Menyimak Lagi Pidato BJ Habibie Akui Ada Kekerasan Seksual Mei 1998

7 hours ago 1

Jakarta -

Pernyataan Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon soal tidak ada bukti dalam pemerkosaan massal Mei 1998 menuai kecaman. Presiden ke-3 RI, Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie pernah mengakui soal adanya tindakan kekerasan seksual pada Mei 1998.

Pernyataan ini disampaikan BJ Habibie pada pidato 14 Agustus 1998 di hadapan DPR. Pidato tersebut merupakan pidato pertama Habibie di parlemen sejak menjabat sebagai Presiden. Video pidato ini diunggah pada channel Youtube Associated Press (AP) Archive.

Seperti dilihat detikcom, Senin (16/6/2025), Habibie awalnya mengatakan bahwa masyarakat saat itu masih dibayangi oleh huru-hara masal pada Mei 1998. Habibie mengakui pada saat itu ada tindakan penjarahan hingga pembakaran pusat pertokoan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mereka juga masih dibayang-bayangi huru-hara massal yang dipicu oleh gugurnya keempat pahlawan reformasi pada 12 Mei 1998. Huru-hara berupa penjarahan, pembakaran pusat-pusat pertokoan," kata Habibie dalam pidatonya.

Habibie menyatakan bahwa ada kekerasan dan perundungan seksual terhadap kaum perempuan. Khususnya, lanjut Habibie, terhadap kelompok etnis Tionghoa.

"Dan rumah penduduk tersebut bahkan disertai tindak kekerasan dan perudungan seksual terhadap kaum perempuan, terutama kelompok etnis Tionghoa," ujarnya.

Habibie mengatakan peristiwa itu mencoreng muka bangsa Indonesia. Oleh karena itu, dia mengutuk kebiadaban tersebut.

"Seluruh rangkaian tindak kejahatan tidak bertanggung jawab tersebut sangat memalukan dan telah mencoreng muka kita sendiri," ungkap Habibie.

"Sebagai bangsa yang berbudaya dan beragama, kita mengutuk perbuatan biadab tersebut," sambungnya.

Diberitakan sebelumnya, pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon terkait pemerkosaan massal 1998 menuai kritik luas hingga didesak minta maaf. Fadli Zon menjawab kritik tersebut.

Kritik hingga kekecewaan terhadap Fadli Zon disampaikan oleh sederet aktivis. Pernyataan Fadli Zon dalam sebuah wawancara itu dinilai keliru.

Komnas Perempuan menyebut penyintas tragedi ini telah lama memikul beban. Oleh karenanya, pernyataan Fadli Zon itu dinilai menyakitkan dan memperpanjang impunitas.

"Penyintas sudah terlalu lama memikul beban dalam diam. Penyangkalan ini bukan hanya menyakitkan, tapi juga memperpanjang impunitas," ungkap Komisioner Komnas Perempuan, Dahlia Madanih kepada wartawan, Minggu (15/6).

Sementara itu, dalam klarifikasinya, Fadli Zon mengapresiasi terhadap publik yang semakin peduli pada sejarah, termasuk era transisi reformasi pada Mei 1998. Fadli Zon mengatakan peristiwa huru hara pada 13-14 Mei 1998 memang menimbulkan sejumlah silang pendapat dan beragam perspektif, termasuk ada atau tidak adanya perkosaan massal. Bahkan, kata dia, liputan investigatif sebuah majalah terkemuka tak dapat mengungkap fakta-fakta kuat soal 'massal' ini.

Demikian pula, kata Fadli, laporan TGPF ketika itu hanya menyebut angka tanpa data pendukung yang solid baik nama, waktu, peristiwa, tempat kejadian atau pelaku. Di sinilah, dia menyebut perlu kehati-hatian dan ketelitian karena menyangkut kebenaran dan nama baik bangsa.

"Saya tentu mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini. Apa yang saya sampaikan tidak menegasikan berbagai kerugian atau pun menihilkan penderitaan korban yang terjadi dalam konteks huru hara 13-14 Mei 1998," kata Fadli dalam keterangannya, Senin (16/6/2025).

"Sebaliknya, segala bentuk kekerasan dan perundungan seksual terhadap perempuan adalah pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan paling mendasar, dan harus menjadi perhatian serius setiap pemangku kepentingan," sambungnya.

Simak juga Video Amnesty: Pernyataan Menbud soal Pemerkosaan 1998 Itu Keliru yang Fatal!

(rdp/imk)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |