Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Panjaitan memastikan, garis kemiskinan di Indonesia harus segera direvisi mengimbangi penyesuaian standar internasional, seperti versi Bank Dunia atau World Bank.
Ia mengatakan, DEN kini tengah melakukan studi untuk menentukan metode atau ukuran yang pas tentang garis kemiskinan bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS).
"Secara menyeluruh nanti sedang di studi, BPS juga bicara dengan kami mengenai ini, sehingga kita tidak perlu kaget-kaget," kata Luhut dalam agenda International Conference on Infrastructure 2025 di Jakarta Convention Center, Kamis (12/6/2025).
Bila perhitungan garis kemiskinan terbaru ini kelar dan telah disetujui Prabowo, Luhut memastikan, jumlah kemiskinan di Indonesia akan lebih tergambar angkanya sesuai kondisi faktual.
"Kita berharap nanti mungkin kalau Presiden setuju, angka-angkanya bisa keluar nanti dan pidato Presiden mungkin akan lebih mencerminkan angka yang sebenarnya," papar Luhut.
Sebagaimana diketahui, Bank Dunia atau World Bank menaikkan garis kemiskinan global dengan mengadopsi besaran paritas daya beli atau Purchasing Power Parities (PPP) 2021 dari yang sebelumnya menggunakan PPP tahun referensi 2017.
2021 PPP ini telah dipublikasikan Bank Dunia dalam The International Comparison Program (ICP) edisi Mei 2025. Penerapan 2021 PPP ini menyebabkan Bank Dunia merevisi ke atas garis kemiskinan global.
"Penerapan PPP tahun 2021 menyiratkan adanya revisi terhadap garis kemiskinan global," dikutip dari dokumen Bank Dunia berjudul June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform (PIP).
Dalam dokumen Update to the Poverty and Inequality Platform (PIP) edisi Juni 2025, Bank Dunia merevisi ke atas tiga lini garis kemiskinan. Untuk garis kemiskinan internasional atau yang biasanya menjadi ukuran tingkat kemiskinan ekstrem dari semula US$ 2,15 2017 PPP menjadi US$ 3.00 2021 PPP.
Lalu, untuk garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke bawah dari US$ 3,65 menjadi US$ 4,20. Sementara itu, untuk garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas, seperti Indonesia di dalamnya, dari semula sebesar US$ 6,85 2017 PPP menjadi US$ 8,30 2021 PPP.
PPP itu sendiri merupakan ukuran standar yang dibuat untuk membandingkan sekumpulan harga barang dan jasa yang identik di berbagai negara dengan penyesuaian nominal nilai tukarnya. Nilai dolar AS di situ bukanlah kurs nilai tukar saat ini di pasaran, melainkan sebatas penanda paritas daya beli.
Bank Dunia menegaskan, revisi terhadap tiga lini garis kemiskinan itu berdasarkan 2021 PPP membuat jumlah kemiskinan di berbagai belahan dunia ikut naik.
Dengan ukuran garis kemiskinan terbaru itu, melalui data di dalam https://pip.worldbank.org/country-profiles/IDN, Bank Dunia mencatat bahwa tingkat kemiskinan Indonesia yang masuk kategori negara berpendapatan tinggi ialah sebesar 68,3% dari total jumlah penduduk pada 2024 sebanyak 285,1 juta jiwa. Dengan begitu jumlahnya menjadi 194,72 juta jiwa.
Jumlah penduduk miskin itu tentu naik bila dibandingkan dengan penggunaan garis kemiskinan negara berpendapatan menengah atas sebelumnya yang sebesar US$ 6,85 2017 PPP. Dengan ukuran itu, tingkat kemiskinan Indonesia sebesar 60,3% dari total penduduk pada 2024 atau setara 171,91 juta jiwa.
Meski begitu, BPS menekankan, dalam siaran pers terdahulunya soal tingkat kemiskinan versi Bank Dunia melalui melalui Macro Poverty Outlook edisi April 2024, ukuran kemiskinan Bank Dunia itu belum bisa sepenuhnya diadopsi Indonesia.
Terutama karena walaupun Indonesia saat ini berada pada klasifikasi negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income country/UMIC) dengan Gross National Income (GNI) per kapita sebesar US$4.870 pada 2023, namun posisi Indonesia itu baru naik kelas ke kategori UMIC dan hanya sedikit di atas batas bawah kategori UMIC, yang range nilainya cukup lebar, yaitu antara US$4.516- US$14.005.
"Sehingga, bila standar kemiskinan global Bank Dunia diterapkan, akan menghasilkan jumlah penduduk miskin yang cukup tinggi," kata BPS dalam siaran pers tertanggal 2 Mei 2025.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Angka Kemiskinan RI Terbaru Jauh Lebih Tinggi dari Filipina & Vietnam