Bursa RI Kini Milik Para Sultan, Faktor Fundamental Mulai Ditinggal?

13 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Preferensi investor saham Tanah Air kini  mulai bergeser. Fundamental saham kini tidak selalu menjamin kenaikan harga saham. Saat ini pergerakan harga saham justru lebih sering digerakkan oleh kabar-kabar baik seperti aksi korporasi bahkan rumor-rumor pasar yang akhirnya mendorong kenaikan harga saham yang luar biasa.

Bahkan Saham dengan Pride Earning Ratio (PER) rendah, Price Book Value (PBV) rendah, dan kinerja laba baik belum tentu naik jika tidak ada katalis yang memicu minat pasar dan tidak menarik untuk pelaku pasar saat itu.

Banyak investor sekarang mengejar momentum dan trend following dibandingkan menunggu fundamental terefleksi, seperti saham IPO yang naik drastis karena sosok dibalik kepemilikannya hingga saham gorengan lebih cepat naik karena akumulasi bandar.

Sektor yang fundamentalnya baik seperti perbankan justru cenderung turun pergerakan harga sahamnya.

Saham BBCA, BMRI cenderung turun dalam pergerakan sebulan, sementara BBNI stagnan, akan tetapi BBRI masih mampu mencatatkan kinerja harga saham positif.

Meskipun Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunganya menjadi 5,25% pada 16 Juli 2025, akan tetapi saham perbankan justru tak merespon banyak.

Kini terpantau saham-saham konglomerat yang justru melesat signifikan.

PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) merupakan bagian dari grup Barito Pacific, konglomerasi besar di sektor energi dan petrokimia, Prajogo Pangestu.

CDIA merupakan anak usaha tidak langsung dari PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), yang sebelumnya dikenal sebagai PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. TPIA adalah perusahaan induk yang bergerak di bidang petrokimia terbesar di Indonesia. CDIA didirikan untuk mengelola dan mengembangkan unit-unit usaha infrastruktur pendukung industri petrokimia dan energi dari TPIA.

Kesuksesan saham-saham IPO milik Prajogo Pangestu sebelumnya mendorong kenaikan saham CDIA.

Selain CDIA, saham Prajogo lainnya PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) telah melaksanakan pemecahan saham nilai nominal saham atau stock split dengan rasio 1:10.

Jelang dan usai aksi korporasi tersebut, saham CUAN terus melesat. Stock split akan membuat harga saham CUAN menjadi lebih terjangkau bagi investor, dengan demikian akan meningkatkan jumlah investor yang dapat melakukan transaksi atas saham Perseroan.

Selain itu, jumlah lembar saham Perseroan juga akan bertambah sehingga likuiditas perdagangan saham Perseroan akan meningkat dan perdagangan saham Perseroan di Bursa Efek akan lebih aktif.

Saham Prajogo lainnya yakni PT Petrosea Tbk (PTRO) juga terus melesat usai mendapat guyuran dana segar.

PT Petrosea Tbk (PTRO) menandatangani perjanjian fasilitas berjangka senior dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sebesar US$ 135 juta atau setara Rp 2,19 triliun dengan tenor 8 tahun. Perjanjian tersebut ditandatangani pada 17 Juli 2025.

Fasilitas pinjaman yang diterima perseroan akan digunakan untuk tujuan umum perusahaan termasuk pembiayaan belanja modal (capital expenditure) dan komponen operasional seluruh bisnis perseroan.

Masih saham milik Prajogo, terpantau Prajogo memborong saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT) yang akhirnya mendorong kenaikan saham tersebut. Prajogo diketahui melakukan pembelian sebanyak 3 juta saham di BRPT atau sekitar Rp 23,83 miliar.

Kemudian, PT Solusi Sinergi Digital Tbk, atau yang lebih dikenal dengan kode saham WIFI, yang merupakan perusahaan teknologi digital yang dimiliki oleh Hashim Djojohadikusumo dan keluarganya, kini terpantau terus melesat.

WIFI menyampaikan Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) atau rights issue perseroan mengalami oversubscribe hingga empat kali.

Dalam keterangan resmi WIFI, manajemen mengatakan bahwa rights issue perseroan mendapatkan minat yang luar biasa dari investor, dengan 92,5% pemegang rights issue melaksanakan haknya. Sementara itu, untuk sisa 7,5% HMETD yang tidak dilaksanakan, para pemegang saham melakukan pemesanan tambahan atau additional subscription, dengan total dana masuk mencapai empat kali lipat dari jumlah saham yang tersedia, sehingga mengalami kelebihan permintaan (oversubscription).

