Diplomat Aceh yang Diakui Ratu Inggris Tewas Dibunuh Tentara Asing

11 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Kematian diplomat Kementerian Luar Negeri berinisial ADP (39) pada Selasa (8/7/2025) masih menyisakan tanda tanya. Setelah sepekan berlalu, pihak kepolisian belum juga mengungkap hasil penyelidikan.

Kematian diplomat di Indonesia sebenarnya bukanlah hal baru. Sejarah mencatat, Indonesia pernah kehilangan seorang tokoh penting dalam dunia diplomasi. Sosok itu adalah Malahayati, perempuan asal Aceh yang dikenal hingga ke Kerajaan Inggris.

Dalam sejarah, Malahayati memang lebih dikenal sebagai panglima laut. Namun, dia juga menjalankan misi diplomatik penting bagi Kesultanan Aceh. Perannya dalam menjalin hubungan luar negeri membuatnya dapat dikategorikan sebagai diplomat dalam pengertian modern.

Diplomat Ternama

Malahayati (nama lain: Keumalahayati) adalah putri Laksamana Mahmud Syah yang merupakan keturunan langsung dari pendiri Kesultanan Aceh Darussalam, yakni Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1514-1530). 

Sedari belia, Malahayati menunjukkan minat besar terhadap dunia militer. Dia kemudian menempuh pendidikan di Akademi Militer Kesultanan Aceh yang semua pengajarnya berasal dari Turki.

Setelah lulus, Malahayati dipercaya memegang jabatan penting. Puncaknya, pada dekade 1590-an, dia menjabat sebagai laksamana atau panglima perang di Angkatan Laut Kesultanan Aceh (1585-1606). 

Dari posisi inilah, Malahayati tak hanya tampil sebagai pemimpin militer, tetapi juga memainkan peran penting sebagai diplomat.

"Namun, sebagai seorang diplomat, Keumalahayati dapat bersikap ramah dan luwes dengan lawan berundingnya. Sosok diplomat wanita Aceh ini tampak berwibawa," ungkap tim riset dari Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh.

Setidaknya terdapat dua momen penting yang menegaskan kapasitas diplomatik Malahayati.

Pertama, ketika berhadapan dengan Belanda. Pada 21 Juni 1599, armada kapal Belanda datang ke Aceh dengan maksud berdagang dan dipimpin oleh dua bersaudara, Cornelis de Houtman dan Frederik de Houtman.

Namun, niat itu berubah menjadi agresi ketika pasukan Belanda menyerang secara tiba-tiba dan memicu pertempuran sengit di lautan. Ibrahim Alfian dalam Wajah Aceh dalam Lintasan Sejarah (1999) mengungkap, Malahayati sendiri berduel satu lawan satu dengan Cornelis de Houtman. 

Dia menggenggam rencong. Sementara Cornelis bersenjatakan pedang. Dalam pertarungan, Laksamana Aceh itu berhasil menikam Cornelis hingga tewas. Sementara, Frederick de Houtman ditawan sebagai sandera.

Momen ini menjadi titik awal peran diplomatik Malahayati. Sekitar November 1600, Malahayati memimpin perundingan dengan utusan resmi Pangeran Maurits dari Belanda (1585-1625) yang datang ke Aceh. Belanda ingin Aceh membebaskan Frederick dan orang Belanda lain. 

Malahayati lantas menunjukkan ketegasan sekaligus kecerdasannya dalam bernegosiasi. Keinginan Belanda bisa dikabulkan asalkan membayar ganti rugi sebesar 50.000 gulden atas kerugian yang diderita pihak Aceh akibat aksi pembajakan kapal.

Belanda pun setuju. Masalah selesai.

Kedua, saat berdiplomasi dengan Inggris.

Setelah insiden berdarah dengan Belanda, Inggris memilih pendekatan damai. Ratu Elizabeth I (1558-1603) sudah mengenal Malahayati sebagai juru runding ternama sehingga mengutus diplomat ternama juga, yakni James Lancaster, untuk membuka hubungan dagang dengan Kesultanan Aceh.

Lancaster tiba di Pelabuhan Aceh pada 6 Juni 1602. Dia membawa surat dari sang Ratu untuk Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Mukammil. Namun sebelum bertemu Sultan, dia harus berhadapan lebih dulu dengan Malahayati.

Pembicaraan dilakukan dalam bahasa Arab, dengan bantuan penerjemah Yahudi asal Inggris. Lancaster menyampaikan keinginan Inggris menjalin kerja sama dagang serta meminta dukungan Aceh untuk terus memusuhi Portugis.

Malahayati tak langsung menyetujui. Dia meminta agar permintaan itu dibuat secara resmi atas nama Ratu Inggris. Setelah syarat dipenuhi, barulah Lancaster diizinkan menghadap Sultan dan didampingi oleh Malahayati. Dari sinilah awal hubungan diplomatik Aceh-Inggris dimulai.

Tewas Dibunuh

Sekitar 1606, Malahayati kembali berperang. Kali ini melawan tentara Portugis di perairan Teluk Krueng Raya. Di tengah pertempuran inilah, dia tewas dibunuh oleh tentara yang sejak dulu ingin balas dendam kepadanya. Jasad sang Laksamana itu kemudian dimakamkan di dekat Banda Aceh. 

Atas kontribusi terhadap perjuangan mengusir bangsa asing, Presiden Joko Widodo resmi memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Malahayati pada November 2017. 

Naskah CNBC Insight merupakan tulisan-tulisan yang berisi ulasan khusus sejarah yang mencoba menjelaskan kondisi masa kini dengan relevansinya pada masa lalu.

(mfa/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |