Buah Liar Dulu Dianggap Tak Berguna, Kini Jadi Primadona

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Siapa sangka, buah kecil yang sering tumbuh liar di pekarangan dan kerap dianggap tak berguna ini kini menjadi rebutan pasar global. Golden berry, atau yang lebih dikenal masyarakat Indonesia dengan sebutan ciplukan atau ceplukan, tengah naik daun sebagai komoditas ekspor bernilai tinggi.

Buah mungil yang dulu sering dibuang kini justru laku keras di Amerika Serikat, China, dan berbagai negara Asia Tenggara karena manfaat kesehatannya yang luar biasa.

Superfood Khas Tropis: Kaya Antioksidan & Potensi Anti-Kanker

Ciplukan dikenal dengan bentuk bulat kecil dan terbungkus kelopak tipis mirip kepompong. Di balik tampilannya yang sederhana, buah ini menyimpan kekayaan nutrisi luar biasa. Kandungan vitamin A, B, C, E, K1, serta berbagai antioksidan dan mineral esensial menjadikannya digemari para pencinta makanan sehat. Bahkan, sejumlah studi menyebutkan bahwa ciplukan berpotensi membantu melawan kanker, hepatitis, diabetes, hingga rematik.

Manfaat inilah yang membuat permintaan global terhadap ciplukan kering terus meningkat, terutama dari negara-negara dengan tren gaya hidup sehat yang berkembang pesat.

Ironisnya, meskipun ciplukan tumbuh subur di Indonesia, buah ini masih kerap dipandang sebelah mata. Di berbagai daerah seperti Sumedang, Jawa Barat, ciplukan tumbuh liar di pinggir sawah dan pekarangan, bahkan sering dianggap sebagai tanaman pengganggu atau makanan ular. Padahal, iklim tropis Indonesia sangat cocok untuk budidaya tanaman ini.

Daerah Pamulihan, Sumedang, kini mulai dikenal sebagai salah satu sentra produksi ciplukan berkat suhu rata-rata 24,7°C dan curah hujan tinggi yang mendukung pertumbuhan tanaman ini. Para petani lokal perlahan mulai beralih membudidayakan ciplukan secara serius demi memenuhi permintaan ekspor.

Diekspor ke AS, China, Vietnam: Harga Bisa Tembus Rp300 Ribu per Pon

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, Indonesia telah mengekspor ciplukan kering ke berbagai negara, dengan lima tujuan utama: Vietnam, Amerika Serikat, Thailand, China, dan Singapura.Di Amerika Serikat, ciplukan kering dipasarkan sebagai superfood dan camilan sehat, bahkan sering ditemukan dalam granola atau produk organik lain.

Harganya pun fantastis, mencapai US$15-20 per pon atau sekitar Rp314.000 per 450 gram. Di Vietnam dan Thailand, buah ini diolah menjadi teh herbal dan snack ringan yang sesuai selera pasar lokal.

Permintaan dari Amerika Serikat dan China didorong oleh kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi tinggi. Sementara itu, Singapura mencatat permintaan stabil karena daya beli yang kuat dan statusnya sebagai hub distribusi Asia Tenggara. Akses pasar ke Vietnam dan Thailand juga relatif mudah berkat hubungan dagang yang erat dengan Indonesia.

Dengan gaya hidup sehat yang kian mendunia, peluang Indonesia untuk menjadi salah satu pemasok utama golden berry global sangat terbuka lebar. Apalagi, semakin banyak petani lokal yang mulai beralih menanam ciplukan secara serius.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(emb/emb)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |