggak penting dalam pemulihan hubungan bilateral kedua negara. Arab Saudi mendukung pemerintahan baru Presiden Ahmed al-Sharaa, yang naik menggantikan Bashar al-Assad pada Desember lalu, setelah 14 tahun perang saudara.
"Sebanyak 44 perjanjian akan ditandatangani antara Suriah dan Arab Saudi, dengan nilai total hampir US$6 miliar," ujar Menteri Informasi Suriah Hamza al-Moustafa dalam konferensi pers.
Perjanjian mencakup sektor energi, telekomunikasi, keuangan dan perbankan, dana investasi, serta sektor-sektor strategis lainnya. Beberapa kontrak melibatkan pemerintah dan perusahaan swasta kedua negara.
Televisi pemerintah Saudi, Al Ekhbariya, melaporkan bahwa sebagian besar kesepakatan bernilai lebih dari US$4 miliar (Rp65,2 triliun). Ini mempertegas kembalinya Riyadh sebagai investor utama di kawasan tersebut.
Sebagai bagian dari kunjungan ini, Al-Falih dan mitranya dari Suriah meresmikan pabrik semen putih pertama di negara itu, berlokasi di Kota Industri Adra, Damaskus. Nilai investasinya mencapai US$20 juta (Rp326 miliar).
Selain itu, Al-Falih juga meluncurkan proyek ritel terintegrasi Ethraa Holding senilai 375 juta riyal Saudi (sekitar Rp1,63 triliun), sebagai sinyal minat Saudi dalam sektor konsumsi dan urbanisasi Suriah.
"Arab Saudi juga menunjukkan ketertarikan pada sektor energi, perhotelan, dan pengelolaan bandara," ungkap seorang diplomat Suriah. Sumber tersebut menambahkan, kedua negara akan membentuk dewan bisnis bersama guna memperkuat kerja sama jangka panjang.
Konferensi investasi yang semula dijadwalkan Juni lalu sempat tertunda akibat konflik regional antara Iran dan Israel, namun akhirnya tetap dilangsungkan pekan ini. Kendati demikian, kekerasan sektarian di Sweida yang menewaskan ratusan orang menjadi pengingat akan tantangan stabilitas di Suriah.
Meski situasi belum sepenuhnya stabil, sejumlah perusahaan dari Teluk dan Turki telah menyatakan minat membangun kembali pembangkit listrik, jalan, pelabuhan, dan infrastruktur strategis lainnya di Suriah.
Dalam beberapa bulan terakhir, Suriah juga telah meneken kontrak kelistrikan senilai US$7 miliar dengan Qatar dan proyek pelabuhan senilai US$800 juta dengan DP World dari Uni Emirat Arab. Perusahaan energi AS turut dilaporkan tengah menyusun rencana induk untuk sektor energi Suriah.
Arab Saudi dan Qatar bahkan telah melunasi tunggakan Suriah kepada Bank Dunia, membuka peluang pinjaman baru untuk mempercepat pemulihan ekonomi.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Kota Surga' Raja Salman dalam Bahaya, Saudi Kehabisan Dana