Jakarta, CNBC Indonesia - China tengah mengalami perang harga besar-besaran di berbagai sektor, mulai dari otomotif, pengiriman makanan, hingga industri panel surya. Bak "perang saudara", fenomena ini bukan hanya menekan keuntungan perusahaan dan memperburuk deflasi nasional, tetapi juga menimbulkan dilema baru bagi konsumen.
Di tengah perlambatan ekonomi dan anjloknya pasar properti, konsumen di China menjadi sangat sensitif terhadap harga. Akibatnya, produsen mobil menggulirkan potongan harga besar-besaran, didorong oleh subsidi pemerintah.
Hal serupa juga terjadi di sektor e-commerce dan layanan pesan-antar instan. Raksasa seperti Alibaba, JD.com, dan Meituan bersaing agresif dengan promosi gila-gilaan, seperti bubble tea seharga beberapa sen.
"Saat produsen bersaing makin sengit, kami sebagai pembeli diuntungkan," ujar Li Kun, warga Beijing yang tertarik membeli mobil listrik XPeng usai mendapat informasi soal subsidi baru, seperti dikutip CNBC International, Senin (21/7/2025).
"Silakan saja bersaing terus!"
Dampak Buruk?
Namun, kondisi itu tak selalu semanis kelihatannya. Bagi konsumen seperti Yu Peng, warga Beijing lain yang sedang mempertimbangkan untuk mengganti mobilnya, penurunan harga justru menimbulkan ketidakpastian.
"Yang bisa kita lakukan sebagai konsumen hanyalah menerima. Toh, beli lebih awal artinya nikmati lebih awal," katanya mengutip pepatah China.
Di balik harga murah itu, terselip biaya tersembunyi yang tak jarang berdampak negatif. Beberapa konsumen mengeluhkan penurunan kualitas dan fitur keselamatan yang dikorbankan oleh produsen demi menekan biaya.
Pemerintah China pun mulai bersikap. Qiushi, media resmi Partai Komunis China, memperingatkan bahwa persaingan tidak sehat ini dapat "memaksa perusahaan mengorbankan kualitas dan pada akhirnya merugikan konsumen'. Komentar itu juga menyoroti peran pemerintah daerah yang dianggap memberi insentif tak adil.
Pekan lalu, kabinet China menyatakan akan menindak "persaingan irasional". Bahkan pemerintah mengatakan akan memperketat pengawasan harga dan mendorong kompetisi berbasis teknologi, bukan hanya harga.
Menurut Felipe Munoz, analis otomotif dari Jato, pasar China dipenuhi merek dan model serupa. Mempertahankan pangsa pasar tetap jadi fokus utama para produsen.
"Bagi banyak produsen, satu-satunya jalan bertahan jangka pendek adalah dengan terus menurunkan harga," katanya.
Efek ke Pasar Global
Efek dari persaingan harga di China juga meluas ke pasar global. Ini setidaknya terjadi di mobil listrik.
Direktur Senior Kendaraan di kelompok Transport & Environment Julia Poliscanova, menyebut mobil listrik buatan China "mengisi celah" yang ditinggalkan oleh lambatnya respon pabrikan Eropa. Kendaraan China, ujarnya, mungkin tidak terlalu murah di Eropa tapi menawarkan fitur lebih baik pada harga yang sama.
Namun, ia menambahkan, hal ini membuat tantangan terbesar muncul. Yakni memastikan produsen China ikut membangun rantai pasok lokal di Eropa, demi mendukung industri dalam negeri.
"Konsumen Eropa juga khawatir soal dampak ekonomi lebih luas, seperti kehilangan pekerjaan di komunitas mereka," tambahnya.
Faktanya, sejumlah produsen besar seperti Ford dan Volvo telah memangkas jumlah tenaga kerja mereka di Eropa dalam beberapa bulan terakhir. Sebagian sebagai respons terhadap meningkatnya tekanan dari para kompetitor asal China.
(tfa/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Industri Otomotif China OTW 'Masuk Jurang', Pemerintah Warning Begini