Jakarta, CNBC Indonesia - Negara-negara anggota BRICS resmi menggelar pertemuan tingkat tinggi (KTT) dalam forum 17th BRICS Summit yang berlangsung pada 6-7 Juli 2025 di Rio de Janeiro, Brasil.
Pertemuan tahun ini menandai pertama kalinya Indonesia hadir secara resmi sebagai anggota penuh BRICS, ini menjadi langkah penting dalam reposisi peran Indonesia di kancah ekonomi dan geopolitik global. Kehadiran Indonesia dinilai akan memperkuat posisi BRICS sebagai aliansi ekonomi negara berkembang dengan pengaruh yang semakin besar dalam tatanan global.
Para pemimpin negara-negara BRICS pada Minggu (6/7/2025), menyambut Indonesia sebagai anggota penuh BRICS, hal ini bersamaan dengan masuknya 10 negara mitra BRICS.
"Kami menyambut Republik Indonesia sebagai anggota BRICS, demikian pula Belarus, Bolivia, Kazakhstan, Kuba, Nigeria, Malaysia, Thailand, Vietnam, Uganda, dan Uzbekistan sebagai negara mitra BRICS," Ujar Pemimpin BRICS dikutip dari ddnews.
BRICS pada awalnya didirikan pada tahun 2009 dengan negara awalnya adalah Brazil, Rusia, India, dan China. Namun pada tahun 2010, Afrika Selatan resmi bergabung sebagai anggota BRICS. Setelah itu pada tahun lalu, BRICS resmi menambah anggota baru sejumlah enam negara, mulai dari Mesir, Indonesia, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Jika dilihat skala ekonomi negara-negara anggota BRICS, tercatat total Growth Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) gabungan mencapai US$30,2 triliun atau setara dengan Rp489.546 triliun (asumsi kurs Rp16.230/US$1) berdasarkan data GDP 2024.
Angka tersebut mencerminkan sekitar 27% dari total GDP global, yang mencapai USS111,3 triliun atau setara dengan Rp1.806.699 triliun (asumsi kurs Rp16.230/US$1). Capaian ini menunjukkan posisi strategis BRICS sebagai blok ekonomi negara berkembang yang memiliki kontribusi signifikan dalam perekonomian dunia.
Dalam KTT BRICS 2025 di Brasil, BRICS menyoroti tentang beberapa kondisi terkini geopolitik dan ekonomi global.
Dalam KTT tersebut, BRICS mengutuk keras serangan terhadap Gaza dan Iran, serta mendesak reformasi institusi global, serta menegaskan posisi BRICS sebagai kekuatan multilateral baru yang siap mengisi kekosongan diplomasi internasional.
Selain itu, BRICS juga turut membahas mengenai penetapan tarif resiprokal yang tengah di mainkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, BRICS menilai ini sebagai ancaman serius terhadap sistem perdagangan global. Kritik ini secara implisit diarahkan pada kebijakan proteksionis Trump, yang dari awal masa jabatannya mengedepankan agenda "America First".
Jika melihat skala ekonomi negara-negara mitra BRICS, total GDP gabungan mereka mencapai sekitar US$3,8 triliun, atau setara dengan Rp61.674 triliun (asumsi kurs Rp16.230/US$1)
Dengan demikian, jika digabungkan antara kekuatan ekonomi negara-negara anggota BRICS dan para mitranya, total GD Pkolektif mencapai sekitar US$34 triliun atau setara dengan Rp552.420 triliun (asumsi kurs Rp16.230/US$1). Angka ini menegaskan posisi BRICS dan mitranya sebagai kekuatan ekonomi global yang tidak bisa diabaikan.
Bagi Indonesia yang menandai pertama kalinya hadir di KTT BRICS sebagai anggota resmi merupakan kesempatan strategis untuk memperkuat praktik diplomasi ekonomi yang bebas dan aktif, sekaligus memperluas peran dalam proses pengambilan keputusan di tingkat global. Dengan pertumbuhan ekonomi yang konsisten, Indonesia berpotensi menjadi salah satu kekuatan utama dalam mewujudkan masa depan BRICS yang lebih inklusif dan berdaya saing tinggi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)