Tingginya minat investor terhadap RI WIFI pun mendorong sahamnya terus melesat. Tingginya minat terhadap rights issue dan obligasi WEAVE mencerminkan kepercayaan pasar terhadap kapasitas eksekusi WIFI, serta visi WIFI untuk menyediakan akses internet cepat dan terjangkau bagi jutaan masyarakat Indonesia.

Bukan hanya WIFI yang melakukan right issue, saham milik Happy Hapsoro, PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA) juga belum lama melaksanakan aksi korporasi yang sama, yang akhirnya terus mendorong kenaikan harga sahamnya.

PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA) menawarkan sebanyak-banyaknya 3,28 miliar atau 3.281.25O.OOO saham baru atau sebesar 33,33% dan modal ditempatkan dan disetor penuh Perseroan setelah Penambahan Modal dengan Memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMHMETD) dengan nilai nominal Rp 20 setiap saham dengan harga pelaksanaan Rp 50.
Dengan demikian dana segar yang akan dikantongi perusahaan dari rights issue tersebut senilai Rp 164,06 miliar.

Sebagai informasi, saat ini saham MINA dipegang oleh PT Basis Utama Prima (45,71%), Hapsoro (4,44%), dan publik (49,85%). Dalam rights issue kali ini, Basis Utama Prima akan mengalihkan seluruh haknya kepada Hapsoro berdasarkan surat tanggal 28 April 2025.

Basis Utama Prima merupakan perusahaan yang 99,9% sahamnya dimiliki oleh Hapsoro.

Berdasarkan surat pernyataan kesanggupan tanggal 28 April 2025, Hapsoro berkomitmen untuk melaksanakan seluruh hak yang dimilikinya. Dia juga mnyetakan komitmen untuk menyerap seluruh rights issue milik Basis utama Prima.

Dalam rights issue kali ini, MINA tidak memiliki pembeli siaga. Artinya, bila ada pemegang saham yang tidak mengeksekusi haknya, maka perusahaan tidak akan menerbitkan saham baru.

Mengutip keterbukaan informasi, Kamis (3/7/2025), setelah rights issue, kepemilikan Basis Utama Prima akan terdilusi menjadi 30,48%. Lalu kepemilkan Hapsoro akan naik menjadi 19,68%, dan masyarakat (dengan asumsi mengambil haknya), akan tetap 49,84%.

Adapun sekitar 35% dana rights issue akan digunakan untuk modal kerja Perseroan, yaitu untuk biaya operasional seperti pembayaran gaji, beban umum dan administrasi, biaya pengembangan lT dan sewa kantor.

Sekitar 35% lainnya akan digunakan untuk modal kerja pada PT Minna Padi Resorts yang akan digunakan untuk biaya operasional dan pengembangan usaha.

Penyaluran dana berupa pinjaman dengan jangka waktu 5 tahun dan bunga 6% per tahun. Apabila pinjaman telah jatuh tempo dan dibayarkan kembali kepada Perseroan, maka Perseroan akan menggunakannya untuk modal kerja.

Bagian terakhir atau 30% akan dipakai untuk modal kerja pada PT Sanur Hasta Griya yang akan digunakan untuk biaya operasional dan pengembangan usaha.

Penyaluran dana berupa pinjaman dengan jangka waktu 5 tahun dan bunga 6% per tahun. Apabila pinjaman telah jatuh tempo dan dibayarkan kembali kepada Perseroan, maka Perseroan akan menggunakannya untuk modal kerja.

Dan terakhir saham Toto Sugiri yang terus melesat hingga ratusan persen. Kabar terbaru yang terus mendorong kenaikan saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) dimana PT Fitch Ratings Indonesia telah menetapkan Peringkat Nasional Jangka Panjang 'AA-(idn)' kepada pemilik dan operator pusat data yang berbasis di Indonesia, PT DCI Indonesia Tbk (DCII) dengan outlook Stabil.

Peringkat DCI mencerminkan posisinya yang terdepan di Indonesia, aset berkualitas tinggi, visibilitas arus kas yang kuat dan EBITDA net leverage yang rendah.


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |