Ini Jamur Termahal RI, Harga Rp4 Juta/Kg, Tumbuh Kalau Disambar Petir

11 hours ago 5

Jakarta,CNBCIndonesia - Bumi Nusantara menyimpan salah satu jamur termahal di dunia, yakni Kulat Pelawan.

Kulat Pelawan, yang dijuluki "truffle Indonesia", mulai mencuri perhatian chef dan foodies. Harganya bisa menyentuh Rp4 juta per kilogram kering selevel jamur eksotis impor padahal tumbuh liar hanya di pohon pelawan Bangka Belitung

Jamur ini bukan jenis yang bisa dengan mudah dibudidayakan seperti merang atau kuping.

Jamur pelawan, atau yang secara lokal disebut kulat pelawan hanya tumbuh simbiosis dengan akar pohon pelawan (Tristaniopsis merguensis) yang juga endemik hutan Bangka. Tak ada teknologi pertanian yang mampu meniru lingkungan alaminya. Inilah yang membuat jamur ini menjadi jamur liar langka yang tidak bisa dibudidayakan.

Uniknya, masyarakat lokal percaya bahwa jamur ini hanya muncul setelah ada sambaran petir. Ternyata, mitos ini mulai mendapatkan pembenaran ilmiah. Petir menghasilkan nitrogen dalam tanah yang diduga mempercepat pertumbuhan spora jamur

Jamur ini hanya muncul pada musim kemarau panjang yang diakhiri hujan deras disertai petir-fenomena alam yang dianggap sebagai pemicu munculnya miselium. Meski terdengar mistis, pola kemunculan musiman ini sudah diamati bertahun-tahun dan menjadikannya komoditas langka yang hanya bisa dipanen pada waktu tertentu.

Musim panen jamur pelawan biasanya terjadi saat musim hujan, namun sangat bergantung pada cuaca ekstrem dan kondisi tanah. Artinya, produksi jamur ini benar-benar tidak bisa diprediksi.

Saat segar, jamur pelawan memiliki tudung berwarna oranye-merah menyala. Saat dimasak, ia mengeluarkan aroma smoky alami dengan rasa gurih mirip kaldu daging, dan tekstur kenyal seperti jamur kuping atau merang. Cocok diolah dalam sup, gulai, hingga tumisan eksotis khas Melayu Bangka.


Selain eksotis, kulat pelawan ternyata kaya nutrisi.Penelitian Institut Pertanian Bogor (IPB) pada keluargaBoletussp.yang memiliki kemiripan dengan kulat pelawan menemukan kandungan protein hingga 15,5%, karbohidrat 75,8%, dan serat pangan 11,7% pada bobotkeringnya.

Kandungan mineral seperti kalium, fosfor, kalsium, zat besi, hingga zinc juga mendominasi, ditambah total fenolik yang cukup tinggi yakni 4,77mgGAE/g, menjadikannya berpotensi sebagai pangan fungsional. Kandungan bioaktifnya seperti flavonoid dan saponin bahkan mulai diteliti lebih lanjut sebagai agen imun omodulator dan anti bakteri alami.

Kandungan gizi ini membuka peluang pengembangan produk kesehatan berbasis jamur lokal.

Namun, tantangan terbesar justru ada pada budidaya. Sejauh ini, riset molekuler memang sudah berhasil mengidentifikasi primer genetik Heimiporussp., tapi proses inokulasi dan rekayasa lingkungan tumbuhnya masih jauh dari sempurna. Artinya, kulat pelawan tetap menjadi jamur liar yang sulit dijinakkan, mirip dengan truffle Eropa yang juga bergantung pada akar pohon tertentu.

Karena kelangkaan dan proses panennya yang tidak menentu, harga kulat pelawan kering bisa menembus Rp4 juta per kilogram, bahkan melonjak lebih tinggi di luar musim panen. Sementara versi segarnya relatif "lebih terjangkau" di kisaran Rp1-2 juta per kilogram, meski tetap jauh di atas harga jamur konsumsi biasa.

Permintaan dari restoran premium di Jakarta hingga Singapura kian meningkatkan nilai ekonominya, dan warga Bangka menjadikannya sumber penghasilan musiman yang sangat menguntungkan.

Proses pengolahannya membutuhkan kesabaran luar biasa. Jamur yang baru dipetik harus melalui proses pembersihan selama 12-15 jam untuk menghilangkan pasir dan kotoran yang menempel pada pori-porinya.

Setelah itu, jamur dikeringkan secara tradisional hingga berbulan-bulan untuk mempertahankan rasa dan aroma khasnya. Saat dimasak, ia menghadirkan sensasi tekstur yang unik, perpaduan antara kenyalnya jamur kuping dan lembutnya jamur merang, membuatnya jadi bahan gulai yang paling dicari di dapur tradisional Bangka.

Ke depan, kulat pelawan memiliki potensi besar sebagai komoditas pangan fungsional Indonesia. Namun, riset lanjutan soal budidaya, pengolahan pascapanen, hingga sertifikasi keamanan pangan masih menjadi pekerjaan rumah.

Berbagai upaya untuk membudidayakan jamur ini di luar habitat alaminya sejauh ini gagal. Peneliti dan petani tidak bisa mereplikasi simbiosis kompleks antara jamur dan pohon pelawan, membuat jamur ini benar-benar eksklusif dan liar.

Keberadaan jamur pelawan juga terancam oleh alih fungsi lahan dan deforestasi, terutama akibat ekspansi tambang timah dan kelapa sawit di Bangka.

Jika hutan pelawan rusak, maka jamur pelawan bisa punah, dan Indonesia kehilangan salah satu kekayaan biodiversitas paling uniknya.

(mae/mae)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |