Bank Dunia Beri 4 Peringatan ke Indonesia

1 day ago 6

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia mengi

Dalam laporan terbarunya, Global Economic Prospects (GEP) edisi Juni 2025, Bank Dunia mengkoreksi  pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 2,3% pada 2025, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 2,7%.

"Ketegangan perdagangan yang meningkat dan ketidakpastian kebijakan diperkirakan akan menyebabkan pertumbuhan global menurun pada tahun ini ke laju paling lambat sejak 2008, di luar saat-saat kondisi resesi global," dikutip dari siaran pers Bank Dunia, Rabu (11/6/2025).n pemerintah dunia saat ini telah menyebabkan pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi di hampir 70% negara di seluruh kawasan dan kelompok pendapatan.

Bank Dunia (World Bank) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 4,7% pada tahun ini. Proyeksi ini masih sama dengan laporan Regional Economic Update 2025 yang dirilis 25 April lalu. Namun, proyeksi untuk Indonesia ini lebih rendah dibandingkan proyeksi awal tahun atau Januari ini, sebesar 5,1%.

Bank Dunia juga memperkirakan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 4,8%, lebih rendah dibandingkan proyeksi pada awal tahun atau Januari yakni 5,1%.

Selain pertumbuhan ekonomi, Bank Dunia juga menyinggung beberapa isu mengenai perkembangan ekonomi Indonesia mulai dari nilai tukar hingga kebijakan fiskal.

1. Nilai tukar rupiah

Tidak hanya soal pertumbuhan ekono

mi, Bank Dunia juga menekankan soal pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang terjadi khususnya pada awal April 2025.

Menurut Bank Dunia, tekanan terhadap kurs rupiah saat itu bukan hanya disebabkan perang tarif dagang yang digenderangkan Presiden AS Donald Trump, melainkan juga disebabkan ketidakpastian kebijakan dalam negeri.

"Mata uang Indonesia, yang sudah tertekan karena ketidakpastian kebijakan dalam negeri, jatuh ke nilai terendah yang pernah tercatat pada awal April," sebagaimana tertuang dalam laporan terbaru Bank Dunia, Global Economic Prospects (GEP) edisi Juni 2025, dikutip Rabu (11/6/2025).

Bank DuniaFoto: Exchange Rate
Sumber: Bank Dunia

Meski demikian, Bank Dunia menegaskan, di seluruh kawasan, kondisi pasar keuangan memang semakin ketat setelah pengumuman tarif yang lebih tinggi oleh AS pada April. Harga ekuitas menurun tajam, dan mata uang terdepresiasi terhadap dolar AS di tengah arus keluar modal.

Merujuk Refinitiv, rupiah sempat menyentuh posisi Rp16.860/US$ pada 9 April 2025.

2. Kebijakan Fiskal
Selain itu, Bank Dunia mencermati soal kebijakan fiskal dan dukungan pemerintah Indonesia yang diperkirakan akan mendapat manfaat, termasuk pengeluaran publik dan program sosial.

Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam akan mendapatkan manfaat dari dukungan kebijakan fiskal, termasuk program belanja sosial dan investasi publik, dampak makroekonomi penuh dari hambatan perdagangan yang lebih tinggi sulit diprediksi dan bisa menjadi beban bagi pertumbuhan.

"Meskipun beberapa negara akan mendapat manfaat dari dukungan kebijakan fiskal-seperti program belanja sosial dan investasi publik di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam-dampak makroekonomi penuh dari hambatan perdagangan yang lebih tinggi, yang sulit diprediksi, dapat menekan pertumbuhan," tulis Bank Dunia dalam laporannya.

Baru-baru ini, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan pemerintah telah merumuskan sejumlah insentif ekonomi untuk kuartal II-2025. Insentif tersebut bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat dan menggerakkan perekonomian nasional, terutama selama periode libur sekolah di bulan Juni-Juli 2025.

Salah satunya Pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memberikan diskon untuk berbagai moda transportasi yang bertujuan mendorong perjalanan dalam negeri guna meningkatkan aktivitas ekonomi domestik dengan memanfaatkan momentum liburan Juni dan Juli.

Program diskon moda transportasi dengan alokasi anggaran sebesar Rp0,94 triliun itu merupakan salah satu dari lima paket stimulus ekonomi yang digelontorkan untuk masyarakat.

Selain itu, terdapat insentif tol, penebalan bantuan sosial, subsidi upah, dan diskon iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK).

Total dari lima stimulus ekonomi yang senilai Rp24,44 triliun tersebut bertujuan melindungi daya beli masyarakat khususnya kelompok menengah ke bawah serta menjaga stabilitas ekonomi di tengah meningkatnya risiko pelemahan ekonomi nasional akibat tekanan global.

3. Risiko perdagangan global

Bank Dunia juga menyoroti soal risiko global yang berdampak buruk bagi Indonesia mengingat Indonesia merupakan kawasan yang rentan terhadap ketegangan dagang global dan perubahan kebijakan perdagangan karena tingkat keterbukaan perdagangannya. Dampak negatif dari tarif tinggi, gejolak geopolitik, dan kondisi keuangan global yang ketat menjadi risiko utama terhadap pertumbuhan Indonesia.

Kinerja ekspor Indonesia diperkirakan akan mengalami perlambatan pada tahun 2025. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya ketegangan perdagangan global, khususnya setelah Amerika Serikat mengumumkan kenaikan tarif impor pada April 2025.

Ketegangan tersebut meningkatkan ketidakpastian kebijakan secara global, yang pada akhirnya menurunkan kepercayaan pelaku usaha serta meredam arus perdagangan dan investasi. Selain itu, pelemahan permintaan eksternal dari negara-negara maju dan China juga turut menekan potensi pertumbuhan ekspor Indonesia.

Kendati sempat terjadi pertumbuhan ekspor di awal tahun akibat percepatan pengiriman (front-loading) sebelum tarif baru diberlakukan, tren umum menunjukkan perlambatan pada Maret 2025. Nilai ekspor barang Indonesia dalam dolar AS mencerminkan tren menurun, yang juga bertepatan dengan tekanan pada nilai tukar rupiah.

Pada awal April, rupiah mengalami depresiasi tajam hingga mencapai titik terendah, dipicu oleh ketidakpastian kebijakan domestik dan dampak eksternal. Namun demikian, nilai tukar dan harga aset mulai pulih setelah adanya penundaan sebagian tarif oleh Amerika Serikat dan China.

Ke depan, kinerja ekspor Indonesia masih menghadapi risiko-risiko signifikan, termasuk potensi peningkatan tarif lanjutan oleh mitra dagang, penurunan permintaan global yang berkelanjutan, dan kompetisi harga akibat potensi pengalihan ekspor dari negara seperti China ke pasar-pasar alternatif.

4. Suku Bunga Bank Indonesia (BI)

Terakhir, Bank Dunia melihat soal pemangkasan suku bunga BI pada tahun ini. 

Sebagai informasi, BI telah menurunkan suku bunga acuannya sebanyak dua kali (masing-masing 25 basis poin) yakni pada Januari dan Mei 2025 yakni dari 6% hingga ke level 5,5%.

BI termasuk salah satu dari beberapa bank sentral di kawasan Asia Timur dan Pasifik yang telah memangkas suku bunga pada tahun ini sebagai langkah untuk mendukung pertumbuhan dan meredam dampak negatif dari hambatan perdagangan global dan ketidakpastian kebijakan.

Kondisi moneter yang akomodatif ini didukung oleh lingkungan inflasi yang masih relatif rendah.

Inflasi konsumen di sebagian besar negara kawasan, termasuk Indonesia, tetap terkendali berkat penurunan harga komoditas global, lemahnya tekanan permintaan domestik, dan dalam beberapa kasus karena adanya kontrol harga.

Dengan inflasi yang diperkirakan tetap di bawah target yang telah diturunkan menjadi 2% pada 2025, Bank Indonesia memiliki ruang untuk melonggarkan kebijakan suku bunganya guna mendorong konsumsi dan investasi.

Secara keseluruhan, pelonggaran moneter melalui penurunan suku bunga mencerminkan strategi Bank Indonesia untuk menyeimbangkan antara menjaga stabilitas makroekonomi dan mendorong aktivitas ekonomi domestik di tengah tekanan eksternal yang semakin kuat. Namun, risiko dari depresiasi nilai tukar dan arus keluar modal tetap menjadi perhatian penting dalam penentuan arah kebijakan selanjutnya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |