Jakarta -
Pengacara mantan Ketua DPR Setya Novanto, Maqdir Ismail, mengungkap salah satu bukti baru atau novum dalam permohonan peninjauan kembali (PK) Novanto dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP. Salah satu novum itu adalah keterangan agen Federal Bureau of Investigation (FBI) Amerika Serikat (AS), Jonathan E Holden.
"Adanya keterangan agen FBI di pengadilan di Amerika terhadap perkara yang melibatkan istri Johanes Marlim dengan beberapa krediturnya yang menerangkan bahwa tidak ada uang yang dikirim oleh Marlim dari Amerika kepada Pak Setnov," kata Maqdir Ismail di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
Maqdir mengatakan novum lainnya yang juga diajukan adalah transaksi keuangan yang diterima Multicom Investment Pte Ltd, perusahaan milik Anang Sugiana Sudihardjo di Singapura, dengan Made Oka Masagung. Dia menilai MA seharusnya membebaskan Novanto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi novum yang kita ajukan kemarin itu adalah satu transaksi antara Anang dan Oka Masagung mengenai uang yang disebut USD 3,5 juta. Jadi transaksi yang mereka lakukan ini ada proses jual beli, yang jadi sehingga kalau lihat dari transaksi nggak ada kaitannya dengan Pak Novanto, tetapi ini dianggap terbukti," ujarnya.
Sebelumnya, MA mengabulkan permohonan PK Setya Novanto dalam kasus korupsi pengadaan e-KTP. Vonis Setya Novanto disunat dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun penjara.
"Kabul. Terbukti Pasal 3 juncto Pasal 18 UU PTPK juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 bulan," demikian tertulis dalam putusan nomor 32 PK/Pid.Sus/2020 seperti dilihat di situs resmi MA, Rabu (2/7).
Novanto juga dihukum membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti (UP) USD 7,3 juta. Uang pengganti itu dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan ke penyidik KPK.
"UP USD 7.300.000 dikompensasi sebesar Rp 5.000.000.000 yang telah dititipkan oleh terpidana kepada Penyidik KPK dan yang telah disetorkan Terpidana, sisa UP Rp 49.052.289.803 subsider 2 tahun penjara," ujar hakim.
Pidana tambahan Novanto berupa pencabutan hak menduduki jabatan publik juga dikurangi dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun setelah masa pidana selesai. Putusan tersebut diketok oleh majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Surya Jaya dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono pada 4 Juni 2025.
"Pidana tambahan mencabut hak terpidana untuk menduduki dalam jabatan publik selama 2 tahun dan 6 bulan terhitung sejak terpidana selesai menjalani masa pemidanaan," demikian putusan tersebut.
(mib/lir)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini