Demi Naik Haji, Warga RI Rela Utang dan Berakhir Dikejar Rentenir

1 day ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Islam menempatkan haji sebagai ibadah yang dijalankan oleh umat Muslim apabila mampu. Kemampuan ini tidak hanya mencakup aspek fisik dan spiritual, tetapi juga finansial. Perjalanan yang panjang serta rangkaian ibadah dalam waktu lama jelas memerlukan biaya yang sangat besar.

Di Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, ibadah haji memiliki makna sangat penting. Selain sebagai bentuk pemenuhan rukun Islam, haji juga kerap dianggap sebagai simbol status sosial di tengah masyarakat.

Atas alasan ini, animo haji selalu tinggi setiap tahunnya. Bahkan, tak sedikit orang berutang untuk menunaikan ibadah haji, seperti yang terjadi pada masyarakat Muslim Indonesia ratusan tahun lalu.

"Uang yang dipinjam untuk naik haji jadi hal lumrah pada masa lalu," ungkap Sejarawan Henry Chambert-Loir dalam Naik Haji di Masa Silam (2013).

Pergi haji di masa penjajahan Belanda membutuhkan biaya berkali-kali lipat dari masa sekarang. Dahulu pergi haji tak menggunakan pesawat, tetapi kapal laut yang membutuhkan waktu 1-2 bulan sebelum dan setelah puncak pelaksanaan haji. 

Lama waktu tersebut tentu berbanding lurus dengan jumlah dana yang harus disiapkan. Para calon haji perlu mengeluarkan biaya untuk membayar transportasi kapal, akomodasi selama perjalanan, keperluan ibadah haji di Makkah, serta biaya perjalanan pulang.

Ilustrasi Foto Umroh, Dokuments Kementrian AgamaFoto: Dokumentasi Kementrian Agama
Ilustrasi Foto Umroh, Dokuments Kementrian Agama

Bupati Serang dan Jakarta, Achmad Djajadiningrat, dalam memoarnya Herinneringen van Pangeran Aria Achmad Djajadiningrat (1936) menyebut, biaya haji tahun 1900-an mencapai 500-800 gulden.

"Uang sebesar itu miliknya sendiri. Dia juga harus menyediakan pemeliharaan yang layak untuk keluarga yang ditinggalkan selama dia pergi," ungkap Achmad Djajadiningrat. 

Jika harga emas saat itu berkisar 2 gulden per gram, maka uang 500 gulden bisa membeli 250 gram emas. Lalu, jika dikonversi ke masa sekarang saat 1 gram setara Rp1,8 juta, maka 250 gram emas bisa dibeli dengan harga Rp434 juta. Artinya, biaya haji 500 gulden tahun 1900-an setara dengan Rp434 juta pada masa kini. 

Bagi para orang kaya, entah itu bangsawan, pengusaha, atau tuan tanah, biaya sebesar itu tentu mudah dicari. Namun, tidak bagi rakyat biasa yang ingin naik haji demi memenuhi kewajiban ibadah atau mengejar status sosial. 

Masyarakat di kelas-kelas bawah, yang tidak punya warisan atau penghasilan cukup, seringkali membiayai perjalanan haji secara lewat utang. Para petani, misalnya, sering meminjam uang ke rentenir dengan jaminan tanah untuk naik haji.

Berdasarkan arsip Belanda yang dikutip Henry Chambert-Loir, pada tahun 1876 saja ada 30% jamaah haji Indonesia menjadi tuna wisma di Arab Saudi imbas perbekalan yang tidak cukup. Mereka ini tergolong jemaah yang pergi haji dengan berutang. 

Masalah baru biasanya muncul saat para jemaah kembali ke Tanah Air. Banyak dari para bapak dan ibu haji ini tidak memiliki uang untuk mengembalikan pinjaman yang mereka ambil sebelumnya. Padahal, sebagai peminjam, mereka berkewajiban untuk melunasi utangnya.

Dalam situasi seperti ini, mereka dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama berat. Pertama, mereka harus menyerahkan objek jaminan, seperti tanah atau sawah, kepada rentenir. Kedua, mereka harus bekerja secara paksa untuk pihak pemberi pinjaman hingga utangnya dianggap lunas.

Kedua pilihan tersebut jelas tidak menyenangkan karena membuatnya dikejar-kerja rentenir dan membawa kesengsaraan. Namun, mau tak mau, mereka tetap harus memilih salah satunya.

Meski berutang menjadi kelaziman, ternyata masih ada orang dari kelas bawah yang tidak berutang untuk naik haji. Dalam memoar Herinneringen van Pangeran Aria Achmad Djajadiningrat (1936), Achmad Djajadinigrat menyebut masih ada orang yang menjual tanah atau ladang untuk biaya haji. Bahkan ada juga yang menjual perhiasan dan hewan ternak untuk ongkos haji. 


(mfa/wur)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Lirik Prospek Bisnis Produk Perawatan Rambut Lokal Go Global

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |