Lengkap! Ini Bocoran Pertemuan The Fed, Banyak Singgung Tarif Trump

1 day ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) merilis risalah rapat Federal Open Market Committee (FOMC). Risalah ini semakin menegaskan kehati-hatian sikap The Fed dalam menyikapi dampak perang dagang.

Risalah FOMC yang dirilis pada Rabu waktu AS (28//5/2025) merupakan hasil rapat FOMC pada 6-7 Mei lalu di mana The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di 4,25-4,5%.

The Fed telah mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli 2023. Mereka kemudian menahan suku bunga di level 5,25-5,50% pada September 2023-Agustus 2024 atau lebih dari setahun sebelum memangkasnya pada September 2024 dan dilanjutkan pada November serta Desember 2024 dengan total 100 basis poin (bps) di tahun kemarin.

Sebagai catatan, pertemuan The Fed pada 8 Mei 2025 adalah rapat perdana setelah Presiden AS Donald Trump memberlakukan tambahan tari 10% ke seluruh negara dan mengancam memberi tarif tambahan resiprokal. Trump memang kemudian memilih untuk menunda pemberlakuan tarif resiprokal bahkan memilih berdamai dengan China.

Dalam risalah FOMC, pejabat The Fed mengungkapkan kekhawatiran bahwa tarif dapat memperburuk inflasi dan menciptakan dilema kebijakan suku bunga. Kata tarif disebut sebanyak 32 kali dalam risalah tersebut.

Ringkasan FOMC mencerminkan kekhawatiran yang berkelanjutan tentang arah kebijakan fiskal dan perdagangan, yang pada akhirnya membuat pejabat The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga.

"Para peserta sepakat bahwa ketidakpastian tentang prospek ekonomi telah meningkat lebih jauh, sehingga tepat untuk mengambil pendekatan yang hati-hati sampai dampak ekonomi bersih dari berbagai perubahan kebijakan pemerintah menjadi lebih jelas," menurut risalah tersebut.

"Para peserta mencatat bahwa Komite mungkin akan menghadapi pertukaran kebijakan yang sulit jika inflasi terbukti lebih persisten sementara prospek pertumbuhan dan lapangan kerja melemah." Tambah risalah tersebut.

Meskipun ada kekhawatiran terhadap arah inflasi dan ketidakpastian kebijakan perdagangan, The Fed meyakini jika pertumbuhan ekonomi masih "solid", pasar tenaga kerja secara umum masih "seimbang", meski risikonya meningkat, dan konsumsi masyarakat tetap kuat.

Risalah tersebut juga menjelaskan kondisi ekonomi dan pasar tenaga kerja yang masih kuat serta kebijakan moneter yang cukup ketat. Dengan kondisi tersebut, The Fed memilih untuk menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai prospek inflasi dan aktivitas ekonomi.

Pejabat The Fed juga menyebut bahwa ketidakpastian terhadap prospek ekonomi kini menjadi "sangat tinggi dan tidak biasa". Karena itulah, mereka menilai perlu untuk mengambil pendekatan yang berhati-hati, setidaknya sampai dampak berbagai perubahan kebijakan pemerintah menjadi lebih jelas.

Tantangan Ganda bagi The Fed

Kebijakan tarif Presiden Trump, yang masih berlaku terhadap hampir semua mitra dagang utama AS, diperkirakan secara luas akan memperlambat pertumbuhan sekaligus mendorong inflasi. Kombinasi ini menempatkan The Fed pada posisi sulit, karena mereka harus memilih antara menekan tekanan harga (inflasi) atau melindungi pasar tenaga kerja.

Sebagai catatan, secara kuartalan (% qoq), ekonomi AS mengalami kontraksi sebesar 0,3% pada kuartal I-2025 seperti dilaporkan Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan AS pada Rabu (30/4). Ini merupakan penurunan pertama sejak kuartal I tahun 2022.

Padahal, ekonomi AS mengalami pertumbuhan 2,4% pada kuartal sebelumnya dan berada di bawah ekspektasi pasar sebesar 0,3%, menurut estimasi awal.

Menambah kerumitan situasi, pasar obligasi pemerintah AS mengalami tekanan dalam beberapa minggu terakhir seiring dengan upaya Partai Republik untuk mengesahkan RUU pemangkasan pajak yang akan secara signifikan meningkatkan defisit, tanpa diimbangi pemotongan pengeluaran yang sepadan.

Selengkapnya berikut kisi-kisi risalah FOMC:

Sikap Kebijakan Moneter:

  • Para peserta sepakat bahwa mereka dalam posisi yang baik untuk menunggu kejelasan lebih lanjut sebelum mengambil langkah kebijakan selanjutnya.
  • Pendekatan yang berhati-hati dianggap tepat mengingat ketidakpastian yang meningkat dalam prospek ekonomi.

Risiko Inflasi dan Pengangguran:

  • Para peserta mengakui bahwa risiko inflasi yang lebih tinggi dan pengangguran yang meningkat telah bertambah.
  • Hampir semua peserta menyoroti kekhawatiran bahwa inflasi mungkin lebih persisten dari yang diperkirakan sebelumnya.
  • Jika inflasi tetap tinggi sementara pertumbuhan dan lapangan kerja melemah, The Fed kemungkinan akan menghadapi pertukaran kebijakan yang sulit.

Prospek Ekonomi:

  • Ketidakpastian terhadap prospek ekonomi dinilai "sangat tinggi secara tidak biasa."
  • Proyeksi pertumbuhan PDB tahun 2025-2026 direvisi turun oleh staf dibandingkan dengan pertemuan bulan Maret.
  • Kebijakan tarif disebut sebagai hambatan yang lebih besar terhadap aktivitas ekonomi dibandingkan perkiraan sebelumnya.

Pengamatan Pasar:

  • Beberapa peserta mencatat adanya perubahan dalam korelasi harga aset yang biasa terjadi pada awal April.
  • Potensi pergeseran persepsi pasar-seperti penurunan status aset AS sebagai aset safe haven-dapat berdampak jangka panjang terhadap perekonomian.

Koordinasi Internasional:

  • Komite memutuskan untuk memperbarui jalur pertukaran mata uang asing dan dolar AS (swap lines) guna memastikan dukungan likuiditas global tetap terjaga.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |