DPR Ingin Segera Revisi UU PNBP, Ini Bocorannya!

4 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi XI DPR RI mewacanakan revisi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Salah satunya imbas dari makin menyusutnya objek cakupan PNBP, seperti salah satunya dividen BUMN yang menjadi bagian dari Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) masuk ke Danantara.

Ketua Komisi XI DPR Misbakhun mengatakan, salah satu poin yang akan diubah dalam UU PNBP ialah memperkuat dan memperluas objek PNBP. Misalnya, sumber daya alam yang selama ini tak tercakup ke dalam PNBP harus mulai diidentifikasi, seperti tanah jarang atau rare earth hingga mineral strategis.

"Ada sumber daya alam yang sejak lama belum kita identifikasi. Misalnya rare earth, yang biasa kita sebut tanah jarang, mineral strategis. Karena apa? tembaga pun baru masuk di tahun 2026 dalam Simbara," kata Misbakhun di Ruang Rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis (8/5/2025).

Ia menekankan, dalam penguatan regulasi terkait objek PNBP dalam revisi UU PNBP nantinya ialah mengharuskan pemerintah untuk semakin detail mengidentifikasi hal-hal yang bisa menjadi objek PNBP secara rinci. Misalnya, windfall dari kenaikan harga komoditas karena kurs ataupun karena harga, bukan karena pergerakan produksinya.

"Ini kan sampai sekarang saya belum pernah ketemu di identifikasi di obyek PNBP-nya. Tapi kita masukkan ke kas negara. Ini kan masalah kita mengobyekannya itu ke mana, sementara itu bukan masuk ke dalam pengelolaan dana, tapi masuk ke hak negara lainnya, padahal itu kan bukan dari proses SDA," tuturnya.

Penguatan kedua terkait dengan revisi UU PNBP ini ialah terkait dengan administrasinya. Selama ini sistem pengawasan PNBP menurutnya masih carut marut karena dilakukan masing-masing kementerian atau lembaga yang memiliki layanan umum berbayar.

Kementerian Keuangan sebagai pengelola PNBP dari kementerian atau lembaga maupun badan layanan umum belum jelas dalam UU eksisting. Termasuk soal penentuan instrumen aturan tarifnya untuk masing-masing objek PNBP di K/L maupun BLU.

"Posisi Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Anggaran dalam sebuah siklus yang seperti itu ada di mana? Sebagai tukang catat? Sebagai tukang catat atau kompilator dari sistem administrasi? Dan apakah itu kemudian memberikan efek pengawasan? Atau kemudian memberikan efek evaluasi?" tutur Misbakhun.

"Sehingga kita perlu mengkaji tarif, mengkaji sistem, mengkaji sistem pengawasan dan sebagainya," tegasnya.

Terakhir, ia mengatakan, revisi UU PNBP ini juga harus dilakukan karena akan ada perubahan ketentuan umumnya. Ketentuan umum ini harus mengalami revisi karena untuk kekayaan negara dipisahkan harus didefinisikan ulang setelah dividen yang menjadi komponennya kini tak lagi dimiliki kas negara, melainkan ke Danantara.

Selain itu, belum ada kejelasan administrasi dari tiap objek PNBP itu sendiri, yang perlu didefinisikan ulang secara lebih detail dalam UU PNBP sesuai dengan per objek PNBP nya.

"Nah, kalau menurut saya kita perlu merevisi ulang Undang-undang PNBP ini. Karena kita mencampur adukan selama ini, mencampuradukkan dua jenis kelamin PNBP ini dalam satu tempat yang sama, kayak toilet bersama, toilet unisex, toilet umum ini. Padahal spesifikasinya berbeda-beda. Ketentuan umumnya berbeda-beda,' kata Misbakhun.


(arj/mij)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Prabowo Pamer Rasio Utang RI Salah Satu Yang Terendah di Dunia

Next Article Video : Cara Presiden Prabowo Cegah APBN 2025 Tidak Bocor

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |